Zainal Asikin|Teraslampung.com
BANDARLAMPUNG–Usai melakukan pertemuan dengan sejumlah awak media di Sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandarlampung, Ketua Serikat Tani Korban Gusuran BNIL (STKGB) bersama kelima orang perwakilan warga Desa Bujuk Agung, Kabupaten Tulangbawang bertolak ke Jakarta Rabu (14/9/2016).
Mereka berencana menemui sejumlah menteri di Jakarta, di antaranya adalah Menkopolhukam, Menteri Agraria, Menteri Transmigrasi, Mensesneg dan Komnas HAM terkait permasalahan sengketa lahan dengan PT Bangun Nusa Indah Lampung (BNIL) yang sudah sejak 25 tahun tidak kunjung selesai.
“Upaya ini dilakukan sebagai perjuangan kami sebagai korban yang tanahnya telah dirampas, diusir paksa, dan diperlakukan tidak adil oleh PT BNIL. Kami ingin mendapatkan hak-hak kami kembali lagi,”ujar Ketua Serikat Tani Korban Gusuran BNIL (STKGB), Sukirman, Rabu (14/9/2016).
Sukirman menuturkan, sebelum bertolak ke Jakarta untuk menemui sejumlah Menteri, ia bersama kelima warga Bujuk Agung yakni Sukirji, Sugiono, Muhadik, Sakiran dan Sugianto, pada Rabu pagi tadi sudah mendatangi kantor Pemprov Lampung untuk menemui Gubernur Lampung, M Ridho Ficardo.
“Meski tidak ketemu sama pak Gubernur, saya hanya ingin pamit dan meminta kepada pak Gubernur Lampung agar menerbitkan rekomendasi pencabutan HGU PT BNIL,”ucapnya.
Dikatakannya, bahwa sengketa lahan yang saat ini diduduki PT BNIL, sudah sejak 25 tahun silam. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memecah kebuntuan masalah tersebut, agar tanah seluas 10 ribu hektar milik warga di sembilan Desa yang sudah diambil oleh PT BNIL secara paksa dapat di kembalikan lagi ke masyarakat.
Namun selama kurun waktu selama itu, kata Sukirman, tidak ketemu titik terang. Malah justru semakin seperti benang kusut, dan tidak pernah terurai khusunya bagi kami semua selaku warga yang menjadi korban penggusuran secara paksa oleh PT BNIL.
“Ya selama 25 tahun itu, kami tidak tinggal diam selalu terus berupaya agar hak kami dapat kembali lagi,”
Sukirman menuturkan, berbagai upaya sudah dilakukan, upaya pemerintah daerah dan para pemangku jabatan lainnya pun kami hargai. Tapi diujung penyelesaiannya, tidak selalu ketemu dan selalu ada permainan dari PT BNIL.
“Ya intinya tidak ketemu ujungnya, karena yang punya uang banyak itulah yang menang. Kalau rakyat kere seperti kami semua gak punya apa-apa, selama ini selalu kalah soalnya gak ada duitnya,”ujarnya.
Diakuinya, meski lahan selauas 10 ribu hektar tersebut milik warga yang sudah diambil paksa PT BNIL, ribuan warga yang menjadi korban termasuk dirinya, tidak menginginkan kasus tersebut dibawa ke ranah pengadilan. Sebab, kata Sukirman, seluruh warga sudah merasa kesal, lelah dan tidak yakin terhadap hukum di Indonesia.
“Karena yang selalu diuntungkan dan dimenangkan pengadilan atau hukum di Indonesia saat ini, pasti bigbos yang bisa memberikan uang banyak. Kami semua warga memang tidak mau kasus ini dibawa ke pengadilan, sudah pasti kami kalah dan tidak benar. Apalagi kami semua tidak punya uang, pastinya yang selalu dimenangkan hukum pihak yang besar dan punya uang banyak. Kalau bahasanya hukum itu tajam ke bawah dan tumpul ke atas, itu memang benar bukan rekayasa lagi dan terbukti bisa dibeli jika punya uang banyak,”keluhnya.
Sukirman berharap permasalahan sengketa lahan tersebut, dapat direspon dan ditindaklanjuti oleh menteri dan semua pemangku jabatan lainnya. Lahan yang menjadi haknya warga, dapat dikembalikan lagi oleh PT BNIL. Selain itu juga, agar permasalahan ini tidak terjadi menimbulkan adanya konflik sosial.