Feaby|Teraslampung.com
Kotabumi–Setelah lama bungkam, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Lampung Utara, Mikael Saragih akhirnya mau buka suara mengenai honorarium Bendahara Umum Daerah/BUD. Menurutnya, dasar hukum yang mereka gunakan dalam penetapan besaran honorarium BUD telah kuat.
“Enggak,” bantah Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Lampung Utara, Mikael Saragih saat ditanya mengenai dugaan ketidaksesuaian penetapan besaran honorarium BUD itu dengan peraturan presiden, Senin (8/1/2024).
Mikael Saragih beralasan bahwa dasar hukum yang mereka gunakan untuk hal tersebut telah cukup lengkap. Mulai dari Undang-Undang tentang Otonomi Daerah, permintaan izin dengan Kementerian Dalam Negeri, izin Kementerian Keuangan, dan hasil kajian dari Universitas Lampung, dan peraturan bupati. Ditambah lagi dengan fakta bahwa peraturan presiden atau Perpres tidak mengatur secara jelas mengenai hal tersebut.
“Kami masih berkoordinasi dengan BPK karena di Pepres tidak cukup mengatur tentang itu,” dalihnya.
Lantaran masih dalam proses koordinasi dan belum ada kesimpulannya, pihaknya hanya bisa menunggu apakah BPK menganggap hal tersebut telah sesuai aturan atau malah sebaliknya. Bisa saja nantinya akan ada pengurangan besaran honorarium BUD di masa mendatang.
“Lebih bagus tunggu dulu hasil dari mereka sehingga kami tidak mendahului,” kata dia.
Disinggung mengenai dugaan yang sama tentang masuknya Bupati dan Wakil Bupati Lampung Utara dalam daftar penerima honorarium, Mikael Saragih bersikeras jika hal tersebut telah sesuai aturan. Dasarnya, sama seperti yang disebutkannya di bagian atas.
Meski begitu, ia tak membantah jika jabatan Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah (bupati) dan Pembantu Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah (wakil bupati) memang tidak secara jelas diatur dalam Perpres. Namun, kebijakan ini merupakan sebuah diskresi (kebebasan mengambil keputusan sendiri dalam setiap situasi yang dihadapi) yang dapat diambil.
“Apabila tidak ada ketentuan yang tidak cukup mengatur tentang itu maka bupati dan wakil bupati ada hak diskresi,” kelitnya lagi.
Adapun besaran honorarium yang diterima oleh Bupati dan Wakil Bupati Lampung Utara mencapai puluhan juta per bulannya. Namun, besaran honorarium mereka tidak sama. Selisih honorarium antarkeduanya mencapai belasan juta.
“Kami belum bisa ambil kesimpulan. Kami tunggu mereka (BPK)” terang dia saat ditanya mengenai adanya kemungkinan bupati dan wakil serta lainnya mengembalikan honorarium tersebut jika dinyatakan tidak sesuai aturan.
Sebelumnya, besaran honorarium penanggung jawab pengelola keuangan di BPKA Lampung Utara diduga melanggar Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional sebagaimana yang dirubah menjadi Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2023. Sebab, besaran honorarium yang ditetapkan tersebut melewati besaran satuan honorarium yang diatur dalam peraturan tersebut. Bahkan, kabarnya besaran honorarium ini juga telah dipersoalkan oleh pihak BPK.
Berdasarkan informasi yang didapat Teraslampung.com, besaran honorarium Bendahara Umum Daerah/BUD atau Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset/BPKA mencapai Rp27-an juta per bulannya. Padahal, jika mengacu pada aturan yang ada, besaran satuan honorariumnya hanya berada di kisaran Rp5 jutaan/bulan.
Pun demikian dengan besaran honorarium yang diterima oleh Kuasa BUD atau Kepala Bidang Perbendaharaan BPKA per bulannya. Sesuai aturan, honorariumnya diperkirakan sama dengan honorarium yang diterima oleh BUD, yakni hanya Rp5 jutaan/bulan. Namun, ternyata honorarium yang diterimanya mencapai Rp17-an juta/bulan.
Hal sama juga terjadi pada dua orang kuasa BUD yang bertugas memverifikasi Surat Penyediaan Dana/SPD. Mestinya, masing-masing dari mereka berdua hanya menerima honorarium sekitar Rp5 jutaan/bulan. Bukan menerima sekitar Rp12-an juta/bulan seperti yang sepanjang tahun 2023 ini mereka terima.