Sastrawan Lampung Udo Z Karzi Kembali Memenangi Hadiah Sastra Rancage 2025

Bagikan/Suka/Tweet:

Teraslampung.com — Sastrawan Lampung Udo Z Karzi memenangkan Hadiah Sastra Rancage 2025 untuk kumpulan cerpennya, “Minan Lela Sebambangan: Selusin Cerita Buntak”. Hebatnya ketiga Rancage ya ia terima dari tiga genre sastra yang berbeda. Sebelumnya, Udo menerima Hadiah Sastra Rancage 2008 dan 2017 untuk buku puisinya “Mak Dawah Mak Dibingi”(terbit 2007) novelnya “Negarabatin” (terbit 2016).

“Berdasarkan pertimbangan atas tiga judul yang dinilai ditetapkan penerima Hadiah Sastra Rancage 2025 untuk sastra Lampung adalah ‘Minan Lela Sebambangan, Selusin Cerita Buntak’ , kumpulan cerpen karya Udo Z Karya, terbitan Pustaka LaBRAK, 2024,” kata Ketua I Yayasan Kebudayaan Rancage Etti RS yang membacakan Pengumuman Pemenang Hadiah Sastra Rancage 2025 di Gedung Perpustakaan Ajip Rosidi, Bandung, Jumat, 31 Januari 2025.

Udo Z Karzi menyisihkan dua karya lain: “Lehot Meranai Sai jama Kundang ni” kumpulan puisi karya Edy Samudra Kertagama dan “Ranglaya Mulang” kumpulan puisi karya Elly Dharmawanti.

Selain sastra Lampung, Rancage 2015 juga diberikan kepada sastrawan Sunda, Jawa, Bali, dan Batak.

Untuk karya sastra Sunda, pemenang tahun ini jatuh pada kumpulan cerita pendek berjudul “Anggota Dewan Ngagantung Maneh” karya Hidayat Soesanto. Bagi sastra Jawa, hadiah Rancage diberikan untuk antologi puisi berjudul “Dalan Sidhatan” (Persimpangan Jalan) karya St Sri Emyani.

Sedangkan karya sastra Bali, Rancage diberikan untuk kumpulan puisi berjudul “Renganis” karya Komang Sujana menjadi pemenang tahun ini. Kumpulan cerpen berjudul Perhuta-Huta Do Hami karya Panusunan Simanjuntak mewakili karya sastra Batak.

”Untuk Hadiah Jasa, diberikan kepada Us Tiarsa. Lebih dari 60 tahun, beliau konsisten melakukan berbagai hal untuk karya sastra Sunda. Dia adalah wartawan, aktor teater, penulis buku yang luput dari pengamatan pemerintah pusat,” kata Etti.

Tidak seperti sebelumnya, kata Etti, tidak ada hadiah sastra untuk Lampung dan Madura. Tahun ini juga tidak ada penghargaan Samhudi yang diberikan kepada penulis karya sastra anak.

Etti mengakui, sebagian besar penulis dan mungkin pembaca karya sastra daerah sudah berumur. Dia menyebut, usianya di atas 50 tahun.

”Kecuali Bali, tahun ini tidak banyak penulis muda sastra daerah. Bali punya banyak dukungan dari pemerintah daerah hingga kuatnya pendidikan di sekolah, adat, dan ritual keagamaan,” kata Etti.

Oleh karena itu, dia mengatakan, tahun ini, Yayasan Rancage hendak melakukan sejumlah riset untuk menelaah penyebab terhambatnya regenerasi penulis. Apabila pemetaan sudah dilakukan, bakal ada perlakuan khusus untuk mengatasinya.

Salah satu hal yang berpotensi dilakukan ke depan, kata Etti, adalah menampung karya sastra yang ditayangkan secara digital. Saat ini, semua karya yang dinilai tim juri di ajang Hadiah Sastera Rancage hanya dalam bentuk cetak atau buku.

