TERASLAMPUNG.COM — Sastrawan dan wartawan senior, Arswendo Atmowiloto wafat pada Jumat petang di kediamannya di Kompleks Kompas, Petukangan, Jakarta. Kabar duka ini telah dikonfirmasi kebenarannya oleh salah satu sahabat dekatnya, Eros Djarot.
“Iya betul,” kata Erros Djarot saat dikonfirmasi Antara, Jumat. 19 Juli 2019.
Sebelumnya, kabar wafatnya Arswendo Atmowiloto ini juga beredar di Whatsapp Group wartawan.
“Telah meninggal dunia dengan tenang pak Arswendo Atmowiloto hari Jumat, 19 Juli 2019 pukul 17.50 di rumah Kompleks Kompas Jalan Damai, Pesanggrahan, Jakarta. Kabar pemakaman dll menyusul.”
Arswendo Atmowiloto sebelum ini dikabarkan menderita kanker prostat. Sebelum wafat, Arswendo Atmowiloto juga sempat menjalani perawatan di Rumah Sakit Pertamina Pusat, Jakarta.
Arswendo Atmowiloto lahir di Solo, Jawa Tengah, pada 26 November 1948. Arswendo pernah kuliah di IKIP Solo, tetapi tidak tamat. Ia pernah memimpin Bengkel Sastra Pusat Kesenian Jawa Tengah, di Solo (1972), kemudian menjaid wartawan Kompas dan pemimpin redaksi Hai, Monitor, dan Senang.
Tahun 1979 mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City, Amerika Serikat.
Selain wartawan, ia juga terkenal sebagai seorang penulis karya sastra. Ia juga merambah dunia televisi dan film dengan menulis skenario. Nama Arswendo Atmowiloto semakin dikenal luas setelah mendirikan Production House dan memproduksi sinetron populer Keluarga Cemara hingga Satu Kakak Tujuh Keponakan.
Pria yang di kalangan wartawan muda akrab disapa Mas Wendo itu dikenal sebagai sastrawan dengan pergaulan luas. Ia juga tidak pelit ilmu.
Selain membalik nama aslinya dari Sarwendo menjadi Arswendo, pria yang mudah bergaul ini juga sering memakai nama samaran dalam menulis buku atau cerita di koran.
Untuk cerita bersambungnya, Sudesi (Sukses dengan Satu Istri), di harian Kompas, Arswendo menggunakan nama Sukmo Sasmito. Untuk Auk yang dimuat di Suara Pembaruan ia memakai nama Lani Biki, kependekan dari Laki Bini Bini Laki, nama iseng yang ia pungut sekenanya. Nama-nama lain pernah dipakainya adalah Said Saat, B.M.D Harahap, dan Titi Nginung. Kalau ditanya alasan memakai nama samaran, Arswendo biasanya menjawab sekenanya sambil terkekeh.
Beberapa novel dan buku cerita karya Arswendo yang terkenal pada dekade 1980-an hingga 1990-an antara lain Canting dan Dua Ibu. Sedangkan buku nonfiksi karya Arswendo yang banyak menjadi rujukan para pengarang Indonesia dan guru adalah Mengarang Itu Gampang.
Bagi Wendo, penulis adalah profesi terhormat. Sebab itu, meskipun berada di dalam penjara, ia tetap menulis dan menghasilkan tiga buku. Yaitu Menghitung Hari (1993) Khotbah di Penjara (1994), serta Surkumur, Medukur, dan Plekunyun (1995).
Saat sakit hingga menjelang wafat pun ia masih menyelesaikan naskah novel berjudul Barabas. Rencananya novel tersebut akan diterbitkan pada Agustus 2019.
Buku lain karya Arswendo ada puluhan, baik berupa novel, kumpulan cerita pendek, naskah drama, maupun skenario.
Antara lain:
- Serangan Fajar (diangkat dari film yang memenangkan 6 Piala Citra pada Festival Film Indonesia) (1982)
- Pacar Ketinggalan Kereta (skenario dari novel “Kawinnya Juminten”) (1985)
- Anak Ratapan Insan (1985)
- Airlangga (1985)
- Senopati Pamungkas (1986/2003) (karya bestseller)
- Akar Asap Neraka (1986)
- Dukun Tanpa Kemenyan (1986)
- Indonesia from the Air (1986)
- Garem Koki (1986)
- Canting (sebuah roman keluarga) (1986) – termasuk bestseller
- Pengkhianatan G30S/PKI (1986)
- Lukisan Setangkai Mawar (17 cerita pendek pengarang Aksara) (1986)
- Telaah tentang Televisi (1986)
- Tembang Tanah Air (1989)
- Menghitung Hari (1993)
- Sebutir Mangga di Halaman Gereja: Paduan Puisi (1994)
- Projo & Brojo (1994)
- Oskep (1994)
- Abal-abal (1994)
- Khotbah di Penjara (1994)
- Auk (1994)
- Berserah itu Indah (kesaksian pribadi) (1994)
- Sudesi: Sukses dengan Satu Istri (1994)
- Sukma Sejati (1994)
- Surkumur, Mudukur dan Plekenyun (1995)
- Kisah Para Ratib (1996)
- Senja yang Paling Tidak Menarik (2001)
- Pesta Jangkrik (2001)
- Keluarga Cemara 1
- Keluarga Cemara 2 (2001)
- Keluarga Cemara 3 (2001)
- Kadir (2001)
- Keluarga Bahagia (2001)
- Darah Nelayan (2001)
- Dewa Mabuk (2001)
- Mencari Ayah Ibu (2002)
- Mengapa Bibi Tak ke Dokter? (2002)
- Dusun Tantangan (2002)
- Fotobiografi Djoenaedi Joesoef: Senyum, Sederhana, Sukses (2005)
- Kau Memanggilku Malaikat (2007)
- Imung
- Kiki
Tempo.co/DBS