Feaby Handana
Bukannya mengembalikan kepercayaan publik agar tidak terus-terusan ditinggal oleh pasien, Rumah Sakit Umum Daerah H.M.Ryacudu (RSUDR) Kotabumi, Lampung Utara kini justru makin parah. Terakhir, RSUD Ryacudu tersandung masalah baru. Bahkan, kini kesalahannya sangatlah fatal.
Masalah terbaru itu tak lain ialah kabar mengenai seorang petugas kebersihan yang diduga menyambi menjadi apoteker. Usut punya usut, petugas itu diduga hanya sekadar menjalankan perintah dari seorang oknum pejabat RSUDR.
Untungnya, kala itu, praktik yang tidak sesuai prosedur ini keburu ketahuan oleh keluarga pasien. Semua itu berkat kejelian keluarga pasien yang memang bekerja di sana. Tentunya, ia mengenal siapa saja petugas yang bekerja di sana tak terkecuali petugas di apotek.
Dan, kecurigaan mereka terbukti benar adanya. Sebab, dokter yang memberikan resep menyatakan bahwa obat yang diberikan tersebut tidak sesuai dengan yang diresepkannya.
Terang saja, mereka berang. Dan mengadukan persoalan ini pimpinan RSUDR. Seperti biasanya, kata-kata diplomatis berikut janji manis diberikan agar persoalan ini cepat tuntas.
Singkat cerita, persoalan petugas kebersihan yang menyambi apoteker ini pun akhirnya viral. Kondisi ini tentu merupakan hal yang sangat tidak enak didengar. Praktik ilegal seperti itu (jika benar adanya) jelas sangat tidak dapat diterima oleh akal sehat kita semua.
Apa pun dalih yang akan digunakan untuk menjadi pembenaran dapat dipastikan tak akan mampu merubah pendirian publik. Sampai berbuih pun mulut mereka untuk menjelaskannya, publik pasti tidak mau peduli.
Mau tak mau, persoalan ini akan membuat semua orang yang memiliki akal sehat akan berpikir ke arah negatif. Jangan-jangan, persoalan ini bukan yang kali pertama. Jangan-jangan telah banyak korbannya.
Kecurigaan publik dapat dimafhumi dan sangat berdasar. Sebab, keluarga pasien yang merupakan pegawai di sana saja diperlakukan seperti itu, apalagi pasien yang berasal dari luar. Tentu, mereka yang berasal dari luar lingkungan RSUDR tak akan tahu bahwa obat yang mereka ambil di apotek kala itu hasil racikan dari seorang petugas kebersihan.
Efek domino dari persoalan ini akan membuat kepercayaan publik kepada RSUDR semakin terjun bebas. Akibatnya, sudah dapat diprediksi. RS pelat merah yang selama beberapa tahun terakhir ini bak permakaman karena ditinggal pasien akan tetap seperti itu dalam beberapa waktu ke depan. Pemandangan Ruang-ruang sepi akan terus menjadi pemandangan biasa di sana.
Kalau sudah begitu, jangan pernah salahkan publik. Sebab, pihak manajemen RSUDR dan semua orang tentunya sadar betul jika kepercayaan itu mahal harganya. Jangan pernah bermain-main dengan kepercayaan. Tak ubahnya seperti sebuah luka. Ia bisa saja sembuh, tapi bekasnya tak akan pernah bisa hilang.
Begitu juga dengan sebuah kepercayaan. Sekali tergores, sulit rasanya untuk kembali percaya, apalagi persoalan di RSUDR bukanlah pertama ini terjadi.
Persoalan itu di antaranya persoalan macetnya pembayaran BPJS (2018), perekrutan pegawai Badan Layanan Umum Daerah RSUDR (2019), pembayaran honorarium (2019) tenaga kesehatan, demonstrasi menuntut pergantian direktur (2019), pencopotan 17 pejabat RS dari jabatannya (2019), aksi mogok dokter spesialis (2020), dan ketiadaan obat – obatan dan sejenisnya (2021), serta pengajuan dana klaim Covid-19 yang disebut – sebut tidak cermat (2022).
Dari semua itu, krisis obat-obatanlah yang paling membenamkan kepercayaan publik kala itu. Siapa yang mau berobat di sana jika obatnya saja tidak ada. Jadi, wajar jika publik mencoret RSUDR dari daftar RS yang akan mereka datangi saat terserang penyakit. Perlahan tapi pasti RS milik pemerintah ditinggal pasiennya.
Persoalan RSUDR hendaknya harus segera disikapi oleh Penjabat Bupati Lampung Utara. Segera jatuhkan sanksi kepada mereka yang melakukan kesalahan tersebut. Dengan demikian, akan ada efek jera bagi mereka yang telah bekerja secara tidak profesional tersebut.
Di samping itu, pembenahan besar-besaran harus dilakukan. Mulai dari sumber daya manusia, peralatan, dan penuntasan masalah yang selama ini merusak citra RS pemerintah itu. Lakukanlah apa yang harus dilakukan untuk menyelamatkan RS meskipun itu tidak sesuai dengan aturan. Buang apa yang mesti dibuang. Pun begitu sebaliknya.
Di sisi lain, pihak legislatif juga hanya diam saja. Jangan hanya lantang dalam ruang sidang, tapi melempem dengan kenyataan yang terjadi. Gunakanlah kekuatan yang ada untuk menekan pemerintah agar benar-benar serius untuk membenahi RSUDR.
Untuk publik, berilah dukungan penuh kepada Pemkab dan DPRD Lampung Utara saat melakukan pembenahan. Jangan mudah nyinyir. Meski begitu, pengawasan ketat harus tetap dikedepankan. Jika semua telah dilakukan, yakin saja RSUDR akan mampu kembali menjadi RS kebanggaan kita semua.
Berita Terkait