JAKARTA, Teraslampung.com — Seorang jurnalis dari portal berita Rappler mengaku mendapat intimidasi dari sekelompok orang beratribut kelompok Front Pembela Islam dan Bela Negara saat meliput acara simposium nasional bertajuk ‘Mengamankan Pancasila Dari Ancaman Kebangkitan PKI & Ideologi Lain’ di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (2/6).
Febriana Firdaus mengatakan, dia sedang menjalankan tugas liputan di acara simposium nasional tersebut ketika sekelompok orang mengintimidasinya.
“Saya sedang mewawancarai perwakilan dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia yang mendatangi Balai Kartini karena keberatan logo mereka dicatut panitia simposium. Tiba-tiba salah satu orang FPI mengenaliku. ‘Kamu yang namanya Febriana ya? Tulisan kamu ngawur!’,” kata Febriana merujuk artikel reportasenya tentang hari pertama penggelaran simposium pada Rabu (01/06) di laman Rappler, seperti dilansir bbcindonesia.com.
Saat pria beratribut FPI itu menghardiknya, menurut Febriana, ada sejumlah orang lain berpakaian dengan tulisan Bela Negara menghampirinya dan menunjuk-nunjuk ke arahnya.
“Dia berkata, ‘Anda itu sudah difoto dan sudah direkam. Kalau berita ini sampai keluar, Anda bisa ditangkap’,” ujar Febriana, menirukan ucapan pria tersebut.
Di tengah kerumunan orang, salah satu pria meminta wartawan yang juga aktif menjadi produser media komunitas ‘Ingat 65’ itu untuk meninggalkan Balai Kartini.
Panitia penyelenggara simposium tersebut hingga kini belum bisa dimintai komentarnya. Salah satu dari mereka mengaku tidak mengetahui kejadian itu.
Febriana diduga sudah diincar karena berita tentang simposium anti-PKI itu sempat menjadi trending topik media sosial. Utamanya kutipan pendapat Letjen (Purn) Kiki Syahnakri tentang Marxisme, Leninisme, dan Marhaenisme.
Ketika wartawan minta penjelasan tentang apa Marxisme, Leninisme, dan Marhaenisme, Kiki Syaknakri menjawab bahwa,”Materialisme dialektika itu dari Aristoteles dia tidak percaya alam semesta. Pikiran Plato dia kan tidak percaya akan adanya penciptaan. Jadi kan jelas Ateis. Apalagi dikembangkan oleh Marx. Maka harus merebut kekuasaan, revolusi.”
Jawaban itu menjadi buah bibir di media sosial. Selain tidak ‘nyambung’ dengan pertanyaan, jawaban itu dinilai netizen, terutama yang paham soal Marxisme dan Lenisme, sebagai hal yang ngawur dan menunjukkan ketdakpahaman jenderal pensiunan itu sebenarnya tidak paham benar soal dua paham yang disebut-sebut sebagai akar komunisme itu.
Pencatutan PMKRI
Secara terpisah, Presidium Pendidikan dan Kaderisasi PP PMKRI, Juventus Prima Yoris Kago, mengatakan Simposium Nasional ‘Mengamankan Pancasila Dari Ancaman Kebangkitan PKI & Ideologi Lain’ menggunakan logo PMKRI pada spanduk tanpa izin.
Panitia, kata Juventus, mengklaim telah mengonfirmasi pemakaian.
“Tapi belum ada konfirmasi itu.Kami meminta klarifikasi dan kami meminta pencopotan logo kami yang dicatut. Tapi, saat kami meminta hal itu, kami malah dibilang komunis oleh beberapa orang di acara tersebut. Kami jadi mempertanyakan, arah simposium ini,” ujar Juventus kepada BBC Indonesia.
Simposium Nasional bertajuk ‘Mengamankan Pancasila Dari Ancaman Kebangkitan PKI & Ideologi Lain’ berlangsung pada Rabu (01/06) dan Kamis (02/06).
Sejumlah pembicara dan tamu yang hadir antara lain pemimpin Front Pembela Islam, FPI, Rizieq Shihab, politisi Abraham Lunggana atau Haji Lulung, mantan Wapres Try Sutrisno, serta mantan pengurus MUI Cholil Ridwan.
BBC Indonesia