Ginta Wiryasanjaya
Komoditas pertanian dan perkebunan selalu saja mengalami fluktuasi yang merugikan para petani. Sayangnya, para pemangku kepentingan selama ini masih kurang peduli untuk menemukan akar masalah dan menemukan jalan keluarnya. Sejauh ini belum ada pembahasan yang tuntas dan terperinci dari para pemangku kepentingan untuk mengatasi masalah fluktuasi harga komoditas pertanian dan perkebunan dengan data termutakhir.
Terkait harga, sebenarnya kepentingan yang lebih besar adalah: bagaimana agar masyarakat dapat membeli barang dengan harga murah? Jadi, bukannya hanya berpikir bagaimana menaikkan harga jual hasil pertanian. Sebab, pihak pabrik pun tentunya selalu berpikir mencari keuntungan. Mereka tentu akhirnya akan menaikkan harga jual produknya. Apalagi kalau pabrik tersebut sudah melakukan monopoli. Tentu, para kompetitor akan kesulitan. Hal inilah yang menjadi buah simalakama.
Saat ini harga singkong di Lampung dalam kisaran Rp600-Rp800/kg. Petani terpuruk. Namun, pengusaha yang bahan baku pabriknya berasal dari singkong akan untung. Perhitungannya: harga singkong Rp 700/kg, tetapi harga tepung tapioka di tingkat pengecer Rp 8.000/kg (1.143%).
Begitu juga dengan gabah. Harga gabah di Lampung saat ini Rp 2.600/kg, tetapi harga beras Rp 11.000/kg (423 %).
Bagaimana di bidang proyek jalan? Sama saja. Harga batu split Rp 200.000/m3, sedangkan harga readymix Rp 1.070.000/m3 (500%).
Dengan tingkat penyusutan 200% saja, tentunya harga modal komoditas pertanian tersebut masih jauh lebih rendah dibandingkan harga jualnya. Harga komoditas menjadi tinggi karena: biaya produksi yang mahal dan biaya transportasi logistik yang tinggi. Maka dari itu, mungkin untuk kasus singkong ini perlu dipertimbangkan:
- Mengaktifkan kembali pabrik-pabrik tapioka di tingkat perdesaan yang berpotensi terhadap hasil pertanian tertentu.
- Memanfaatkan Anggaran Dana Desa (ADD) untuk meningkatkan perekonomian masyarakat perdesaan untuk kesejahteraan masyarakat dengan membangun pabrik-pabrik tersebut.
- Merencanakan pasar untuk pasca-produksinya.
- Menyiapkan peta tentang situasi komoditas pertanian untuk setiap wilayah. Ini bisa dilakukan oleh Dinas Pertanian.
Demikian sedikit masukan agar kita sama-sama dapat meningkatkan penghasilan para petani. Tentunya masyarakat pemakai hasil turunannya juga dapat membeli komoditas itu dengan harga murah.
Mari putuskan mata rantai mafia singkong di Lampung! Mari sejahterakan petani kita!
BACA JUGA: Banjir Singkong Impor dari Vietnam Sebabkan Harga Singkong di Lampung Anjlok