Sang Penakluk

Bagikan/Suka/Tweet:

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Ilmu-Ilmu Sosial Pascasarjana FKIP Unila

Setiap periodesasi abad atau seratus tahun hitungan kalender; ada saja manusia yang muncul di muka bumi ini berperan sebagai penakluk, atau agressor, bagi manusia lainnya. Tokoh itu pun muncul tidak bisa diprediksi dari daerah atau wilayah mana, etnis apa, dan negeri mana.

Adapun inti atau dorongan untuk menjadikan dirinya sebagai penakluk, bisa bermacam macam; sesuai dengan isu global saat itu. Bisa perluasan wilayah karena alasan mencari jajahan baru, perluasan ideologi bahkan agama, perdagangan atau ekonomi, politik, dan atau gabungan dari semua atau beberapa alasan tadi.

Sisi pandang “penakluk atau agresor” pun dipandang dari segi mana. Jika pelaku, jelas akan mengatakan dirinya adalah penakluk, sementara jika itu berasal dari pihak yang diperangi atau korban, akan menyebutnya sebagai agresor. Oleh sebab itu, dalam mengkaji kedua hal ini harus berdiri di luar kelompok keduanya; dengan harapan analisis sudut pandang menjadi bersih dari epistemologi dan aksiologi sebegai penganalisis.

Kita telisik siapa siapa dianaranya para penakluk yang terkenal itu dan tercatat dalam sejarah: Pertama, Nebukadnezar II (Aksara Paku Babilonia: Nebuchadnezzar in Akkadian.png Nebukadnezar II (Ibrani: נְבוּכַדְנֶצַּר Nəḇūḵaḏneṣṣar; bahasa Yunani: Ναβουχοδονόσωρ, Naboukhodonósôr, bahasa Inggris: Nebuchadnezzar; Arab:بختنصر Bikhatunshar atau Bukhtanasar) (~ 630-562 SM), adalah penguasa Kekaisaran Babilonia Baru dalam Dinasti Kasdim yang berkuasa ~605 SM-562 SM selama 43 tahun. Ia naik tahta menggantikan ayahnya, Nabopolassar, yang meninggal pada tahun 605 SM.

Nebukadnezar berhasil menaklukkan Siria dan Fenisia, memaksa upeti dari Damaskus, Tirus dan Sidon. Ia juga menyerang Asia Kecil, di tanah “Hatti”. Pada tahun 572 SM Nebukadnezar menguasai penuh Babilonia, Asyur, Fenisia, Israel, Filistin, Arabia utara dan sebagian Asia Kecil. Nebukadnezar terus berperang dengan Firaun Psamtik II dan Hofra (Hofra) selama pemerintahannya, dan pada zaman Firaun Amasis II tahun 568 SM, ia diduga pernah menginjakkan kaki di tanah Mesir.

Kedua, Harun Ar-Rasyid adalah khalifah kelima dari Kekhalifahan Bani Abbasiyah di Bagdad. Ia memerintah selama 23 tahun, yakni dari tahun 789 hingga 803. Di bawah kekuasannya, Dinasti Abbasiyah mencapai kejayaannya. Ketika Khalifah Harun Ar-Rasyid memerintah, Bani Abbasiyah menguasai daerah-daerah di Laut Tengah hingga India. Selain itu, di antara khalifah terkenal pada masa Dinasti Abbasiyah, yang menjadikan Bagdad sebagai Kota 1001 Malam adalah Harun Ar-Rasyid.

Masa muda Harun digunakan untuk belajar mengenai banyak hal, mulai dari sejarah, geografi, retorika, musik, sastra, ekonomi, ilmu agama, hadis, dan Al Quran. Ia juga belajar ilmu bela diri, seperti memainkan pedang, memanah, dan belajar strategi perang. Harun pun pernah ditugaskan sebagai tentara melawan Kekaisaran Romawi Timur dengan target menguasai Konstantinopel. Prestasi Harun Ar-Rasyid di militer membuat namanya semakin meroket dan populer. Usai menyelesaikan tugas militer inilah, ia baru mendapat julukan Ar-Rasyid, yang berarti “Pembimbing yang Benar”.

Ketiga, Muhammad Al-Fatih terlahir dengan nama Muhammad II (dalam Bahasa Turki: Mehmet-I Sani) di ibu kota Utsmaniah, 29 Maret 1432 dari pasangan Sultan Murad II dan Huma Hatun. Dia merupakan keturunan Dinasti Turki Utsmani. Dikutip dari buku The Great of Shalahuddin al-Ayyubi & Muhammad al-Fatih, nama Al-Fatih yang berarti Sang Penakluk merupakan julukan padanya lantaran bisa menaklukkan Konstantinopel. Selain diberi gelar Al-Fatih, Muhammad II juga mendapat julukan Abi al-Futuh dan Abi al-Khairat.

Untuk menambah panjangnya daftar ini, kita serahkan kepada sejarawan sekaligus mentataurutkannya, adapun nukilan yang ingin disampaikan adalah, adakah penakluk lainnya yang hakiki dalam persoalan ini; karena setiap periodesasi jaman, hal itu pasti ada. Lalu siapa sebenarnya Penakluk Sejati itu. Ternyata sudah ada peringatan dini yang oleh Rasullulah diwejangkan kepada kita melalui sabdanya ketika memenangkan Perang Badar yang juga disebut perang Kubro atau besar, bisa dibayangkan perbandingan antara tentara Rasullullah dengan musuhnya :

Dalam catatan sejarah perang ini Rasulullah memimpin langsung aksi penyerangan yang hanya melibatkan sekitar 313 orang muslim, 8 pedang, 6 baju perang, 70 ekor unta, dan 2 ekor kuda. Sedangkan kaum Quraisy memiliki 1.000 orang, 600 persenjataan lengkap, 700 unta, dan 300 kuda. Namun tatkala usai peperangan dan dimenangkan beliau bersabda “kita baru saja menyelesaikan perang kecil, menuju kepada peperangan yang lebih besar”. Tentu saja para sahabat terperanjat dan bertanya perang mana sesungguhnya yang besar itu ya Rasul; beliau menjawab “memerangi hawa nafsu”. Di sini seolah kita diminta oleh beliau untuk menjadi “sang Penakluk”; yaitu menaklukkan diri sendiri, dan ini adalah pekerjaan yang paling berat dibandingkan perang manapun di dunia ini.

Sumber perang itu sebenarnya juga andil dari ketidakmampuan mengendalikan hawa nafsu; sehingga manusia bisa saling membunuh, saling menghancurkan karena keangkaramurkaan hawa nafsunya sendiri. Begitu dahsyatnya hawa nafsu ini bisa membutakan mata, mentulikan telinga, untuk berbuat apa saja guna menyalurkan krida hawa nafsunya. Tentu saja setelah terjadi yang tidak diinginkan, baru menyadari kesilapan akan perbuatan yang mendahulukan hawa nafsu tadi. Maka tidak salah jika orang bijak mengingatkan bahwa penyesalan itu datangnya pasti kemudian.