Sarapan Pagi Guru Belajar dengan Menteri Anies Baswedan

Bagikan/Suka/Tweet:

Bukik Setiawan

Para guru dari berbagai daerah di Indonesia berdiskusi dengan Mendikbud Anies Baswedan, 21 November 2015
Apa sih pentingnya Sarapan Pagi para Guru Belajar bersama Menteri Anies Baswedan? Apa pula yang terjadi di tengah Sarapan Pagi itu?
Pada suatu hari, saya membaca status Facebook seorang teman yang menceritakan kegiatan guru. Dalam kalimat tersebut ada kata yang mengusik kesadaran saya “Akhirnya musim bertarung karya antar guru Indonesia dimulai”. Musim bertarung adalah istilah yang mengacu pada kompetisi. Dan bila kita ingat, kecenderungan untuk membuat kegiatan yang kompetitif di dunia guru sangat dominan. Sedikit sedikit lomba, sedikit-sedikit kompetisi, yang kesemuanya diukur dengan menggunakan ukuran angka.
Ada apa dibalik dominannya kegiatan kompetisi guru? Budaya kompetisi menganggap bahwa guru hanya menghasilkan karya terbaik bila mendapat hadiah. Guru harus bersaing dengan guru yang lain mengacu pada kriteria lomba. Tidak sesuai kriteria, guru pasti terbuang dari persaingan. Guru yang terbaik yang akan memenangkan lomba dan mendapat hadiah. Mereka yang kalah harus membesarkan hati untuk mengobati kekecewaan hatinya. Kepuasan dan kekecewaan bersumber dari motivasi eksternal.
Dominannya kegiatan kompetisi guru merupakan salah kaprah pertama tentang guru belajar yang disebutkan dalam Buku Kecil “Komunitas Guru Belajar”:  Guru malas belajar, kecuali bila ada insentif eksternal dalam bentuk tunjangan atau hadiah. Kenyataannya, guru belajar secara alami. Belajar adalah motivasi internal. Motivator utama yang terus mendorong guru untuk belajar adalah keinginan untuk mendapatkan alat dan materi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan murid.
Salah kaprah kedua adalah guru hanya perlu tahu cara melakukan sesuatu, tidak perlu dan tidak bisa paham mengapa melakukan sesuatu. Ketika ada agenda belajar, guru diundang dalam pertemuan untuk mendapatkan sosialisasi. Pelajari dan jalankan. Tidak ada ruang dialog bagi pertanyaan “mengapa saya harus melakukan agenda belajar tersebut?”. Tanpa ruang dialog tersebut, agenda belajar bukan menjadi milik guru, tapi agenda yang dipaksakan pada guru. Guru tidak menolak belajar, tapi guru menolak dipaksa belajar. Budaya kompetisi bahkan membajak tujuan belajar, semata-mata fokus pada kesesuaian kriteria lomba untuk mendapatkan hadiah.
Salah kaprah ketiga adalah kompetensi guru adalah kompetensi yang dapat diukur, diinterpretasi, dan ditingkatkan secara individu, tanpa mempertimbangkan konteks ekosistem. Kenyataannya, proses belajar guru butuh iklik yang positif dan ekosistem yang mendukung pembelajaran. Pelatihan guru mungkin akan melatih guru menjadi lebih terampil, tapi bagaimana guru menerapkan keterampilan itu bila ekosistem di sekolah tidak mendukung? Budaya kompetisi pun sangat menghargai individu, dan melupakan peran ekosistem. Padahal setiap karya meski diciptakan oleh seorang guru, tidak bisa lepas dari pengaruh lingkungan sang guru.
Penyakit kronis pendidikan Indonesia bukan buruknya kualitas guru, tapi berhentinya guru belajar yang bersumber dari salah kaprah pengembangan kualitas guru. Jadi agenda pertama dan utama pengembangan kualitas adalah menemukan strategi dan kegiatan yang memfasilitasi guru belajar berdasarkan motivasi internal, bermakna dan mempertimbangkan konteks ekosistem guru.
