Opini  

Sekolah Geribik, Salah Siapa?

Para siswa SDN 1 Handuyangratu, Bungamayang, Lampung Utara belajar di kelas berdinding geribik.
Para siswa SDN 1 Handuyangratu, Bungamayang, Lampung Utara belajar di kelas berdinding geribik.
Bagikan/Suka/Tweet:

Feaby Handana

Kabar tentang sekolah berdinding geribik di Lampung Utara sangat mengejutkan publik belakangan ini. Tentu sekolah yang dimaksud adalah SDN 1 Handuyangratu, Bungamayang. Kalau saja kabar tentang itu tidak dibarengi dengan video maupun foto, sudah barang pasti publik tentu tidak akan mempercayainya begitu saja.

Bukannya apa – apa. Di tengah derasnya penggunaan media sosial, publik‎ saat ini mulai jeli terhadap setiap isu yang didengar. Kerap kali terdengar oleh mereka ada orang yang terjerat hukum karena turut menyebarkan kabar hoax. Mereka tentu tak ingin menambah panjang daftar tersebut.

Dahi publik pun kian mengernyit saat mendapati te‎rnyata keadaan ini telah berlangsung cukup lama. Satu dekade sudah kondisi ini berlangsung. Jika ditarik lebih jauh, kondisi ini telah terjadi selama tiga kepemimpinan kepala daerah. Ketiga kepala daerah yang dimaksud ialah Bupati Zainal Abidi, Bupati Agung Ilmu Mangkunegara, dan Bupati Budi Utomo.

Bupati boleh ganti, tetapi‎ tidak dengan nasib mereka. Meski sulit dipercaya, namun faktanya memang begitu. Kelas geribik dicampur dengan papan masih mereka gunakan. Bangunan lainnya yang hanya beratapkan terpal seadanya semakin menyempurnakan penderitaan generasi muda di sana.

Apa yang dialami oleh para pelajar di sana sukses membuat ‘malu’ Pemkab Lampung Utara. Kritikan maupun hujatan terpaksa tidak lagi dapat mereka elakan. Apa pun dalihnya, publik terlanjur menghakimi mereka. Sebab, dalam persoalan ini, akal sehat merekalah yang bekerja untuk mencernanya.

Kendati demikian, publik juga harus adil dalam menilai persoalan ini. ‎Sebab, kalau mau jujur, berlarut – larutnya penyelesaian persoalan ini tak terlepas dari andil semua pihak. Mulai dari pihak sekolah, instansi terkait, legislatif hingga si empunya kebijakan dalam hal ini bupati. Pihak media massa yang pernah terlibat dalam persoalan ini pun tak dapat lepas tangan begitu saja.

Kenapa?karena sekolah geribik ini sejatinya bukanlah persoalan baru. Tahun 2016 silam, p‎ernah ramai diberitakan. Kabar ini tentu bukanlah yang diharapkan oleh Bupati Agung Ilmu Mangkunegara. Kala itu yang bersangkutan baru separuh periode menjabat sebagai kepala daerah.‎ Ia tak ingin kabar ini akan menjadi batu sandungannya saat kembali mencalonkan diri pada tahun 2018.

Sejumlah petinggi Pemkab Lampung Utara pun dibuatnya terpaksa turun ke lokasi‎. Persoalan ini sendiri berawal dari‎ kepindahan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) sekolah tersebut. Gedung yang lama mereka tinggalkan. Mereka pindah ke bangunan yang mereka tempati sekarang sejak tahun 2012 silam.

Alasan kepindahan itu disebut – sebut karena letak sekolah yang tidak strategis. Akibatnya, banyak para wali murid yang enggan menyekolahkan anak mereka di sana. Selain itu, kabar sengketa lahan gedung yang lama semakin memperkokoh alasan kepindahan itu.

‎Proses pemindahan KBM ini sendiri telah disetujui oleh pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2012 lalu. Pihak sekolah mengklaim memiliki bukti tertulis dari instansi yang menaungi mereka terkait pemindahan tersebut. Singkat cerita, mereka pun mulai nyaman untuk menempati bangunan meski dengan segala kekurangannya.

Setelah resmi pindah, jumlah siswa mereka memang meningkat drastis. Dari yang awalnya hanya hitungan belasan, kala itu meningkat menjadi 84 siswa. Peningkatan itu terhitung sejak tahun 2013 silam. Letak bangunan yang ‎berada di kawasan pada penduduk menjadi faktor penentu. Meski kondisi bangunan jauh dari kata layak, namun para wali siswa tak memiliki pilihan lain. Ketimbang menyekolahkan anaknya jauh dari rumah, jadilah sekolah itu sebagai pilihan mereka.‎

Seperti yang sudah – sudah, peninjauan ini pun dibarengi dengan janji manis. Mereka berjanji akan memperbaiki bangunan sekolah yang lama agar para siswa dapat kembali dipindahkan. Sembari menunggu perbaikan terealisasi, proses KBM masih diperbolehkan.‎ Fasilitas pendukung untuk bangunan eks balai dusun juga akan mereka berikan.

