Opini  

Sejarah Bani Israel dan Yahudi

Bagikan/Suka/Tweet:
Oleh  Munif Nasir*
Israel
adalah gelar yang diberikan untuk nabi Yakub bin Ishak bin Ibrahim a.s. yang
berarti “Hamba/Pasukan Allah” (Hafidz, h.14). Meskipun gelar itu
dikhususkan untuk nabi Yakub namun jika berbicara mengenai bangsa Israel maka
sama sekali tidak bisa dipisahkan dari sejarah nabiyullah Ibrahim a.s. karena
semua literatur agama telah menetapkan bahwa Ibrahim a.s. adalah bapak panutan
bagi semua agama samawi (Ali Imran: 67).
Ibrahim
a.s. berasal dari bangsa Smith, satu bangsa yang pada mulanya mendiami Arab Tengah
dan Utara kemudian menyebar ke wilayah Babilonia (Irak) dan Asia.
Dengan
demikian, bangsa Smith yang masih bermukim di wilayah Arab adalah nenek
moyang  bangsa Arab, sedang yang menyebar ke Asia dan palestina adalah
nenek moyang bangsa Asyura dan Israel.
Jika
ditarik garis keturunannya ke atas adalah: Ibrahim bin Tarikh/Azar (6:74) bin
Mahur bin Sarugh bin Rau’ bin Falij bin Abir bin Syalikh bin Arfakhsyid bin Sam
bin Nuh bin Lamik bin Mutwasyalah bin Khanukh (Idris a.s) bin Yarad bin
Mahlayil bin Qanin bin Anwasy bin Syits bin Adam.
Nabi
Nuh setelah diselamatkan dari air bah hijrah ke Makkah bersama pengikutnya dan
dimakamkan di sana, sebagaimana disebut dalam hadist riwayat Ibnu Asakir dari
Abdurrahman bin Sabith: “Sesungguhnya kuburan nabi Nuh, Hud, Syuaib dan Shaleh
terletak di antara Zam-zam, Ar-Rukn dan al-Maqam.” (Katsir, h.95,147,
209). Itu artinya bahwa nenek moyang manusia adalah satu.
Nabi
Ibrahim dilahirkan di Aur di sebuah wilayah yang terletak di Babilonia. Setelah
diselamatkan Allah dari ujian Namrud, Ibrahim as. bersama kedua istrinya dan
sepupunya, Luth, hijrah ke tanah yang diberkahi yaitu tanah air bangsa Kan’an/
Palestina di Baitul Maqdis (29: 26-27; 21: 71-73). Ketika Ibrahim a.s. tiba di
tanah tersebut, 19 S.M., bangsa Kan’an tengah dipimpin oleh seorang raja yang
shaleh bernama Sidiq/ Melkisedeq (Kejadian 14: 18).
Beliau
a.s. pernah meninggalkan Palestina menuju Mesir ketika dilanda paceklik
(Kejadian 12: 10) untuk kemudian kembali lagi ke Palestina hingga wafat dan
dimakamkan di Al-Kholil (Hebron).
Sekembalinya
dari Mesir, Ibrahim a.s. dikaruniai dua orang putra, Ismail dan Ishak. Menurut
Kitab Kejadian: Ismail lahir dari Hajar ketika Ibrahim berusia 86 tahun
(Kejadian 16:16). Sebenarnya Hajar adalah wanita merdeka, bukan seorang budak.
Ia adalah anak dari Raja Mesir, Fir’aun (Syaikh Shafiyyur-rahman Al-Mubarakfury,
Sirah Nabawiyah h.28). Sedang Ishak lahir dari Sarah ketika Ibrahim a.s.
berusia 100 tahun (Kejadian 21:5).
Saat
Ismail masih kecil, dia dan Ibundanya dibawa hijrah ke Makkah di Hijaz dan
melahirkan keturunan besar dan menjadi bangsa Arab (14:37).