Ketiga salah kaprah tersebut sebenarnya bukan monopoli Indonesia. Setidaknya itu yang saya pahami dari obrolan Profesor Anil Gupta dan Menteri Anies Baswedan ketika berkunjung ke India. Pada obrolan tersebut, saya mendengar ide menarik. Upaya menghargai guru belajar dengan mengundang para guru untuk makan malam bersama Menteri Pendidikan. Ide itu saya ingat karena terkesan sederhana, tapi saya percaya bisa menciptakan makna yang luar biasa. Entah kapan terwujud, yang penting saya ingat dulu.
Kesempatan datang ketika saya terlibat dalam panitia Temu Pendidik Nusantara – Kampus Guru Cikal. Saya usulkan dan disepakati dengan sedikit modifikasi. Tidak jadi makan malam karena secara teknis sulit mewujudkannya. Dalam rancangan agenda awal, Menteri Anies Baswedan diagendakan untuk mengisi Diskusi Pembukaan. Jadi yang secara teknis mungkin adalah sarapan pagi. Jadi Menteri Anies tidak perlu datang dua kali, sekali datang dengan dua agenda sekaligus. Rancangan agenda ini yang diajukan. Setelah mengalami dua kali penundaan dan sejumlah kesulitan, akhirnya agenda tersebut terwujud.
Tibalah hari pelaksanaan Temu Pendidik Nusantara – Kampus Guru Cikal, 21 Nopember 2015. Pagi hari saya sudah hadir di lokasi bersama rekan-rekan panitia lain untuk melakukan persiapan, khususnya sarapan pagi. Kacaunya, saya tidak memakai “dress code” yaitu baju atasan putih atau hitam, karena keduanya sedang di laundry. Kekacauan yang menghabiskan energi. Sampai kemudian Bu Dewi Soeharto mengusulkan sejenis kain dan langsung mengenakkannya ke saya. Dan dengan “dress code” dadakan itu saya memfasilitasi Sarapan Pagi Komunitas Guru Belajar dengan Menteri Anies Baswedan. Apa yang terjadi selama Sarapan Pagi?
Sarapan Pagi mulai sudah terlambat 10 menit dari jadwal. Jadi kombinasi “dress code” dadakan, waktu yang mepet pada acara yang dihadiri menteri adalah kombinasi yang tepat untuk menghasilkan sejumlah keringat.
Saya mendampingi Menteri Anies Baswedan masuk ke ruangan Sarapan Pagi yang sudah dihadiri peserta. Saya membuka Sarapan Pagi dengan menceritakan tujuan dan gambaran pesertanya. Tujuan Sarapan Pagi adalah apresiasi terhadap peserta baik sebagai guru maupun sebagai penggerak Komunitas Guru Belajar yang datang dari berbagai daerah. Saya meminta peserta menunjukkan foto yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk menceritakan praktik cerdas pengajaran dan pendidikan yang telah dilakukan.
Pak Agus Moeliono dari Bandung menceritakan pengajaran membaca dan menulis dengan mengajak anak usia dini untuk membaca alam, menulis gambar dan menceritakannya secara lisan yang bertahap secara tulisan sederhana. Bu Hesti bercerita tentang sekolahnya yang berada di tengah media belajar raksasa, yaitu hutan dan danau. Bu Hesti menunjukkan foto anak-anak sedang mengendarai Katinting, perahu tradisional setempat dan menceritakan proses belajar melalui pengalaman langsung dan menceritakan pengalaman tersebut. Bu Dian dari Yogya menceritakan anak-anaknya belajar melalui bermain peran sebagai penyiar televisi.
Pak Ivan menunjukkan foto peserta pelatihan dongeng yang penuh ekspresi sambil menceritakan pengalamannya melatih guru PAUD di Lampung. Pak Dian Misastra bercerita upayanya mengajak anak-anak belajar dari sawah dan ladang agar mereka mencintai pertanian. Upaya yang didorong oleh keprihatinan beliau menyaksikan banyak anak muda yang meninggalkan desa untuk mencari pekerjaan.
Setelah itu, beberapa guru belajar mengajukan permintaan pada Menteri Anies Baswedan untuk bersama-sama memberantas budaya ujian. Karena budaya ujian yang dominan menghambat para guru untuk mengembangkan strategi belajar yang bermakna dan menyenangkan. Bila ingin pendidikan menjadi taman sebagaimana ajaran Ki Hajar Dewantara, maka budaya ujian harus dikikis.
