Pilbup  

Soal WTP, Saling Serang Agung dengan Zainal Abidin Makin Sengit

Debat Publik Pilbup Lampura, Senin malam(30/4/2018)
Debat Publik Pilbup Lampura, Senin malam(30/4/2018)
Bagikan/Suka/Tweet:

Feaby|Teraslampung.com

Kotabumi–Aksi saling sindir atau ‘saling serang’ antarpasangan calon (paslon) Bupati dan Wakil Bupati Lampung Utara akhirnya memuncak ‎dalam tahapan debat publik antarpaslon, di Aula Hotel Graha Wisata, Minggu malam (30/4/2018) pukul 20.00 WIB hinggga 22.30 WIB.

‎Tahapan debat antarpaslon mencapai klimaksnya saat Agung Ilmu Mangkunegara meminta paslon dengan nomor urut satu menjelaskan apa yang dimaksud dengan predikat keuangan ‘Wajar Tanpa Pengecualian'(WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan berikut bagaimana cara untuk meraihnya.

Diketahui, semasa Zainal Abidin memimpin Lampura predikat keuangan Lampura belum pernah sekalipun mendapat predikat WTP.

Zainal mengakui ‎pemerintahannya dulu belum pernah mendapat predikat WTP. Namun, bukan berarti tata kelola administrasi keuangan pada pemerintahannya dulu itu amburadul. Belum diraihnya predikat WTP semasa ia memimpin dikarenakan pelbagai faktor.

Pelbagai faktor itu di antaranya masih ada satuan kerja di pemerintahannya yang belum menjalankan administrasi dengan baik. Salah satunya terjadi pada instansi yang dipimpin oleh Budi Utomo yang sekarang menjadi pasangan pesaingnya. Kekurangan ini tidak ingin ia tutup – tutupi dikarenakan ia tak ingin membohongi rakyat hanya untuk mengejar predikat WTP.

“Ada satuan kerja yang tidak menjalankan administrasi keuangan dengan baik. Dinas yang dipimpin oleh pak Budi‎ itu salah satunya,” tegas Zainal.

Mendapat tudingan seperti itu, Budi Utomo pun tertarik untuk menjelaskannya di hadapan pengunjung debat. ‎Salah satu birokrat senior di Lampura ini mengatakan yang menjadi pengganjal Lampura tak meraih predikat WTP kala itu ialah persoalan aset.

Aset daerah kala itu sama sekali tidak terukur‎, sedangkan persoalan aset menjadi salah satu faktor kunci utama untuk meraih predikat WTP dari BPK. Semasa pemerintah Zainal Abidin, penataan terhadap aset daerah tidak pernah dilakukan.

“Hasil auditor BPK‎ ada aset daerah yang tidak terukur dan tinggal memenuhi aturannya saja. Hanya saja aset yang tidak terukur waktu itu belum pernah dilakukan penataan,” urai Budi.

‎Jawaban Budi Utomo‎ kembali memantik reaksi dari mantan Bupati Zainal Abidin. Zainal mengatakan, aset memang menjadi faktor penting untuk meraih WTP, namun bukanlah menjadi pengganjal utama pemerintahannya untuk meraih predikat WTP kala itu.

Pengganjal utama pemerintahannya untuk mendapat predikat WTP kala itu bukanlah mengenai persoalan aset. Kendati demikian, ia tidak menjelaskan secara rinci apa yang menjadi biang keladi kegagalan pemerintahannya dalam meraih predikat WTP kala itu.

Ia hanya mencontohkan predikat WTP hanya akan menjadi mimpi bagi setiap pemerintah daerah kalau masih ada persoalan keuangan di atas Rp1 Miliar. ‎Dengan tegas ia mengatakan, pemerintahannya kala itu lebih mementingkan pengelolaan keuangan secara transparan ketimbang hal lainnya.

‎”Kalau ada masalah di atas Rp1 m, tidak mungkin dapat WTP. Pemerintahan saya dulu transparan supaya masyarakat lihat kinerja aparaturnya,” bebernya.

Hangatnya suasana debat kembali kentara saat Cawabup M. Yusrizal meminta Agung Ilmu Mangkunegara menjelaskan tunggakan Alokasi Dana Desa tahun 2017 silam. ADD merupakan ‎anggaran pendamping Dana Desa (DD) yang wajib dialokasikan oleh setiap pemerintah daerah termasuk Lampura. Pemkab Lampura masih memiliki tunggakan delapan bulan ADD 2017 kepada 232 di daerahnya.

‎”Pemerintahan itu bukan hanya eksekutif tapi terdiri juga dari legislatif. Tidak fair kalau kegagalan permasalahan keuangan (Alokasi Dana Desa) hanya menjadi tanggung jawab Pemda. Anda (M. Yusrizal) juga harus bertanggung jawab,” tandasnya.
‎Saling serang kembali terjadi saat Aprozi Alam diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada paslon nomor urut tiga (Agung – Budi). Pertanyaan yang diajukan seputar narkoba dan bahanya berikut penanggulangannya.

“Saya akan‎ melakukan tes urine terhadap pelajar -pelajar karena mereka adalah penerus tongkat estafet kepemimpinandi negeri ini,” papar Agung.

Pemaparan Agung ini kembali coba ‘dimentahkan’ oleh Aprozi ‎yang menyebut kebijakan itu terlalu tinggi biayanya. Mengingat untuk tiap tes urine diperlukan dana yang tidak sedikit. Apalagi jika harus melakukan tes urine kepada seluruh para pelajar.

“Uang bukan segala – galanya karena ia berasal dari rakyat, dan akan kembali untuk rakyat. Selamatkan generasi muda itu lebih penting ketimbang memikirkan besaran anggaran yang harus dikeluarkan,” urainya.