Soal Penyegelan Rumah Makan dan Kedai Bakso, Ini Kata BPPRD Bandarlampung

Alat "tapping box" yang dipasang di hotel, restoran, rumah makan, dan tempat bisnis yang menjadi wajib pajak di Kota Bandarlampung.
Alat "tapping box" yang dipasang di hotel, restoran, rumah makan, dan tempat bisnis yang menjadi wajib pajak di Kota Bandarlampung.
Bagikan/Suka/Tweet:

TERASLAMPUNG.COM — Kesadaran pengusaha restoran/kafe mengoptimalkan penggunaan tapping box atau alat perekam transaksi masih rendah hal itu dikuatkan dengan adanya penyegelan tiga rumah makan satu gerai bakso beberapa hari yang lalu oleh tim penyegelan Pemkot Bandarlampung. Padahal, pemasangan tapping box oleh Badan Pengelola Pajak dan Retribusi (BPPRD) sejak tahun 2019 itu diprakarsasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah.

Kepala Bidang (Kabid) Pajak BPPRD Bandarlampung, Andre Setiawan, mengatakan seharusnya tidak perlu terjadi pengoptimalan tapping box jika ada niat baik dari pengusaha tapi kenyataannya dari hasil pengawasan langsung dan tidak langsung masih banyak pengusaha wajib pajak tidak mengoptimalkan alat tersebut. Sebab, menurutnya, proses sosialisasi dan ujicoba sudah lama dilakukan.

“Pengalaman kami di satu kafe, ketika kami ada pengawas di sana efeknya setoran pajaknya bisa sampai Rp8/bulan saat tidak ada pengawas hanya Rp2juta/bulan,” jelasnya kepada teraslampung.com, Kamis, 10 Juni 2021.

Begitu juga dengan hasil turun lapangan dengan menjadi pembeli di satu rumah makan terkenal. Rumah makan tersebut tidak menggunakan tapping box, tetapi memakai cas register miliknya dan di nota tercantum pajak 10 persen.

“Saya tidak usah sebut nama rumah makannya ya. Yang jelas rumah makan itu terkenal. Saya mendapat nota pembelian dan tertulis pajak 10 persen, dua hari kemudian nota saya itu saya cek di komputer apakah dilaporkan atau tidak. Hasilnya tidak dilaporkan,” ungkapnya.

Sesuai aturan yang ada di Perda nomor 6 tahun 2018 dan Perwali Nomor 43 tahun 2018, BPPRD jika menemukan wajib pajak yang tidak menggunakan tapping box, BPPRD wajib melakukan teguran.

“Kalau kami menemukan hal-hal seperti itu kami taat aturan yaitu dengan menegurnya secara lisan kemudian tulisan kepada para wajib pajak yang tidak optimal menggunakan tapping box dan dalam aturan itu juga disebutkan penghentian sementara kegiatan,” jelasnya.

Dia juga menjelaskan bagaimana pelayan pihaknya kepada wajib pajak yang merasa kesulitan mengoperasikan tapping box dengan cara memberikan kursus singkat hingga pemberian kertas struk.

“Ada wajib pajak yang mengaku stafnya kesulitan mengoperasikan tapping box, kami datangi dan diberikan kursus singkat. Kalau alatnya rusak tim perawatan langsung datang, selain itu tim perawatan dari vendor setiap bulan mendatangi para wajib pajak untuk menanyakan keluhan dan perbaikan jika diperlukan,” katanya.

“Kami (BPPRD) juga memberikan kertas struk kepada para wajib pajak hotel, restoran, tempat hiburan dan parkir secara cuma-cuma.”

Andre Setiawan mengimbau para wajib pajak untuk mengoptimalkan penggunaan tapping box karena dana yang diambil pajak 10 persen itu dari konsumen.

“Yang dikenakan pajak itu konsumen bukan pengusahanya maka sebenarnya agak aneh kalau tapping box tidak dioptimalkan selain itu penyetoran uang pajak juga tidak ke kita. Kami hanya memverifikasi dan dana itu disetor wajib pajak ke Bank Lampung,” jelasnya.

Dandy Ibrahim