Jejak  

Sejarah Hari Ibu, Berawal dari Kongres Perempuan Indonesia (3)

Bagikan/Suka/Tweet:
Kongres Perempuan Indonesia 1929 (repro: wartafeminis)
PPPI
bertujuan memberikan informasi dan menjadi mediator berbagai perkumpulan
perempuan di dalamnya.
Selain
Kongres Perempuan di atas, muncul berbagai perkumpulan berdiri atas inisiatif
peserta Kongres yang dimaksudkan untuk membela dan melindungi hak perempuan, di
antaranya Perkumpulan Pemberantasan Perdagangan Perempuan dan Anak-anak (P4A)
yang didirikan tahun 1929. Pendirian perkumpulan itu disebabkan oleh
merajelanya perdagangan anak perempuan. Pada tahun tersebut berita tentang
beberapa anak perempuan dari Desa Pringsurat di Magelang yang diculik saat
berwisata ke Semarang menjadi sorotan media massa.
Mereka
diculik dan dibawa ke Singapura setelah sebelumnya dibius dan tak sadarkan
diri. Peristiwa itu menjadi suatu pembicaraan ramai. Pemerintah kolonial
meskipun menyatakan dukungan tetapi tidak aktif membantu P4A. Meskipun begitu,
pada tahun 1930, P4A berhasil menyelamatkan dua orang anak perempuan dari Jawa
Tengah dan dikembalikan ke keluarganya. Mereka diselamatkan saat akan dilakukan
transaksi atas diri mereka di rumah bordil di Singapura.
Kongres
Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia,
Jakarta
28-31 Desember 1929
Kongres
PPPI diikuti oleh perkumpulan perempuan yang menjadi anggotanya. Kongres
diketuai oleh Ny. Mustadjab. Pada Kongres ini isu yang diangkat sebagai
pembahasan di antaranya adalah masalah kedudukan dan peran sosial dan ekonomi
perempuan, peran dan kedudukan perempuan dalam perkawinan, dan kehidupan dalam
keluarga. Permasalahan perkawinan khususnya poligami, kawin paksa dan
perkawinan anak-anak juga menjadi topik yang dibahas tersendiri. Mengenai
Kongres Perempuan I, diinformasikan pada peserta bahwa tiga mosi di atas yang
disampaikan kepada pemerintah disambut dengan baik.
Kongres
memutuskan
:
1.     
mengganti
nama PPPI menjadi Perikatatan Perkumpuan Istri Indonesia (PPII). Agar tidak
nampak bahwa perkumpulan ini sebagai satu perkumpulan atau unity, melainkan hanya bersifat federasi atau gabungan;
2.     
anggaran
dasar yang baru menyebutkan tujuan penggabungan itu adalah menjalin hubungan di
antara perkumpulan perempuan untuk meningkatkan nasib dan derajat
perempuan Indonesia dengan tidak mengkaitkan diri dengan soal politik dan
agama;
3.     
mengajukan
mosi kepada pemerintah untuk menghapuskan pergundikan.
Kongres
ini sempat diwarnai ketegangan dan kepanitiaan mengalami kekacauan karena
Kongres hampir dilarang. Hal itu terkait dengan situasi yang terjadi saat itu,
yaitu Bung Karno ditangkap di Yogyakarta. Kantor dan tempat gedung pertemuan
sempat digeledah polisi. Setelah mendapat surat perijinan yang lengkap dari
pejabat yang berwenang, polisi kemudian membolehkan Kongres dibuka. Kongres
dilangsungkan di Gedung Thamrin di Gang Kenari.
Semangat
peserta Kongres sangat menggebu dan antusiasmenya tinggi. Massa rakyat pun
mendukung Kongres ini, “yel-yel merdeka!” dipekikkan oleh massa rakyat. Gedung tempat
pelaksanaan Kongres menjadi menggelegar. Polisi yang mengawasi mengancam akan
