Hukum  

Sengketa Lahan di PT GGP, Inilah Tuntutan Warga

Proses mediasi antara warga dari tiga kampung dengan PT GPP di Kantor Bupati Lampung Tengah, Rabu (30/11/2016).
Bagikan/Suka/Tweet:

TERASLAMPUNG.COM — Mediasi untuk menyelesaian sengketa lahan antara PT Great Giant Peneaple (GGP) dengan warga dari tiga kampung, di Kantor Bupati Lampung Tengah, di Gunugsugih, Rabu (30/11/2016) berlangsung lancar.

Dalam mediasi yang dipimpin Bupati Lampung Tengah itu, kedua belah pihak menyampaikan tuntutan dan argumentasinya.

Muas, perwakilan  warga menyampaikan lima tuntutan kepada pihak perusahaan. Antara lain pencabutan Hak Guna Usaha (HGU) PT GGPC U-24, 25, 26 Terbanggibesar, perekrutan tenaga kerja lokal, transparansi dana CSR, pengembalian hak tanah 20 persen, dan pencabutan izin usaha.

“Tuntutan ini kami sampaikan karena banyak sekali perjanjian dan kesepakatan yang tidak dipenuhi pihak perusahaan. Kami minta agar perpanjangan HGU PT. GGP dihentikan, ini adalah harga mati. Masyarakat juga meminta agar 20 persen lahan yang dikelola perusahaan agar dikembalikan,” ungkap Muas.

Muas mengatakan, pelanggaran lainnya yang dilakukan PT GGP antara lain pemberdayaan tenaga lokal yang tidak sampai 10 persen dari yang disepakati 40 persen.

“Akibatnya banyak warga lokal menjadi pengangguran meski ada perusahaan besar. Bahkan dari 1600 kepala keluarga di Terbanggibesar, hanya ada 20 orang yang terserap menjadi tenaga kerja,” katanya.

Begitu juga dengan realisasi dana CSR, menurutnya perusahaan tidak pernah memberikan hak masyarakat melalui dana CSR. Terakhir dana CSR digulirkan pada tahun 2000.

“Karena itu, kami minta agar ada transparansi dana CSR. Digunakan untuk apa dan berapa, karena itu adalah hak publik,” tegasnya.

Menanggapi tuntutan itu,  Iswanto, wakil PT GPP mengaku siap menindaklanjuti permohonan-permohonan warga. Terkait HGU dan pengembalian lahan 20 persen, menurutnya harus ada mekanisme yang dijalani dan melibatkan pemerintah pusat.

“Semua ada undang-undang atau peraturan yang harus ditaati. Mohon warga mengkaji ulang mekanisme tersebut. Karena izin dan pengembalian lahan merupakan hak pemerintah pusat,” jelasnya.

Mengenai dana CSR, Iswanto menjelaskan saat ini pengajuan dana CSR hanya bisa dilakukan jika melibatkan pemerintahan kampung, tidak lagi bersifat individu atau kelompok.

“Mekanisme yang dilakukan yakni mengedepankan tranparansi, dimana warga bersama aparatur kampung mengajukan permohonan dana CSR sesuai dengan kebutuhan,” katanya.

Sementara terkait perekrutan tenaga kerja, Iswanto mengaku pihaknya sudah ada datanya. Berdasarkan data, kata Ismanto, sekitar 70 persen tenaga kerja di PT GGP adalah warga lokal.

“Namun ke depan akan terus kami evaluasi, jika memang ada oknum-oknum yang bermain, akan ditindaklanjuti,” tegasnya.