Oleh: Pandu Wibowo, S.Sos, M.E.*
Kasus positif virus Covid-19 terus bertambah setiap harinya di Indonesia, kasus kematian warga negara juga terus bertambah setiap harinya, dan semua kasus positif dan kematian tersebut berimbas kepada penurunan ekonomi nasional bahkan ekonomi Indonesia akan terancam resesi. Tentu, dalam kondisi krisis luar biasa ini, peran kepemimpinan sangat dibutuhkan untuk memberikan solusi, mengambil tindakan, dan membawa Indonesia berhasil melewati ujian ini.
Peran kepemimpinan dalam menghadapi sebuah krisis sangat menentukan apakah suatu bangsa dapat menemukan jalan keluar atau tidak menuju keadaan normal kembali. Apabila peran kepemimpinan gagal dalam memberikan dan membawa bangsanya menuju jalan keluar, maka perlu kita kaji kembali kualitas dari kepemimpinannya dan sistem yang menjadikannya sebagai pemimpin. Namun, apabila peran kepemimpinan berhasil dalam memberikan dan membawa bangsanya menuju jalan keluar, maka kita baru percaya bahwa kualitas kepemimpinan bangsa ini tidak diragukan, dan itu semua karena sistem yang menjadikannya sebagai pemimpin berhasil menerapkan sistem merit (merit system).
Penyelesaian pandemik Covid-19 dan krisis yang tengah dihadapi oleh bangsa ini bukan melulu tanggung jawab presiden, menteri, dan kepala daerah yang dipilih dari proses politik. Namun, penyelesaian krisis ini juga adalah tugas para pemimpin birokrasi yang menjadi tulang punggung dalam mendukung para pemimpin yang terpilih dari proses politik tersebut. Presiden, menteri, dan kepala daerah tidak akan dapat bekerja sendirian tanpa didukung oleh para pemimpin birokrasi.
Tujuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara adalah melahirkan para pemimpin birokrasi yang memiliki kompetensi, kualitas, dan profesionalisme dalam mengemban amanah dan tugas negara. Itu mengapa terjadi reformasi besar di bangsa ini dalam proses pemilihan para pejabat pimpinan tinggi (PPT).
Kalau dulu Pejabat Pimpinan Tinggi dipilih atas dasar kedekatan, like and dislike, kekerabatan, maka hari ini siapa yang ingin menjadi pejabat pimpinan tinggi di lingkup birokrasi harus melewati tahapan merit system yakni seleksi terbuka dan uji kompetensi. Maka, dengan itu pemimpin terpilih dalam lingkup birokrasi adalah pemimpin yang benar-benar memiliki kompetensi, kualitas, dan profesionalisme. Sehingga, dalam era krisis ini, para pemimpin birokrasi tersebut seharusnya mampu menjadi aktor penting dalam menyelesaikan krisis.
Apakah Merit System dapat menyelesaikan krisis?
Negara-negara seperti Korea Selatan, Selandia Baru, Thailand, Taiwan adalah beberapa negara di dunia yang telah lebih dahulu menerapkan merit system dibanding Indonesia. Apabila kita lihat kasus Covid-19 di negara-negara tersebut rata-rata kasus per harinya terus menunjukan angka penurunan, baik angka positif Covid-19 dan korban yang meninggal dunia karena Covid-19. Begitupun kondisi ekonomi di negara-negara tersebut terus menunjukkan tren positif menuju arah perbaikan dan pertumbuhan di beberapa waktu ke depan.
Kunci utama negara-negara tersebut mampu menghadapi krisis adalah merit system yang dibangun dari sejak lama dan penuh dengan keseriusan, sehingga mampu melahirkan kepemimpinan yang cakap dalam menghadapi semua persoalan di kondisi apapun, termasuk krisis pandemi Covid-19 ini. Hal itu semua dirasakan saat pandemi Covid-19 ini, negara-negara tersebut mampu bertahan dan lebih cepat dalam menyelesaikan krisis dibanding negara-negara lain di dunia.
Bagaimana dengan Indonesia?
Baru 6 (enam) tahun UU ASN diresmikan dan diimplementasikan di Indonesia sebagai wujud lahirnya merit system. Reformasi bertahap dalam memilih para Pejabat Pimpinan Tinggi terus berjalan dengan baik, perubahan besar dalam memberikan pelayanan publik terus dirasakan positif oleh masyarakat, dukungan kinerja yang diberikan kepada Pimpinan Negara dan Daerah yang terpilih dari proses politik juga dirasakan dengan baik, itu semua membuktikan bahwa merit system yang tengah dibangun dan umurnya masih sangat muda mampu menjawab tantangan bangsa ini.
Era krisis pandemi Covid-19 saat ini seakan menguji merit system Indonesia untuk kembali naik level. Apabila merit system mampu menghadirkan para pemimpin dan sistem yang baik dalam menyelesaikan krisis ini, Indonesia ke depan memiliki masa depan cerah dan peluang menjadi negara maju karena sistem meritnya mampu memberikan daya tahan terhadap krisis, melahirkan para pemimpin birokrasi dalam melayani masyarakat dengan baik, dan menjadi supporting system pemimpin negara dan daerah dalam menyelesaikan krisis.