membubarkan pertemuan. Maka salah seorang dari pemimpin sidang menyerahkan
penanganan selanjutnya kepada Soejatin (Poetri Indonesia), ketua pelaksana
Kongres Perempuan Pertama 1928.
Soejatin
kemudian berusaha mengendalikan suasana untuk menjadi lebih tertib. Sambutan
demi sambutan diakhiri dengan pekikan “Merdeka, Sekarang!” Maka ruangan kembali
riuh. Hal ini kembali membuat polisi gelisah dan kesal. Mereka berdiri serentak
dan akan berupaya membubarkan rapat. Akan tetapi ketika polisi akan melakukan
itu, Soejatin telah mengetuk palu dan menyatakan rapat umum selesai dan
ditutup. Selanjutnya dilakukan rapat tertutup antara peserta Kongres.
Kongres
turut menyatakan keprihatinannya sehubungan terjadinya penangkapan Sukarno
dengan membatalkan rencana akan mengadakan pameran dan malam penutupan.
Kongres
Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia, Surabaya 13-18 Desember 1930
Kongres
Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia ini juga merupakan yang pertama bagi
perkumpulan ini. Kongres diketuai oleh Ny. Siti Soedari Soedirman. Kongres ini
diikuti oleh perkumpulan perempuan yang menjadi anggota PPII. Karena sifat
federasi dari PPII ini, maka Kongres memutuskan untuk menetapkan asas perkumpulan
yang dapat mengakomodasi bermacam perkumpulan yang ada di dalamnya. Untuk itu
ditetapkan asas yang lebih bersifat umum yang dapat diterima oleh seluruh
anggota perkumpulan. Hal-hal yang menjadi isu yang dianggap peka bagi suatu
perkumpulan tertentu, seperti poligami dan perceraian, tidak dimuat di dalam
asas perkumpulan. Kongres
memutuskan:
1.     
menetapkan
asas yang lebih bersifat umum bagi semua anggota;
2.     
mendirikan
Badan Pemberantasan Perdagangan Perempuan dan Anak-anak (BPPPA) yang diketuai
oleh Ny. Sunarjati Sukemi;
3.     
mengirim
utusan ke Kongres Perempuan Asia yang akan diadakan 19-23 Januari 1931 di
Lahore, India, yaitu Ny. Santoso dan Nn. Sunarjati.
Terbentuknya
BPPPA disebabkan keprihatinan yang mendalam atas nasib yang menimpa anak-anak
peremepuan yang terkena praktek Cina Mindering, yaitu petani meminjam uang dengan bunga yang sangat tinggi dan
tidak dapat mengembalikannya, sehingga kerapkali anak gadis petani dijadikan
penebus hutang-hutang itu.
Kongres
juga mengangkat isu buruh perempuan, khususnya nasib buruh pabrik batik di
Lasem. Diangkatnya isu buruh pabrik batik di Lasem itu diilhami dari laporan
yang dilakukan oleh dr. Angelino akan adanya kejahatan di dalam pabrik itu.
Kongres kemudian mengirim utusan ke Lasem, mereka adalah Soejatin dan Ny.
Hardiningrat. Di Lasem keduanya mengadakan rapat umum dengan para pembatik dan
melakukan penyelidikan ke pabrik. Rapat umum dengan pembatik dilakukan untuk
memberikan kesadaran hak para pembatik di daerah itu. 
Kedua utusan itu mendapat
penjagaan ketat, karena ada kabar bahwa mereka akan dibunuh. Kegiatan yang
sama, yaitu rapat umum dan penyelidikan perusahaan batik pun dilakukan di
Madiun dan Blora, dengan dipimpin oleh Ibu Sudiro. Selain itu, Kongres juga
memprakarsai untuk diterbitkannya majalah Istri.

Selanjutnya: >>> Sejarah Hari Ibu, Berawal dari Kongres Perempuan Indonesia (4)