Sementara
itu Ishak mempunyai putera bernama Yakub a.s. yang dikemudian hari mendapat
gelar “Israel”. Karena itu penyebutan nama “Bani Israel” hingga saat ini
dikaitkan dengan semua keturunan Yakub a.s. Dua belas anak Ya’qub ini adalah
Rubin, Sya’maun, Levi, Zebulan, Yassakhar, Yahuda, Dan, Gad, Asyer, Naftali,
Yusuf dan Benyamin (Hermawati, M.A. Dra.)
Ishak,
Yakub a.s. dan keturunannya tetap tinggal di negeri Kan’an. Sepeninggal Ishak,
Yakub a.s. dan semua keturunannya pindah ke Mesir karena paceklik yang panjang
melanda negeri Kan’an. Kepindahan Yakub a.s. bersama semua keluarganya yang
berjumlah 70 orang dibawah jaminan putranya, Yusuf a.s., yang saat itu menjabat
sebagai wazir kerajaan Mesir.
Keturunan
Bani Israel di Mesir mengalami perkembangan cukup pesat dan hidup tenteram.
Bangsa Heksus dari Asia yang baru menggulingkan Fir’aun ke-13 memberi
kesempatan kepada mereka untuk berperan di kerajaan selama empat periode, mulai
dari Fir’aun Heksus ke 14-17.
Menyusul
wafatnya Yusuf a.s., kententeraman Bani Israel segera sirna. Keturunan Fir’aun
ke-13 yang digulingkan merebut kembali kerajaan Mesir dari bangsa Heksus dan
mendirikan pemerintahan Fir’aun ke-18 pada abad 16 S.M. Dendam mereka mencapai
puncak ketika Ramses II (1301-1234 SM) (Shalaby, h.32) dari pemerintahan
Fir’aun ke-19 naik tahta (Hafidz, h.35). Bani Israel dalam tekanan
pembunuhan dan perbudakannya (2:49; 29:4; 14:6) hingga nabi Musa memimpin
mereka keluar dari Mesir pada abad 13 S.M (1213 SM) untuk memasuki Kan’an atas
petunjuk Allah (5:21) (Shalaby, h,33).
Akan
tetapi sebagian besar umat Musa a.s. menolak perintah Allāh tersebut untuk
masuk ke Kan’an karena di sana sudah ada penduduk yang memiliki kekuatan dan
keberanian yang lebih besar (Jabariin). Sebagian di antara yang patuh menerima
perintah Allāh adalah dua orang (5:21-25) yaitu Yusya bin Nun dan Kalib bin
Yauqana (Bilangan 13:5-10).
Akibat
penolakan itu Allah menghukum mereka dalam kesesatan di Padang Tih selama 40
tahun (5:26). Musa dan Harun a.s. wafat pada periode ini.
Yusya
bin Nun kemudian diangkat sebagai nabi oleh Allah melanjutkan kepemimpinan Musa
a.s. atas Bani Israel. Di bawah kepemimpinannya bani Israel berhasil memasuki
Palestina dari sungai Urdun kemudian menguasai benteng Ariha setelah
mengepungnya selama enam bulan. Setelah menguasai Ariha, Yusya kemudian
membebaskan Baitul Maqdis dan menetap di sana bersama umatnya.
Setiap
kali nabi dari kalangan Bani Israel meninggal (dibunuh umatnya yang durhaka)
selalu digantikan dengan nabi lain untuk memimpin mereka. Menurut Ibnu Jarir,
sepeninggal Yusya bin Nun Bani Israel berturut-turut dipimpin oleh Kalib bin
Yufana, Hizqil bin Budzi, Ilyas, Ilyasa (38:48), Syamuel (Syam’un)(2:246).
Pada
masa Syamuel, Bani Israel menghadapi serangan raja Jalut. Atas petunjuk Allah,
Syamuel menetapkan Thalut untuk memimpin Bani Israel menghadapi Jalut. Sebagian
pemuka dari kalangan Bani Israel menolak Thalut karena raja harus dari
keturunan Yehuda, sedang Thalut dari keturunan Bunyamin.
