Feaby|Teraslampung.com
Kotabumi–Tim pemeriksa laporan keuangan Pemkab Lampung Utara dari BPK Perwakilan Lampung tak membantah maupun membenarkan adanya dugaan pelanggaran dalam penetapan besaran honorarium penanggung jawab pengelola keuangan di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Lampung Utara.
“Tunggu setelah Laporan Hasil Pemeriksaan/LHP terbit saja,” kata Ketua Tim Pemeriksa laporan keuangan Pemkab Lampung Utara, Syarif Hidayat, Kamis (28/12/2023).
Syarif menuturkan, penyusunan laporan hasil pemeriksaan masih dalam proses. Lantaran masih dalam proses inilah informasinya belum dapat disampaikan ke publik. Saat disinggung mengenai kebenaran kabar bahwa Bupati dan Wakil Bupati Lampung Utara turut menerima honorarium sebagai pemegang dan wakil pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, Syarif belum mau mengomentarinya.
“Karena bentuknya masih KHP (konsep hasil pemeriksaan) belum jadi LHP maka sifatnya masih rahasia. Mohon maaf, saya belum bisa beri informasi lebih jauh. Baru sebatas itu saja,” terangnya.
Sebelumnya, Sekretaris Daerah Kabupaten Lampung Utara, Lekok menyerahkan sepenuhnya dugaan ketidaksesuaian besaran honorarium penanggung jawab pengelola keuangan di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset pada pihak BPK. Besaran honorarium itu diduga melanggar aturan tentang tentang Standar Harga Satuan Regional.
“Kita tunggu hasil pemeriksaan/LHP BPK RI (terkait persoalan honorarium tersebut)” tulis Lekok dalam Whatsapp-nya kala itu.
Besaran honorarium penanggung jawab pengelola keuangan di BPKA Lampung Utara diduga melanggar Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional sebagaimana yang dirubah menjadi Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2023. Sebab, besaran honorarium yang ditetapkan tersebut melewati besaran satuan honorarium yang diatur dalam peraturan tersebut. Bahkan, kabarnya besaran honorarium ini juga telah dipersoalkan oleh pihak BPK.
Berdasarkan informasi yang didapat Teraslampung.com, besaran honorarium Bendahara Umum Daerah/BUD atau Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset/BPKA mencapai Rp27-an juta per bulannya. Padahal, jika mengacu pada aturan yang ada, besaran satuan honorariumnya hanya berada di kisaran Rp5 jutaan/bulan.
Pun demikian dengan besaran honorarium yang diterima oleh Kuasa BUD atau Kepala Bidang Perbendaharaan BPKA per bulannya. Sesuai aturan, honorariumnya diperkirakan sama dengan honorarium yang diterima oleh BUD, yakni hanya Rp5 jutaan/bulan. Namun, ternyata honorarium yang diterimanya mencapai Rp17-an juta/bulan.
Hal sama juga terjadi pada dua orang kuasa BUD yang bertugas memverifikasi Surat Penyediaan Dana/SPD. Mestinya, masing-masing dari mereka berdua hanya menerima honorarium sekitar Rp5 jutaan/bulan. Bukan menerima sekitar Rp12-an juta/bulan seperti yang sepanjang tahun 2023 ini mereka terima.