Zainal Asikin/Teraslampung.com
Kepala Kanwil Kemnkum HAM Lampung, Dwi Prasetyo Santoso. (Foto: Teraslampung.com/Zainal Asikin) |
BANDARLAMPUNG – Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Lampung, Dwi Prasetyo Santoso, berharap narkoba bisa diberantas hingga ke akar-akarnya, baik di luar penjara maupun di dalam penjara, Menurut Dwi, kasus penyalahgunaan narkoba yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan (Rutan) terjadi karena kasus serupa di luar Lapas dan Rutan sangat marak.
“Harapannya, diluar tidak ada lagi narkoba, karena jika di luar tidak ada lagi narkoba maka di dalam juga tidak akan ada lagi narkoba. Ibarat tidak ada asap jika tidak ada api,”kata Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Lampung, Dwi Prasetyo Santoso,Minggu (4/1/2015).
Menurut Dwi, pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk melakukan pencegahan masuknya narkoba di Lapas dan Rutan dengan cara melakukan penjagaan dan pemeriksaan ketat terhadap pengunjung dan napi. Selain itu, petugas juga telah melakukan razia di kamar-kamar napi secara mendadak.
“Upaya-upaya tersebut sudah lama di lakukan petugas Sipir, bahkan petugas telah berhasil menangkap seorang pengunjung yang akan menyelundupkan narkoba ke dalam Lapas. Tersangka berikut barang buktinya langsung diserahkan ke petugas yang berwenang menangani kasus tersebut,” kata dia.
Persoalanya, kata Dwi, orang banyak yang saling membutuhkan. “Narkoba itu seperti rokok. Jika sudah kecanduan, tidak padang bulu. Semua ditabrak. Apa lagi jika orang itu sudah sakaw dia akan melakukan tindakan kejam dibanding saat dia sadar. Orang itu akan menggunakan cara apapun dan dalih agar bisa mendapatkan narkoba dan mengkonsumsinya,” ujarnya.
Mengenai alat telekomunikasi di Lapas dan di Rutan, kata Dwi, pihak Lapas hanya menyediakan telepon umum yang hanya bisa menerima saja. Artinya, kalau orang luar Lapas menghubungi penghuni masih bisa. Namun, penghuni Lapas dan Rutan tidak bisa menghubungi orang di luar Lapas dan Rutan.
“Yang ada hanya telepon umum koin dan hanya pihak telkom saja yang bisa mengambil koin tersebut. Bukannya membayar kepada petugas sipir atau pihak lain,” kata dia.
Dwi mengaku, antisipasi lainnya dilakukan dengan melakukan penyadapan telepon. “Tapi kalau dalam pembicaraan mereka menggunakan sandi atau kode sesuai dengan keahlian mereka terkait pesanan barang terlarang atau melakukan sesuatu wajar saja jika petugas tidak mengetahui apa yang di maksud dalam pembicaraan tersebut,” katanya.