Jalut
tewas di tangan salah seorang pasukan Thalut, yaitu Dawud . Setelah Syamuel dan
Thalut meninggal, Allah menjadikan Dawud (1043-973 SM.) menggantikan
kepemimpinan mereka sebagai Raja dan Nabiyullah (2:251).
Dawud
a.s. wafat digantikan oleh Sulaiman a.s. (27:16) (985-932 SM.) yang memperluas
hubungan hingga ke negeri Saba (Bilqis) di Yaman (27:42).
Dawud
dan Sulaiman a.s tidak pernah mempunyai kekuasaan yang luas. Kerajaan mereka
hanya merupakan lingkup kota yang dikelilingi desa-desa sekitarnya (Carr,
18) dari Dan sampai Bersyeba (Osman, 154). Seorang sejarawan Yahudi
bernama Wells, menuliskan bahwa ketika sulaiman berada di puncak kejayaannya
dia hanya memerintah sebuah kota kecil saja (Shalaby, h.52). Hanya kebiasaan
pengikutnya menyebut pimpinan mereka dengan Raja (Carr, 18).
Pegawai
Nabi Sulaiman yang bernama Yarbaam mengadakan pemberontakannya tetapi gagal dan
melarikan diri ke Mesir. Dia kembali ke Palestina setelah nabi Sulaiman a.s.
wafat (Raja-Raja I 12:3).
Saat
Nabi Armiya (Katsir, h.812) menggantikan Sulaiman a.s. Bani Israel
mengalami kemerosotan moral luar biasa. Daerah kerajaan warisan Sulaiman a.s.
terpecah menjadi dua kerajaan yang saling bermusuhan dan berperang:
Utara-Israel dengan pusat di Samaria dipimpin oleh Yarbaam, dan Selatan-Yahuda
di Yerusalem dipimpin keturunan Nabi Sulaiman Rahba’am 922 SM – 915 SM. (Shalaby,
h.54).
Peringatan
Allah melalui Nabi Armiya tidak dindahkan, bahkan nabi Armiya dipenjarakan oleh
umatnya. Maka kemudian Allah menghukum mereka melalu kekuasaan dua raja, Thufan
dan Nebukadznezar (Bukhtanashar).
Kerajaan
Israel di Utara diserbu oleh raja Thufan dari Asyura tahun 721 S.M. dan membawa
penduduknya untuk dijadikan budak. Kerajaan Yehuda di Selatan diserbu raja
Nebukadznezar dari Babilonia (17:4-5) pada tahun 586 S.M. Sepertiga dari
penduduknya dibunuh, sepertiga ditawan dan dijadikan budak di Babilonia,
sepertiga dibiarkan karena mereka adalah orang tua, wanita, anak-anak dan orang
lemah. Benteng-benteng, masjid-masjid, juga Baitul Maqdis, dirusak dan
dirobohkan, taurat dibakar.
Beda
Bani Israel dan Yahudi
Orang
Babil menamakan penduduk negeri yang diserbunya dengan “Yahudi”, sedang
kepercayaan yang mereka anut sebagai agama Yahudi. Mulai saat itu nama Yahudi
itu dikenakan kepada siapa saja yang menganut kepercayaan Yahudi, meskipun ia
bukan keturunan Bani Israel. Itulah perbedaan Yahudi dan Israel.
Sejak
kedua Negara-kota Israel dan Yehuda jatuh, maka boleh dikatakan tanah Palestina
telah kosong dari orang-orang Bani Israel, karena meskipun pada tahun 538 S.M.
raja Pesia Cyrus merebut Palestina dari Nubukdznezar dan memperbolehkan orang-orang
Bani Israel kembali ke wilayah Palestina, mereka memilih untuk tinggal di
tempat penawanan yang sudah memberikan kenyamanan dibanding di Palestina
(Shalaby, h.60).
Akibat
penyerbuan itu jadilah mereka sebuah bangsa yang terpencar-pencar (diaspora) ke
berbagai Negara: Mesir, Babil, Hijaz yaitu di Yatsrib dan Wadil Qurra’.