Lantaran mendengar langsung janji itu, para‎ kuli tinta yang turut memberitakannya mungkin merasa tak perlu lagi mengawal janji itu agar dapat terealisasi. Entah karena terlalu sibuk dengan kewajibannya, atau memang karena terlalu percaya dengan janji itu, mereka pun mulai melupakan persoalan ini. Di sinilah letak kesalahan mereka.

Seiring berjalannya waktu,‎ janji itu ternyata tidak pernah terealisasi. Jangankan memperbaiki bangunan sekolah yang telah ditinggalkan, sekadar memberikan fasilitas pendukung pun tidak kala itu. Akibatnya, sudah dapat diterka. Kabar sekolah geribik ini pun kembali viral dalam sepekan terakhir.

Kabar sekolah geribik ini kembali sukses membuat malu Pemkab Lampung Utara. Mereka menjadi sasaran kritikan masyarakat. Mereka menilai persoalan ini terjadi karena ketidakpedulian pemkab terhadap sekolah di sana. Padahal, sebelum viral, ‎sejatinya pemerintahan Bupati Budi Utomo melalui instansi terkait telah membangun satu unit ruang kelas baru (RKB) pada tahun 2021 silam.

‎Seolah tak ingin terus – terusan menjadi sasaran kritik, Pemkab melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan akhirnya merespons persoalan ini. Janji manis berupa pembangunan satu ruang kelas baru pun kembali dilontarkan. Satu ‎RKB itu akan dibangun di lokasi yang digunakan sekarang ini. Perkiraannya, rencana itu akan direalisasikan pada tahun ini.

Bukan hanya itu saja, mereka pun langsung memindahkan lokasi KBM ke sejumlah bangunan yang ada di sekitarnya. Meski kondisinya hanya sedikit lebih baik, namun bangunan yang digunakan sekarang ini terbilang tidak malu – maluin amat. Paling tidak, bangunan itu memiliki fasiltas toilet dan air bersih yang sebelumnya dianggap fasilitas mewah karena tidak pernah ada.

Meski telah ada penyelesaian sementara, namun opini publik terlanjur terbangun. Opini yang tentunya mengarah ketidakpuasan. Ketidakpuasan melihat kinerja pihak eksekutif dan legislatif selama ini. Kedua belah pihak itu dinilai tidak cekatan dalam menyelesaikan persoalan itu sehingga butuh satu dekade dulu baru persoalan ini tuntas. Padahal, sejatinya persoalan ini dapat tuntas dengan cepat andai saja kedua belah pihak mau menjalan tugas pokok dan fungsinya dengan baik.

Dengan segala kewenangannya, pihak eksekutif akan dengan mudah menyelesaikan persoalan itu. Karena ini menyangkut pelayanan dasar, sudah sepatutnya mereka memprioritaskan pembangunan gedung di sana. Jika alasannya karena kemampuan anggaran‎ yang tidak mendukung tentu itu dapat dipertanyakan. Toh selama ini, membangun jalan, jembatan atau gedung dengan nilai puluhan hingga ratusan miliar mereka. Bahkan, mobil – mobil dinas baru yang dirasa masih belum begitu diperlukan mampu mereka beli.

Pihak legislatif pun begitu. Andai saja mereka mau menjalankan tugasnya dengan baik, sekolah geribik ini dapat terselesaikan pada saat pertama kali viral. Dengan fungsi pengawasan yang melekat, mereka dapat dengan mudah menekan pihak eksekutif untuk menyelesaikan persoalan ini. Dengan demikian, kabar sekolah geribik ini tak perlu lagi terdengar. Anak – anak di sana pun dapat belajar dengan nyaman.

Persoalan sekolah geribik ini mestinya dijadikan sebagai pembelajaran yang berharga bagi pihak eksekutif dan legislatif. Jalankanlah tugas pokok dan fungsi sebagaimana mestinya. Prioritaskan mana yang memang menjadi prioritas. Niscaya persoalan serupa tak akan terulang di masa mendatang. Begitu juga dengan media massa. Jangan abai untuk tetap mengawal janji yang pernah diucapkan pejabat sampai janji itu terealisasi. Kewajiban sehari – hari tak boleh menjadi penghalang untuk mengawal janji tersebut agar tak ada lagi anak – anak yang mengalami kondisi seperti ini di kemudian hari.***

Feaby Handana, jurnalis Teraslampung.com