Sastra Indonesia Menembus Eropa

Bagikan/Suka/Tweet:

Gola Gong

Saat berada di  Frankfurt Book Fair, 13-18/10/2015, ada rasa optimis menyeruak di dalam dada. Kehadiran Indonesia sebagai “Guest of Honour” sangat positif. Pasar Eropa menanti karya-karya kita.

Duapuluhlima tahun ke depan, jika hari ini para penulis muda Indonesia, bekerja keras melakukan kerja-kerja kebudayaan dengan puncaknya adalah menulis (plus dalam Bahasa Inggris), insya Allah, Eropa bahkan dunia, bisa kita jelajahi lewat karya kita.

Itu sebetulnya sudah dimulai oleh karya-karya Pramoedya Ananta Toer, Ahmad Tohari, Taufik Ismail, Goenawan Mohammad. Kemudian di generasi saya – angkatan 90 – terjadi kekosongan. Sebagai penulis pada masa itu, saya sangat merasakan tekanan politik di rezim Soeharto, sangat tidak sehat untuk dunia perbukuan.

Di Frankfurt Book Fair, saya melihat harapan itu menyeruak kembali. Di wilayah prosa, dimotori Leila S. Chudori, Laksmi Pamoentjak, Ayu Utami, Oka Rusmini, kemudian Andrea Hirata, Asma Nadia, Eka Kurniawan, Ahmad Fuadi, Tere Liye, panggung berhasil direbut.

Kemudian saya menyaksikan generasi komik Indonesia, yang berjibaku mengenalkan kreativitas mereka ke etalase dunia, sungguh mengharukan. Wahyu Aditya, Mice….
Saya merasakan, bahasa Inggris memang sangat vital. Untuk tema novel, sesuatu yang berbau kampung, isu gender, agama, sosial-politik Indonesia masih sangat sexy di Eropa. Itu sangat digemari. Karya Leila, Ayu, Oka, dan Laksmi sangat digemari.

Maka, mari berhenti membincangkan persoalan hegemoni. Sekarang saatnya menulis dengan semangat menembus dunia.

Sebagai penulis yang berdomisili di Banten, saya melihat potensi “lokalitas” itu ada. Niduparas Erlang dan Rahmat Heldy Hs harus bekerja lebih keras lagi mencari “bom” di Banten. Pelapisnya di generasi Ahmad Wayang, Abdul Salam dan Poetry Ann dan Ardian Je… sudah harus mulai rajin menulis novel. Sejak sekarang, saya sedang menyiapkan 3 buku saya, agar bisa menembus pasar dunia; Balada Si Roy (Gramedia), Airmata Kopi (Gramedia), dan Pasukan Matahari (Indiva). Harapan kita simpan setinggi langit…

Sungguh, setelah pesta literasi ini usai, dunia menunggu karya-karya berikutnya dari Indonesia.