Sebagian
Bani Israel yang kembali ke Palestina, mencoba untuk membangun Baitul Maqdis (Katsir,
h.816-818). Namun Iskandar Agung dari Macedonia menyerbu mereka dan
menghancurkan Baitul Maqdis pada tahun 330 S.M.
Kemudian
Palestina berturut-turut dikuasai bangsa Ptolemaic dari Syiria. Mereka mengusir
Bani Israel dan menghapuskan seluruh pengaruhnya karena mencoba mengadakan
pemberontakan yang dipimpin rahib Mattathias tahun 167 SM. Mattathias meninggal
sebelum berhasil dan digantikan putranya, Maccabaeus tahun 160 SM juga tanpa
hasil. Kemudian diteruskan Makkabi Aristobulus tahun 104 SM.
Setelah
itu Penguasa Romawi pada masa Bampiyos/ Pompey pada tahun 63 S.M. dan kaisar
Titus pada tahun 70 M. mengambil alih Palestina. Bahkan Titus memusnahkan kota
Yerusalem dan menghancurkan Haikal yang dibangun pada zaman Cyrus (Shalaby,
h.61-62).
Ketika
kaisar Adrianus berkuasa di Yerusalem pada tahun 135M., Bar Kokhba memimpin
orang-orang Yahudi melancarkan pemberontakan. Namun pemberontakan tersebut
dapat digagalkan. Sebagai hukuman mereka dihancurkan kembali dengan dibunuh dan
diusir. Yahudi lari ke Mesir, Afrika Utara, Spanyol, Eropa, Asia, Syam,
Khaibar, Madinah, India, Cina, Habsyah (Hafidz, h.47).
Ketika
tentara salib menduduki Yerusalem tahun 1099, orang Yahudi diganyang habis.
Pada
tahun 1170 M seorang Yahudi dari Toledo bernama Benyamin melakukan kunjungan ke
Yerusalem. Dia hanya menemukan 1440 orang Yahudi di seluruh Palestina (Garaudi,
h.78).
Meskipun
Sultan Shalahuddin pada tahun 1187 M memperkenankan Yahudi tinggal di Yerusalem
namun Nahmanides pada tahun 1267 M hanya menemukan 2 keluarga saja di seantero
Yerusalem (Garaudi, h.78).
Gen
Bani Israel Sekarang
Setelah
Bani Israel membaur, sangat sulit untuk menentukan keturunannya yang asli –
murni. Namun secara mudah dapat kita simpulkan bahwa sebutan Yahudi adalah
ditujukan kepada siapapun yang masih berpegang dengan ajaran Musa a.s. (Taurat)
(Hafidz, h.16).
Buku-buku
rujukan dan referensi sejarah dan ilmu anthropologi telah menyimpulkan bahwa
keluarnya Bani Israel dari Mesir merupakan suatu pemisah antara zaman darah
asli
 dan zaman darah campuran.
Sebagian
mereka yang berdiaspora ke Eropa berbaur dengan unsur-unsur Syria dan Anatoli
hingga mereka sampai ke pinggir sungai Rhine. Dari sana mereka menyebar ke
Eropa dan Rusia. Beberapa waktu kemudian sebagian besar wilayah itu telah
menganut agama Yahudi yang mereka bawa. Kaum Fulasya dari Ethiopia, Tzamil dari
India, Haraz dari Turki (Shalaby, h.34-36).
Maka,
sesungguhnya yang kita hadapi sekarang adalah Yahudi yang tidak ada hubungannya
sama sekali dengan Bani Israel. Jika masih ada, maka mungkin bisa dihitung
dengan jari.
Yahudi
yang mencaplok Palestina sama tidak ada relasi dengan Palestina baik keturunan
ataupun sejarah. Pemerintahan mereka di sebagian kecil wilayah Palestina tidak
lebih dari 4 abad.
Sementara
pemerintahan Islam telah berlangsung di sana selama 12 abad (636-1917 M.).