Birokrasi kita dulu dan sekarang sangat berbeda. Dengan diterapkannya merit system dampak positif bagi perkembangan agenda reformasi birokrasi Indonesia sangat terasa, seperti berkurangnya angka korupsi, kolusi, dan nepotisme, berkurangnya angka jual beli jabatan, indeks kemudahan berusaha mengalami kenaikan 20 tingkat di antara negara-negara lainnya, indeks persepsi korupsi yang terus naik dari nilai 32 menjadi 37 di dunia, dan yang tidak kalah penting adalah Indonesia mampu menaikan rangking indeks efektivitas pemerintahan dari rangking 121 menjadi 98 di antara negara-negara dunia. Tentu perkembangan, pertumbuhan, dan dampak positif ini dapat diraih karena penerapan merit system yang terus dibangun.
Kita dapat melihat dan merasakan peran birokrasi yang dipimpin oleh para Pejabat Pimpinan Tingginya yang lahir dari merit system mampu menjadi aktor dan distributor terbaik dalam menghadapi pandemik Covid-19 dan krisis ini di tengah-tengah masyarakat. Birokrasi Indonesia menjadi garda terdepan dalam memberikan pelayanan, baik pelayanan kesehatan, ekonomi, dan juga tetap memberikan pelayanan dalam mengembangkan kompetensi publik.
Para Pejabat Pimpinan Tinggi yang terpilih dari proses merit system seperti para JPT Madya dan JPT Pratama di tingkat pusat dan daerah yang tergabung menjadi tim gugus tugas pandemik Covid-19 terus memberikan pelayanan terbaik dan merumuskan kebijakan terbaik kepada publik dalam melewati masa-masa krisis ini. Namun yang menjadi pertanyaan saat ini: mengapa angka Covid-19 belum menunjukan penurunan juga padahal merit system telah berjalan dan dilakukan oleh pemerintah?
Doyle Paul Johnson (1994) dalam karya bukunya tentang Teori Sosiologi Klasik dan Modern menjelaskan bahwa solidaritas merujuk pada suatu hubungan antara individu dan atau kelompok yang berdasar pada moral dan kepercayaan yang dianut bersama, serta pengalaman emosional bersama.
Lanjut Doyle: tujuan besar suatu bangsa hanya dapat dilakukan bersama-sama dan bukan dilakukan oleh pribadi atau sekelompok orang. Sejalan dengan Doyle, Sidney Tarrow (1998) juga menyampaikan bahwa dalam menghadapi sebuah krisis dan untuk mencapai tujuan besar, maka semua kekuatan sosial politik memiliki peluang untuk berserikat dan bersatu karena memiliki banyak kesamaan, mulai dari kesamaan nasib, kesamaan tujuan, dan kesamaan lainnya yang mampu mengalahkan perbedaan-perbedaan yang ada.
Berkaca pada fakta dan fenomeda di atas, merit system telah berjalan dan terus diperbaiki, dikembambangkan, serta tersus diterapkan di Indonesia, dan ini adalah modalitas penting bagi Indonesia untuk menyelesaikan persoalan pandemik Covid-19 dan keluar dari krisis ini dengan kepala tegak. Selain itu merujuk teori yang disampaikan oleh Doyle (1994) dan Tarrow (1998) di masa krisis ini seharusnya seluruh elemen bangsa memiliki peluang dan kesadaran untuk menyatukan kekuatan dan komitmen dalam menghadapi serta menyelesaikan krisis.
Saat ini pekerjaan rumah terbesar bangsa kita untuk melewati krisis ini adalah membangun kekuatan kolektif bangsa dengan mewujudkan soliditas nasional antara pemimpin dan masyarakatnya (civil society). Penerapan merit system pada lingkup birokrasi juga harus berimplikasi pada terbangunnya soliditas nasional itu. Mengingat di dalam PermenPANRB dalam hal ketentuan standar kompetensi manajerial, seorang pemimpin harus memenuhi indikator manajerial, yang salah satunya adalah kerjasama.
Para pemimpin bangsa dan pejabat pimpinan tinggi instansi pemerintah harus membangun kerjasa sama tersebut dengan membangun kedekatan dan kekuatan emosional dengan masyarakat, begitupun masyarakat harus percaya dengan para pemimpinnya dan terbangun kesadarannya untuk berkerja bersama. Itulah yang dilakukan oleh Korea Selatan, Selandia Baru, Thailand, Taiwan dalam menghadapi pandmik Covid-19 dan keluar dari krisis, dengan membangun kekuatan kolektif kebangsaan. Karena kunci menyelesaikan pandemik Covid-19 dan krisis hari ini bukan semata-mata pendekatan sistem dan pendekatan figuritas, melainkan juga pendekatan kerjasama dan kekompakan pemimpin dan masyarakat.***
*Tenaga Ahli Komisi Aparatur Sipil Negara RI, dan Peneliti Center for Information and Development Studies (Cides)