Seseorang Seharga Rp100 Juta

Bagikan/Suka/Tweet:

Oyos Saroso H.N.

Lonte, pecun, pereks, tlembuk,penjaja cinta, pekerja seks komersial (PSK) apa pun namanya barter syahwat dengan lembaran dan kemerincing rupiah sudah ada sejak zaman baheula.Bahkan konon sudah ada bersamaan dengan adanya peradaban manusia. Semua orang tahu itu. Bahkan, orang paling dungu dan tak pernah makan pojok sekolahan pun tahu.

Prostitusi online, jualan alat kelamin dengan berbagai modus nyaru juga sudah lama bergentayangan di dunia maya. Namun,  ketika polisi dari Polres Jakarta Selatan menangkap seorang artis dan model berinisil AA tiba-tiba dunia heboh. Kehebohannya melebihi kehebohan anak-anak menyambut Hari Lebaran. Polisi tiba-tiba seolah-olah menjadi pahlawan karena berhasil menangkap mucikari yang bisa menjual mahktota kecantikan artis-model seharga puluhan hingga ratusan juta rupiah sekali main.

Publik tepuk tangan. Ada yang pura-pura tak mau tahu tetapi diam-diam berselancar untuk hunting adegan dan foto-foto syur AA. Ada yang memanfaatkan peluang bisnis dengan membuat banyak akun palsu seolah-olah dirinya AA dengan memasang gambar perempuan muda semlohoi.

Ya, seseorang berharga Rp 100 juta, mungkin sedikit kurang atau lebih, tiba-tiba menjadi pusat perhatan. Sampai-sampai Ahok pun penasaran siapa gerangan wanita itu. Lucu juga. Lha kalau sudah tahu orangnya, terus Ahok mau ngapain? Apa ingin ndulit juga? Hehehehe…

Seorang perempuan senilai puluhan juta sekali main–mungkin dalam hitungan jam saja–barangkali tidak hanya terjadi baru-baru ini saja. Bukan hanya  AA dan ratusan nama lain yang masuk dalam daftar mucikari AA yang menjadi pelakunya. AA dan RA sedang sial saja.  Barangkali masih banyak perempuan (juga pria) yang nilainya tak kalah fantastis tetapi tidak pernah dicokok polisi sehingga tidak terpublikasi.

Tengoklah dunia maya. Masuklah ke Twitter dan berselancarlah dengan mengetik kata berbau syahwat di sana. Maka, akan dengan sangat mudah kita temui aneka model perempuan cantik yang bisa di-booking. Kenapa mereka aman-aman saja? Polisi buta? Saya yakin tidak. Tapi begitulah. Polisi dan sebagian besar dari kita memerlukan drama untuk mengembangkan imajinasi. Dan, media menjadi alat untuk memopulerkan drama itu akan sempurna unsur dramatik dan suspensnya.

Nilai wah untuk barang yang sama–semisal tempe bacem atau dadar gulung–tentu membuat imajinasi publik terus mengembara.

“Lha terus kalau harus mengeluarkan uang sampai Rp 100 juta untuk gituan selama sejam itu terus bagaimana?” kata Aldi, kawannya Dedy Mawardi.

Saya cuma terkekeh-kekeh menyaksikan Aldi berfantasi. Tapi saya berdoa semoga fantasi Aldi tidak kebablasan, Syukur-syukur kalau dia menghentikan fantasinya dan melanjutkan kerja buat menafkahi anak-istri.

***t

Manusia Indonesia agaknya mudah terserang penyakit gumun (heran). Banyak orang heran dan penasaran ketika ada perempuan muda-artis-model-dan pasti cantik tarifntya Rp 80 juta hingga Rp150 juta. Sebaliknya, mereka tidak heran ketika ada seorang pria gaek dan bau tanah bisa menelan nasib jutaan orang dengan nafsu syahfat kekuasannya.

Penyebabnya jelas: wanita muda-cantik membangkitkan rasa ingin tahu, meruapkan aroma khayal renjana. Sementara laki-laki gaek bau tanah pintar main sandiwara. Ia akan tampil bak pahlawan,meski kerakusannya bisa menghancurkan dunia.

Manusia Indonesia juga terlalu mudah menista wanita. Seolah-olah dalam setiap perlontean alias bisnis syahwat yang berdosa dan harus dipermalukan adalah pihak wanita. Sementara para pria pemilik uang sak hohah yang mem-booking mereka tetap aman sambil terkekeh-kekeh menikmati bir atau kopi pagi.

Kata pelacur, pecun, lonte dan sejenisnya seolah selalu dipersonifikasikan sebagai sosok perempuan. Padahal, banyak juga pelacur laki-laki, pecun pria, dan lonte lanang.