Opini  

Sepenting Apakah Pergeseran Pejabat Lampung Utara?

Bagikan/Suka/Tweet:

Feaby Handana

Baru-baru ini publik Lampung Utara disuguhi kabar tentang adanya pelaksanaan uji kompetensi bagi pejabat eselon II di lingkungan Pemkab Lampung Utara. Total ada sekitar empat belas pejabat yang mengikuti kegiatan tersebut.

Pelaksanaannya dimulai pada akhir pekan lalu, dan berakhir pada awal pekan ini. Saat ini mungkin hasilnya sedang diproses oleh panitia seleksi uji kompetensi. Nantinya, hasil ini akan disampaikan kepada Penjabat Bupati Lampung Utara.

Akhir atau ending dari cerita ini sudah dapat ditebak. Ya, ke mana lagi kalau bukan untuk pergeseran posisi antarpejabat. Sebab, berkaca dari pengalaman yang sudah-sudah, ending-nya nyaris selalu begitu.

Pergeseran posisi antarpejabat memang dibenarkan dalam aturan. Ketentuan mengenai ini diatur dalam pasal 132 ayat 1 dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS.

Jika semua telah berlandaskan aturan, tentu kita semua akan memafhumi langkah yang akan diambil oleh Penjabat Bupati Aswarodi. Bisa jadi alasan pergeseran posisi ini dilatarbelakangi oleh keinginan untuk percepatan pencapaian kinerja organisasi. Dengan demikian, hal seperti ini memang penting untuk segera dilakukan.

Seiring berjalannya waktu, pandangan publik terkait rencana ini bisa jadi akan berubah. Semua itu dikarenakan munculnya anggapan bahwa pelaksanaan uji kompetensi ini cacat hukum. Disebut cacat hukum karena ternyata delapan dari empat belas pejabat tersebut belum boleh untuk ikut uji kompetensi.

Uji kompetensi hanya diperbolehkan bagi mereka yang telah menempati posisinya paling singkat dua tahun. Ketentuan ini diatur dalam pasal 132 ayat 2 dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS. Adapun kedelapan pejabat itu belum genap dua tahun di posisinya masing-masing.

Sejatinya, Pemkab Lampung Utara telah paham betul mengenai larangan ini. Mungkin hal ini jugalah yang membuat mereka menggunakan surat edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 19 Tahun 2023 tentang Mutasi/Rotasi Pejabat Pimpinan Tinggi yang menduduki jabatan belum mencapai dua tahun sebagai tameng.

Menariknya, tameng yang mereka gunakan ini dapat dikatakan tidak cukup kuat. Sebab, seperti yang kita ketahui semua bahwa surat edaran bukanlah termasuk salah satu dari jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Dalam pasal 7 ayat 1 pada UU di atas, jenis dan hierarki hukum di Indonesia terdiri dari UUD 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten.

Di samping itu, penggunaan surat edaran menteri ini juga sangat tidak dapat dibenarkan. Hal itu dikarenakan isi surat edaran ini disebut-sebut bertentangan dengan aturan yang ada. Jadi, lengkap sudah. Sudah bukan termasuk produk hukum, isinya pun bertentangan dengan aturan.

Berkaca dari dugaan pelanggaran di atas, mau tidak mau akal sehat kita semua pasti mulai berpikiran negatif. Jangan-jangan, pelaksanaan uji kompetensi ini memang sengaja dipaksakan dan hanya untuk melegalkan rencana pergeseran posisi tersebut demi sebuah tujuan. Jangan-jangan hanya untuk sebuah kepentingan. Kepentingannya apa?ya, hanya mereka yang menjadi penggagas kegiatan ini saja yang tahu alasannya.

Sekeras apa pun Pemkab Lampung Utara membantah dugaan pelanggaran ini, sangat susah rasanya bagi mereka untuk menepis spekulasi negatif tersebut. Sebab, baik ditinjau dari sisi hukum, maupun dari sudut pandang lain, rencana pergeseran posisi ini sepertinya bukanlah hal yang mendesak dan tepat untuk dilakukan.

Kebijakan ini dilakukan di saat masa jabatan Penjabat Bupati Lampung Utara, Aswarodi tinggal kurang dari tiga bulan lagi. Ya, tepat pada tanggal 10 Februari 2024, bupati hasil Pilkada serentak akan dilantik. Waktu pelantikan bupati terpilih diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pelantikan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

Pergeseran posisi pejabat ini bisa jadi akan mempersulit langkah bupati terpilih untuk mencapai visi dan misi yang telah mereka tetapkan. Belum tentu pejabat lama mampu mengejawantahkan visi dan misi mereka dengan baik. Alhasil, pergeseran posisi antarpejabat menjadi hal wajib untuk dilakukan. Namun, sudah barang pasti hal itu tidak dapat dilakukan. Sebab, mungkin mereka baru dapat melakukannya pada tahun 2026 mendatang. Dengan catatan, bupati terpilih tidak nekat melakukan kesalahan yang sama seperti yang di atas.

Kalau sudah begitu, sudah tentu apa yang dikehendaki oleh bupati terpilih menjadi tersendat. Korbannya, bupati dan masyarakat Lampung Utara juga. Bupati terpilih akan dicap sebagai pembohong karena tidak menepati janji politiknya, sedangkan masyarakat merasa rugi karena bisa jadi program bupati terpilih sangat bermanfaat bagi kehidupan mereka.

Melihat persoalan di atas dan mumpung masih banyak waktu, Penjabat Bupati Aswarodi harus berani menganulir hasil uji kompetensi pejabat tersebut. Jangan biarkan dugaan pelanggaran ini berlarut-larut. Jika dibiarkan, apalagi sampai dijalankan rencana pergeseran posisi tersebut, pemerintahan Aswarodi akan meninggalkan warisan yang tidak layak untuk diingat. Sebab, itu sama saja mengajari masyarakat untuk tidak taat dengan hukum.

Pun demikian sebaliknya. Publik Lampung Utara akan mengenang pemerintahan ini sebagai pemerintahan yang kesatria. Pemerintahan yang berani mengakui dan tidak melanjutkan kesalahannya untuk kepentingan publik.