TERASLAMPUNG.COM, BANDARLAMPUNG — Walikota Bandarlampung Eva Dwiana kecewa dengan sikap Pemerintah Provinsi Lampung yang hanya memberikan ‘angin sorga’ terkait pencairan Dana Bagi Hasil (DBH) tahun 2023.
“Kami pemerintah kabupaten/kota pernah dikumpulkan oleh bapak gubernur dijanjikan DBH akan segera dicairkan. Kemudian beberapa hari menjelang tahun baru kita (bupati/walikota) dikumpulkan lagi oleh gubernur,” kata Eva Dwiana di Ruang Rapat Walikota Bandarlampung, Selasa, 2 Januari 2023.
“Kami diberikan angin surga. Katanya DBH akan cair, tetapi faktanya tidak,” ujarnya.
Menurut Eva, tidak cairnya DBH berdampak pada terganggunya beberapa program kerja Pemkot Bandarlampung.
“Kami ini menunggu (pencairan DBH) karena dananya akan kami gunakan untuk kepentingan masyarakat. Apa yang kita janjikan juga kami berikan kepada masyarakat sebagian dananya kan dari situ,” ujar Walikota Eva Dwiana.
“Harapan kami DBH segera dicairkan karena itu uang kami, yang namanya bagi hasil itu hak. Berapa besarnya Pemkot mendapat DBH silakan kawan-kawan wartawan tanya kepala BPKAD. Di sana akan diberikan informasi secara detail,” tegasnya.
Di tempat terpisah, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Bandarlampung, M. Ramdhan, menjelaskan untuk tahun 2023 DBH yang dicairkan atau dibayarkan Pemerintah Provinsi Lampung baru triwulan satu dan itu pun masih kurang atau belum semuanya.
“DBH yang belum dibayarkan di triwulan satu yaitu dari BBNKB dan baru disalurkan untuk triwulan satu sebesar Rp24 miliar plus utang DBH tahun 2022 sebesar Rp100 miliar. Jadi, DBH tahun 2023 yang belum disalurkan yaitu triwulan dua, tiga dan empat akan dibayarkan Pemprov Lampung tahun 2024,” jelasnya.
Akibat tidak transparannya Pemprov Lampung dalam proses penyaluran DBH, Ramdhan kesulitan menjawab pertanyaan awak media saat ditanyakan berapa hutang Pemprov terkait DBH tersebut.
“Provinsi itu tidak memberikan kita (Pemkot) SK (Surat Keputusan) berapa DBH yang akan dibayar jadi kalau ditanya berapa utangnya ya. Kami tidak tahu. Tapi mereka bikin ketentuan kalau kita mau menganggarkan pendapatan dari DBH di APBD maksimal Rp133 milyar padahal kita yakin lebih dari itu,” ungkapnya.
Menurut Ramdhan, dampak dari penyaluran DBH yang tidak tepat waktu adalah Pemkot Bandarlampung tidak bisa meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI.
“Kalau mau jujur, akibat provinsi menahan DBH Kota Bandarlampung tidak mendapat opini WTP. Kenapa? Karena kita tidak mendapat WTP disebabkan hutangnya banyak, hutang banyak ya karena kita gak ada duit, yang kedua kita menggunakan dana DAK (Dana Alokasi Khusus) yang seharusnya tidak digunakan, inipun kita pakai karena kita tidak ada uang, kemudian target pendapatannya tidak tercapai. Kalau saja Provinsi Lampung menyalurkan kewajibannya (DBH) mestinya opini itu tidak terjadi buat Kota Bandarlampung,” jelas M. Ramdhan.
“Kalau Provinsi Lampung meraih WTP, dari gambaran yang saya ungkapkan tadi mestinya bisa kita tuntut, sebab efek domino dari apa yang dilakukan provinsi itu ke kita,” pungkasnya.
Dandy Ibrahim