”Perkembangan zaman membuat karya sastra banyak diterbitkan di media sosial atau bentuk digital lainnya. Apabila ke depan ada penilaian khusus untuk karya itu, mungkin bisa menarik minat banyak orang pada karya sastra,” katanya.

Meski tanpa Hadiah Samhudi, karya sastra Banjar dan Madura, Rancage tahun ini kembali memberikan Hadiah Jasa. Penghargaan itu diberikan untuk sosok atau lembaga yang berjasa bagi pengembangan sastra daerah.

Etti menyebut, tahun 2025, dewan juri menilai 54 judul. Sebanyak 16 judul karya sastra Sunda, 17 judul karya sastra Jawa, 14 judul karya sastra Bali, 4 judul karya sastra Batak, dan 3 judul karya sastra Lampung.

”Para pemenang akan mendapat piagam dan uang tunai Rp 7 juta. Adapun acara penyerahan hadiah akan diumumkan menyusul dalam waktu dekat,” kata Etti.

Kelebihan ‘Minan Lela Sebambangan’

Juri sastra Lampung Prof. Dr. Farida Ariyani, M.Pd. mengatakan, “Minan Lela Sebambangan” bukan hanya sebuah kumpulan cerita pendek, melainkan juga sebuah upaya konkret untuk menggali, menghidupkan, dan memopulerkan bahasa serta tradisi perkawinan adat Lampung di tengah arus globalisasi.

“Udo Z. Karzi, sebagai penulis sekaligus tokoh yang peduli terhadap perkembangan sastra Lampung, memanfaatkan karya ini untuk menyampaikan beragam kisah yang sarat dengan nilai-nilai lokal dan kearifan budaya Lampung,” kata Ketua Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Kebudayaan Lampung (PBKL) Universitas Lampung (Unila) ini.

Melalui antologi ini, kata dia, , pembaca diajak untuk mengenal lebih dekat kehidupan masyarakat Lampung dengan segala dinamikanya, mulai dari tema cinta, konflik sosial hingga tradisi yang khas seperti sebambangan, urau, warahan, sagata.

Menurut guru besar pertama dalam bidang bahasa Lampung FKIP Unila ini, Udo Z Karzi juga berusaha menghidupkan bahasa Lampung dengan memadukan istilah-istilah etnis lain dan bahasa slank dalam bahasa Indonesia sehingga karya sastra tersebut lebih asyik untuk dibaca. Hal ini menjadi keunggulan dan kebaruan di antara karya sastra lainnya.

“Oleh karena itu, penilaian terhadap antologi cerita pendek ‘Minan Lela Sebambangan’ sangat relevan untuk mengapresiasi nilai-nilai sastra dan budaya yang terkandung di dalamnya sekaligus memahami kontribusinya dalam perkembangan sastra daerah di Indonesia,” tegas Farida.

Dia berharap semua pihak yang peduli untuk membangun kebersamaan dalam mengembangkan sastra Lampung. “Berbuat dan saling melengkapi. Kelebihan kalian, Adik-adikku itu kelemahan saya. Dan, sebaliknya. Semoga tahun depan akan ada lebih dari tiga karya sastra Lampung yang bisa dinilai untuk Rancage.”

Mengenai kemenangannya ini, Udo Z Karzi mengaku senang karena sastra Lampung masih eksis, tetapi sekaligus merasa agak prihatin.

“Terus terang, saya bilang saya menang karena memang sedikit saingan. Saya memenangi Hadiah Sastra Rancage yang ketiga kali di tengah minimnya karya sastra Lampung. Tahun ini kebetulan ada tiga judul sebagai syarat minimal agar bisa bisa dinilai dan memperoleh Hadiah Rancage. Tahun lalu, 2024, sastrawan Lampung tidak ada yang memperoleh Rancage karena tidak ada karya sastra Lampung yang terbit tahun 2023,” kata dia.

Senada dengan Farida,Udo berharap sastra Lampung akan lebih berkembang lagi dengan judul karya, penulis, dan penerbit yang terus bertambah, baik secara kuantitas maupun kualitas.

Christian Heru Cahyo Saputro