WAYKANAN, Teraslampung.com — Film dokumenter karya aktivis Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia,Dhandy Dwi Laksono dan Suparta AZ (Ucok Patra, Samin VS Semen, meramaikan peringatan Hari Air Sedunia (World Water Day), 22 Maret 2016 di Kabupaten Way Kanan yang diputar di aula Kantor Lingkungan Hidup (KLH) setempat, Selasa (22/3).
Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian (Kasi Wasdal) KLH Way Kanan, di Blambangan Umpu, Selasa (22/3) berharap dengan adanya pemutaran film tersebut berdampak positif.
“Paling sederhana kita bisa mengajak orang-orang terdekat kita untuk tidak menyia-nyiakan air, bagaimana berwudhu dengan tidak boros air salah satunya. Terima kasih kepada Ansor yang mengajak kita nonton film sambil bincang-bincang santai. Perilaku kita menghargai air perlu terus dikampanyekan,” kata dia lagi.
Ada tujuh sungai besar di Way Kanan, dan kualitas airnya harus dijaga bersama. Apalagi, ujar Arif menambahkan nama Way Kanan berasal dari nama satu sungai yang ada. “Kalau sungai kotor, tercemar, jelas ada pengingkaran,” ujar Arif lagi.
Ketersediaan air saat kemarau di Way Kanan sangat dibutuhkan. “Survei kami harga air bersih 1.000 liter kisaran Rp50 ribu hingga Rp60 ribu. Kondisi semacam ini juga menjadi persoalan, karena itu perlu ada solusi bersama. Apalagi, sejumlah sungai kualitasnya sudah tidak memadai untuk kebutuhan rumah tangga seperti dipaparkan pihak KLH,” kata Ketua Pemuda Muhammadiyah, Munawar.
Mis’at, warga Kelurahan Blambangan Umpu menyatakan, beberapa tahun terakhir ini masyarakat sudah tidak bisa mandi di sungai Way Umpu. Kondisi tersebut berbeda dengan tahun 1980.
“Dulu saat kemarau, warga bisa mandi di sungai Way Umpu, sekarang tidak ada lagi yang mau. Air sungai Way Umpu yang tadinya bisa digunakan masyarakat melalui Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sekarang tidak bisa lagi. Jika warga harus membeli 1.000 liter air sungai Way Umpu Rp10 ribu pun saat kemarau, tentu tidak akan mau,” kata Mis’at lagi.
Sungai Way Umpu menurut KLH sudah tercemar, dari kualitas satu menjadi kualitas tiga, yang artinya dari layak konsumsi menjadi tidak lagi layak konsumsi akibat adanya pencemaran diakibatkan penambangan emas ilegal.
“Kita telah menyaksikan bersama film tadi, bagaimana masyarakat Samin berupaya mati-matian menjaga mata air yang bermanfaat bagi pertanian, bagi kehidupan, bagi masa depan. Pernyataan sahabat-sahabat tadi menegaskan jika kualitas air yang baik sangat dibutuhkan bagi keberlangsungan hidup hari ini dan esok. Siapa yang bertanggung jawab? Tentu bukan hanya Ansor, bukan KLH, bukan Pemuda Muhammadiyah, tapi tanggung jawab bersama untuk menjaganya,” ujar Ketua Pemuda Ansor Way Kanan Gatot Arifianto yang menjadi moderator diskusi santai tersebut.
Samin VS Semen produksi Watchdoc berdurasi 39 menit 25 detik. Film tersebut bercerita gerakan perlawanan kelompok masyarakat di kawasan bukit kapur Rembang dan Pati atas rencana pembangunan pabrik semen guna menjaga mata air yang harus dijaga untuk kehidupan mendatang.