Sidang Mutilasi M. Pansor, Pengunjung Minta Brigadir Medi Dihukum Mati

Terdakwa kasus mutilasi anggota DPRD Bandarlampung, Brigadir Medi Andika, menjalani persidangan di PN Tanjungkarang
Terdakwa kasus mutilasi anggota DPRD Bandarlampung, Brigadir Medi Andika, menjalani persidangan di PN Tanjungkarang
Bagikan/Suka/Tweet:

Zainal Asikin|Teraslampung.com

BANDARLAMPUNG — Sidang mutilasi anggota DPRD Bandarlampung, M Pansor dengan terdakwa Brigadir Medi Andika (30), sempat membuat hakim ketua Minanoer Rachman berteriak menegur pengunjung sidang di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu (30/11/2016). Hal tersebut berawal saat hakim ketua menyatakan, bahwa kasus Terdakwa Brigadir Medi Andika tergolong berat.

Pada saat Minanoer Rachman mengeluarkan kata-kata “memberikan hukuman terdakwa Brigadir Medi Andika”, saat itu juga secara spontan puluhan pengunjung sidang keluarga, kerabat dan teman Pansor sontak meneriaki dengan teriakan “Hukum mati! Mati! .Mat!i”.

Mendengar teriakan para pengunjung sidang tersebut, Minanoer langsung teriak dan menegur para pengunjung sidang tersebut. “Diam!, bisa diam,tidak?!”teriaknya.

Minanoer mengingatkan, bahwa yang berhak bicara di ruang sidang ini hanyalah orang yang ditunjuk oleh hakim saja. Kalau ada yang bicara selain orang yang ditunjuk hakim, Minanoer meminta pengunjung sidang agar keluar dari ruang sidang.

Selanjutnya dalam persidangan, tim jaksa yang diketuai Agus Priambodo mendakwa Brigadir Medi Andika dengan tiga dakwaan, yaitu Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup.

Selain itu juga, terdakwa warga Perumahan Permata Biru Sukarame tersebut, diancam dengan Pasal 338 tentang pembunuhan dengan ancaman 20 tahun penjara dalam dakwaan kedua dan Pasal 365 ayat (3) KUHP dalam dakwaan ketiga.

Dalam dakwaannya, jaksa menjelaskan, pembunuhan tersebut berawal pada Rabu (13/4/2016) lalu saat Medi menanyakan kesibukkan Tarmidi. Kemudian pada (15/4/2016) lalu sekitar pukul 08.00 WIB, terdakwa datang ke ruko korban dan keduanya mengobrol dalam waktu 30 menit sampai akhirnya Pansor pulang ke rumahnya.

Kemudian, sekitar pukul 14.00 WIB, Pansor menemui terdakwa Medi di kediamannya di Perumahan Permata Biru, Sukarame. Sesampainya di rumah terdakwa, Pansor yang masuk ke dalam rumah Medi dibunuhnya dengan cara tubuh korban dipotong-potong (mutilasi) menggunakan benda tajam.

“Potongan tubuh korban, dimasukkan Medi ke dalam dua buah kardus,”ujarnya.

Kemudian, Medi menghubungi Tarmidi meminta untuk menemaninya pergi ke Martapura, OKU Timur, Sumatera Selatan. Medi menjemput rekannya itu, di RM Mie Aceh karena Tarmidi yang masih bekerja dan melanjutkan perjalanan ke rumah Medi. Saat di dalam mobil, terdakwa Tarmidi telah mencium bau amis dan adanya bercak darah di sekitar dasbor, pintu mobil bagian depan dan pada bagian handel mobil.

“Sebelum berangkat ke Martapura, Medi memasukkan dua buah kardus ke dalam bagasi mobil. Ternyata di dalamnya, berisi mayat yang sudah terpotong-potong,”ungkapnya.

JPU mengatakan, pada Jumat (15/4/2016) lalu sekitar pukul 22.00 WIB, Medi dan Tarmidi mulai pergi ke Martapura menggunakan mobil Toyota Kijang Innova BE 2013 GE. Namun, di pinggir jalan depan lapangan tembak Sukarame, Bandarlampung, Medi turun dari mobil untuk mengambil jam tangan yang berada di pinggir jalan tersebut. Lalu keduanya sampai di Martapura, pada Sabtu (16/4/2016) lalu sekitar pukul 01.00 WIB.

“Saat di Jalan Lintas Muara Dua, Martapura, Desa Tanjung Kemala, Ogan Kemering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, Medi membuang satu kardus yang berisi potongan tubuh Pansor yang diletakkan di pinggir jalan tengah jembatan. Kemudian satu kardus lainnya lagi, dibuang sejauh 20 meter dari kardus pertama bahkan Medi menuangkan bensin ke kardus dan membakarnya,”jelasnya.