Rumah Restorasi Justice, Kembangkan Budaya Lokal Lampung untuk Selesaikan Kasus Secara Kekeluargaan

Bagikan/Suka/Tweet:

TERASLAMPUNG.COM —Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandarlampung berupaya mendirikan ruang keadilan restoratif melalui kearifan lokal atau rumah restorative justice. Ruang keadilan inidalam bentuk dalam rumah-rumah adat yang berada di Kota Bandarlampung.

“Kita masih menjunjung tinggi kearifan lokal, sehingga khusus di Bandar lampung insya Allah akan kami bentuk rumah keadilan restoratif, khususnya di tempat atau di rumah-rumah adat terlebih dahulu,” ungkap Kepala Kejari (Kajari) Bandarlampung Helmi, di Bandarlampung, Senin, 5 Desember 2022.

Hari ini Kepala Kejati Lampung, Nanang Sigit Yulianto bersama Walikota Bandarlampung Eva dwiana meresmikan Rumah Restorative Justice di Kedamaian, Bandar Lampung.

Rumah itu digunakan untuk menciptakan suasana damai di masyarakat tanpa adanya dendam dan ancaman antar warga

“Di Bandarlampung sendiri baru terdapat dua rumah RJ, yakni yang pertama terdapat di rumah adat Olok Gading Kecamatan Teluk Betung Barat, dan yang kedua ini ada di Kecamatan Kedamaian.” Tambah Helmi.
dibentuknya RJ yakni untuk melakukan penyelesaian-penyelesaian perkara tanpa harus melalui pengadilan dan diharapkan dapat memulihkan keadaan seperti semula.dan peran serta masyarakat terutama masyarakat adat, tokoh agama, pemangku kepentingan hingga para aparat penegak hukum juga dapat bersinergi untuk menerapkan keadilan, keamanan serta kenyamanan masyarakat.

“Dalam beberapa perkara yang diselesaikan melalui RJ yakni 10 perkara selesai dengan 13 pengajuan, dimana kesepuluh RJ tersebut atau penghentian perkaranya berdasarkan persetujuan Jaksa Agung dan telah memenuhi kriteria,” katanya.

Sementara itu Wali Kota Bandarlampung Eva Dwiana mengatakan bahwa adanya ruang ataupun rumah RJ ini bisa menjadi contoh bagi daerah lainnya untuk membentuk hal serupa.

“Saya mengapresiasi para tokoh masyarakat, pemuda, agama serta para pemangku kepentingan yang dapat memfungsikan rumah RJ ini, agar masyarakat lebih memahami aturan hukum yang berlaku, serta bahwa tidak semua perkara tindak pidana harus diproses hukum tapi dapat dengan kekeluargaan atau musyawarah untuk diselesaikan, namun dengan persyaratan tertentu, ataupun kreteria yang ditentukan,”kata Eva.