Sengketa Lahan, Inilah Alasan BPN tak Mau Berikan Sertifikat kepada 55 Warga Lampung Utara

Bagikan/Suka/Tweet:

‎Feaby/Teraslampung.com

Aksi massa yang menggelar demo menuntut DPRD turun tangan menyelesaikan ‘penahanan’ 55 sertifikat lahan warga oleh pihak BPN Lampung Utara, Kamis (30/7).

KOTABUMI--Alasan keengganan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lampung Utara untuk membagikan ke-55 sertifikat lahan warga Desa Madukoro perlahan mulai terkuak. Penyebabnya tak lain dikarenakan adanya ‘sanggahan’ dari pihak Pemukiman Angkatan Laut (Kimal) terkait ke-55 sertifikat tersebut.

“(Sertifikat itu belum dibagikan karena) Ada sanggahan dari Kimal,” kata Kepala Tata Usaha BPN Lampura, Suhardi, Rabu (5/8).

Suhardi tak menampik anggapan bahwa sanggahan yang dilakukan oleh pihak Kimal ini tak sesuai prosedur. Mengingat sanggahan itu selayaknya dilakukan sebelum sertifikat itu terbit. Ia juga membenarkan, langkah ‘penahanan’ pembagian ke-55 sertifikat milik warga yang dilakukan pihaknya tersebut tak dapat dibenarkan secara aturan.

“Pasti kita bagikan. Cuma persoalan waktu saja. Enggak bisa nahan – nahan itu (sertifikat) karena itu hak rakyat,” kelit dia.

Sebelumnya, ‎Ratusan warga Desa Madukoro, Kecamatan Kotabumi Utara, Lampung Utara (Lampura) nglurug ke gedung DPRD setempat, Kamis (30/7) sekitar pukul 09:30 WIB. (Baca: Sengketa Lahan Warga denngan Prokimal: Sertifikat Ditahan BPN, Ratusan Warga Demo di Kantor DPRD Lampura).

Kedatangan ratusan massa yang berjumlah sekitar 150 orang tersebut buntut dari sikap pihak Badan Pertanahan Nasional yang hingga kini tak mau membagikan 55 sertifikat tanah kepada para pemiliknya. Keengganan BPN ini diduga dikarenakan ke-55 sertifikat dengan total luas lahan sekitar 100 hektar sedang bersengketa dengan pihak Pemukiman Angkatan Laut (Kimal) Lampura.

‎”Kami minta DPRD Selaku perwakilan rakyat memperjuangkan hak – hak kami dengan mendesak BPN agar segera membagikan sertifikat tanah kami,” tegas Koordinator lapangan aksi, Syahbudin.‎

Menurut Syahbudin, pihak BPN tak mempunyai pilihan ‎selain membagikan sertifikat tersebut karena sertifikat itu telah dibuat. Terlebih sertifikat itu telah diterbitkan sejak tahun 2007 silam. “Tuntutan kami yang lainnya ialah meminta pihak Kimal mengembalikan seluruh tanah warga yang ‘dirampas’ oleh pihak Kimal,” tandasnya.‎

Diketahui, berbagai rapat mediasi sempat berkali – kali ditempuh terkait penyelesaian sengketa lahan warga Desa Madukoro vs Kimal yang membuat nyali pihak BPN ‘ciut’ untuk membagikan puluhan sertifikat tersebut. Sayangnya, berbagai mediasi yang ditempuh itu tetap menemui jalan buntu.

Rapat mediasi tim penyelesaian sengketa yang digelar di Aula Pemkab, Rabu (8/7) misalnya pun, tetap tak menghasilkan jalan keluar apa pun. Lantaran pihak Kimal terkesan tak menyetujui dengan saran pihak Komisi I DPRD terkait nasib ke-55 sertifikat lahan warga Desa tersebut yang hingga kini masih ‘ditahan’ oleh pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN).

“Saya sarankan BPN segera membagikan sertifikat warga itu. Jika memang ada yang keberatan, silakan gugat ke Pengadilan,” kata Ketua Komisi I, Guntur Laksana, dalam rapat.

Mendengar saran seperti itu, Kepala Kimal, Letkol. Marinir Junaidi dengan tegas ‘menentang’ usulan dimaksud. Karena usulan tersebut dianggap dapat memicu konflik baru dengan warga. Pihak Kimal khawatir tanah warga itu akan diperjualbelikan bilamana sertifikat tersebut dibagikan. Kekhawatiran Kimal ini Itu didasari oleh pengalaman ‘pahit’ yang dialami mereka saat bersengketa dengan warga Desa Tanjung Sari. Luas lahan yang dipersengketakan dengan warga Desa Tanjung Sari kala itu mencapai 87 bidang lahan. Beruntung, puluhan bidang itu kini berhasil kembali dimiliki oleh pihaknya.

“(Dulu) Yang di Tanjung Sari itu sudah dijual belikan makanya yang 55 bidang itu, kami sanggah sertifikatnya. Kaeena mungkin akan terulang kembali seperti di Tanjung Sari,” tegas Junaidi.