Pada penghujung Sarapan Pagi, saya merangkai makna dari seluruh cerita yang disampaikan para guru. Indonesia yang beragam adalah media belajar raksasa. Guru dan siswa bisa belajar dari lingkungan yang beragam. Ada yang di danau, ada yang di daerah pertanian. Ada yang mendongeng, ada yang menjadi penyiar. Guru belajar butuh kesempatan untuk mengeksplorasi keragaman Indonesia sebagai media belajar. Tantangannya adalah mengikis budaya ujian yang dominan. Dan di akhir, Menteri Anies Baswedan meminta para penggerak untuk menuliskan praktik cerdas pengajaran dan pendidikan sebagai masukan untuknya.
Apa makna Sarapan Pagi bersama Menteri? Pertama, para guru merasa didengarkan, dihargai dan didukung. Peserta memang tidak mendapat hadiah, tapi sarapan pagi justru menumbuhkan motivasi internal untuk guru belajar. Hal itu tercermin dari pengakuan Bu Intan Prajaswari, penggerak Guru Belajar Cirebon, “Sarapan pagi bersama menteri itu menyenangkan dan memberi semangat untuk terus belajar dan berkarya. Pak Anies adalah pejabat publik yang mau “mendengarkan” dengan baik sharing guru-guru.  Sementara, Bu Lany RH, penggerak Guru Belajar Timika mengatakan, “Sarapan pagi membuat saya merasa bahwa yang berwenang ada ‘bersama’ kita, mendengar dan siap untuk mendukung apapun kerja positif kita”.
Bu Hesti dari Soroako mengatakan sarapan pagi bersama menteri itu tak ternilai. “Senang sekali ketika cerita tentang cara kami belajar dan mengajar disimak dengan serius oleh Pak Menteri. Sesederhana itu tapi penuh perhatian pada cerita para guru. Sarapan Pagi memang tidak memberi saya hadiah yang bernilai, tapi memberi makna tak ternilai,” tukasnya. Pak Ivan Bonang dari Lampung menegaskan tentang kebersaman, “Akhirnya kami tak merasa sendiri, kami bersama membawa harapan, menuju keindahan masa depan pendidikan”.

Kedua, karena para peserta adalah penggerak komunitas maka mereka akan menularkan semangat Sarapan Pagi pada komunitasnya, murid, rekan guru, kepala sekolah, orangtua, ataupun kepala dinas. Sarapan Pagi menjadi kisah yang ditularkan, yang memberi semangat juga pada konteks ekologis pengembangan guru. Percayalah, inspirasi tak ternilai itu akan menular. Selaras dengan pengakuan dari Bu Dian Nofitasari dari Yogya, “Sarapan pagi dengan pak menteri membuktikan bahwa orang hebat yang sesungguhnya akan sangat bersahaja. Dampaknya, saya merasa semangat yang beliau suntikkan dengan kebersahajaan perlu disebarluaskan pada guru-guru lain di daerah”.
Ketiga, Menteri Anies Baswedan dengan hadir pada Sarapan Pagi bisa memahami proses belajar langsung dari guru, tanpa melalui jalur birokrasi. Menteri belajar mendengar kisah, bukan hanya terpaku pada laporan dan angka. Lebih jauh lagi, saya percaya sarapan pagi itu pun memberi semangat dan inspirasi buat menteri. Sarapan pagi adalah oase di tengah padang pasir persoalan pendidikan Indonesia.
Bayangkan dampaknya, bila Sarapan Pagi diadopsi oleh para pengawas. Alih-alih menyelidiki dengan penuh curiga, pengawas bisa mengajak Sarapan Pagi para guru untuk bercerita. Bayangkan dampaknya, bila Sarapan Pagi diadopsi oleh Kepala Dinas Kabupaten-Kota/Propinsi. Alih-alih beralih dari ceremonial dan rapat yang membosankan, kepala dinas bisa mengajak guru untuk Sarapan Pagi dan mendapatkan berjuta inpirasi. Dari Sarapan Pagi, kita awali hari untuk pendidikan yang memerdekakan anak bangsa.
* Pendidik
Catatan Tambahan:
Bila berminat bergabung menjadi anggota atau Penggerak Komunitas Guru Belajar? Silahkan gabung di grup FB Komunitas Guru Belajar dan daftarkan email anda di www.gurubelajar.org.