Yahudi yang berkuasa di Palestina sekarang adalah orang-orang Khazar (Kojar)
yang mendiami wilayah Kokaz di Rusia selatan yang memeluk ajaran Taurat pada
tahun 740 M.
Yahudi
Khazar (Kojar) ini kemudian bermigrasi ke Eropa dan Amerika pada tahun 1881 M.
setelah diusir oleh karena berusaha menggulingkan pemerintahan kaisar Rusia
Alexander-Czar II. Mereka menghadapi ancaman antisemit karena mereka sangat
tidak disukai oleh bangsa manapun, dimanapun (Shaleh, 28-30). sehingga
komunitas mereka dikurung dalam pemukiman-pemukiman yang mengenaskan yang
disebut Ghetto.
Para
ahli genetika berpendapat bahwa kaum Yahudi sekarang yang menjajah Palestina
adalah perkumpulan berbagai jenis ras (mix race) (Hafidz, h.51) yang
dipersatukan oleh nasib dan watak khas. Akibat pembauran itu mereka menggunakan
bahasa campuran antara Syiriak, Akidan dan Phinisian (Carr, h17). Bahasa yang
kini dipakai untuk pembicaraan sehari-hari disebut bahasa Aramik (Shalaby,
h.18).
Meskipun
para arkeolog telah mengadakan penelitian diantara dua sungai besar Nil –
Eufrat mereka tidak menemukan benda apapun yang membuktikan pernah ada kerajaan
Israel seperti yang tertulis dalam Kitab 1 Raja-raja. Dan pasti, di antara
mereka ada sekelompok orang yang tidak segan-segan melakukan distorsi sejarah
yang sering tampil dalam program-program propaganda tertentu. Mereka berdiri di
depan puing-puing tembok kuno untuk memaklumkan bahwa tembok tersebut dibangun
pada masa kekuasaan Raja Dawud.
Bukti
sejarah yang ada menunjukkan bahwa wilayah terluas yang dapat diwujudkan oleh
bangsa Israel sepanjang sejarah adalah ketika mereka menduduki tanah Palestina,
Dataran Tinggi Golan, Libanon Selatan, Sinai untuk pertama kalinya tahun 1967
(Osman, 154). Munif Nasir (L/Munif/R1/EO2)
Rujukan
:
Al-Qur’an, Digital, versi
3.1.
Alkitab, Percetakan
Lembaga Alkitab Indonesia Ciluar-Bogor, 1991.
Carr,
William G., Yahudi Menggenggam Dunia, Pustaka Al-Kautsar Jakarta,
Cetakan Keenam Mei 2004.
Osman,
Ahmad, Israel, Siapa Mereka ?. Fima Rohdeta. Cetakan pertama
Januari 2008. Judul asli:Tarikh al-Yahud juz I, Penerbit: Maktabah
al-Syuruq.
Hafidz,
Muh. Ahmad Diyab Abdul, Menguak Tabir dan Konspirasi Yahudi.
Pustaka Setia Bandung. Cetakan I – 2005. Judul asli: Adhwaa’u ‘ala
Al-Yahudiyyah min Khilal Mashadiriha.
Hermawati,
M.A. Dra. Sejarah Agama dan Bangsa Yahudi. Rajawali Pers.
Shalaby,
Ahmad, Perbandingan Agama Agama Yahudi. Bina Ilmu, Surabaya.
Cetakan pertama 1990.
Katsir,
Ibnu. Qishashul Anbiya. Amelia, Surabaya. Cetakan Pertama, April
2008.
Mubarakfury,
Al- Syaikh Shafiyyur-rahman. Sirah Nabawiyah. Pustaka Al-Kautsar. 1997.
Shaleh,
Muhsin Muhammad. Palestina: Sejarah, Perkembangan dan Konspirasi.
Gema Insani Press, Jakarta. Cetakan Pertama, Juni 2002.
* Ketua Aqsa Working Group (AWG) Jawa Barat, Alumni Mu’assasah Al-Quds Ad-Dauliy, Yaman. Tulisan ini pernah dimuat di mirajnews.com