Soal Bakso Sonny Hengkang ke Daerah Lain, Ini Kata Wakil Walikota Bandarlampung

Wakil Walikota Bandarlampung, Deddy Amarulah (kiri), Senin (5/7/2021). menjelaskan soal alasan gerai Bakso Sony disegel.
Wakil Walikota Bandarlampung, Deddy Amarulah (kiri), Senin (5/7/2021). menjelaskan soal alasan gerai Bakso Sony disegel.
Bagikan/Suka/Tweet:

TERASLAMPUNG.COM — Wakil Walikota Deddy Amarullah menilai akan “hengkangnya” gerai Bakso Sony dari Kota Bandarlampung seperti yang terpampang (banner) di gerainya adalah hak pengusaha namun tindakan TP4D yang melakukan penutupan/penyegelan di tujuh gerai Bakso Sony disebabkan tidak optimalnya pedagang bakso itu menggunakan tapping box (alat perekam transaksi).

“Penutupan sementara atas tujuh gerai Bakso Sony itu disebabkan tidak kooperatifnya mereka dalam menggunakan tapping box. Soal akan pindahnya mereka, itu hak pemilik Bakso Sony. Itu menurut hemat saya,” jelas Deddy Amarullah dalam konferensi pers di Ruang Rapat Walikota Bandarlampung, Senin, 5 Juli 2021.

Deddy Amarullah menjelaskan pemasangan tapping box di rumah makan, hotel, dan tempat hiburan serta lahan parkir merupakan instruksi dari KPK untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta menghindari kebocoran.

“KPK menduga, kalau tidak menggunakan tapping box ada kebocoran, baik kebocoran di pengusaha maupun di BPPRD. Nah, kami (Pemkot Bandarlampung) menindaklanjuti instruksi KPK itu dengan memasang tapping box dan itu efektif,” jelasnya.

Didamping Plt Sekdakot Tole Dailami, Wakil Walikota Deddy Amarullah menjelaskan, dalam memungut pajak 10 persen dasar hukum Pemkot adalah Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

“Oleh Pemkot Bandarlampung diturunkan ke Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Pajak daerah itu untuk rumah makan dan hotel besarnya 10 persen yang dipungut dari konsumen. Pengusaha itu posisinya hanya wajib pungut agar tidak terjadi kebocoran makan pengawasannya menggunakan tapping box yang terkoneksi ke BPPRD, Bank Lampung dan KPK. Yang membayar pajak ya para konsumen setiap mereka membeli bakso,” jelasnya.

Deddy mengungkapkan, berdasarkan hasil evaluasi Pemkot Bandarlampung 18 gerai Bakso Sony tidak signifikan pendapatannya (setoran pajaknya) dan tidak menggunakan tapping box. Sederhana saa masalahnya. Kalau dia mengaktifkan tapping box, maka masalah selesai. Kami  dalam menberlakukan kebijakan tapping sama untuk semua pengusaha. Semua dasarnya instruksi KPK serta amanat undang-undang,” tambahnya.

Di tempat sama Kepala Badan Pengelola Pajak dan Restoran (BPPRD) Yanwardi menjelaskan dari hasil pengawasan pihaknya 18 gerai Bakso Sony itu harusnya menyetor pajak sebesar Rp400 juta/bulannya yang disetor hanya Rp 150 juta/bulan.

“Sejak awal dengan Bakso Sony itu kami melakukan pendekatan-pendekatan. Kalau kita estimasikan berdasarkan pengawasan kita terakhir diperkirakan dari 18 gerai itu Bakso Sony harus menyetor Rp400 juta/bulan dan yang baru disetor Rp150 juta/bulan, masih jauh kan,” katanya.

Pihaknya juga sudah melakukan tindakan yang persuasif dan kooperatif kepada pemilik Bakso Sony agar mereka menggunakan dan mengoptimalkan penggunaan tapping box tapi menurut Yanwardi pemilik Bakso Sony yang kurang kooperatif.

“Untuk meminta Bakso Sony grup menggunakan tapping box kita lakukan langkah yang persuasif. Kami  tegur secara lisan. Kami juga sudah menyurati. Tapi mereka hanya datang sekali. Ketika kami panggil lagi tidak mau datang. Terakhir kami undang di acara sosialisasi yang pembicaranya Kejari, BPKP dan Kepala Inspektorat, mereka juga tidak datang. Artinya, prosedur aturan sebelum penutupan sementara kami sudah laksanakan,” kata Yanwardi.

Dandy Ibrahim