Soroti Program Agraria, Puluhan Mahasiswa Berunjuk Rasa di Depan Kantor BPN Lampung Selatan

Bagikan/Suka/Tweet:

Iwan J Sastra/Teraslampung.com

Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Hukum (HMH) dan Forum Studi  dan Advokasi Mahasiswa (Fusvom) Lampung Selatan berunjuk rasa depan  Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lampung Selatan, Rabu (25/3).

KALIANDA – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Hukum (HMH) dan Forum Studi & Advokasi Mahasiswa (Fusvom) Lampung Selatan, menggelar aksi demo di halaman Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lampung Selatan, Rabu (25/3).

Aksi unjuk rasa itu dilakukan sebagai bentuk protes terhadap pihak BPN Lampung Selatan atas tingginya biaya pembuatan sertifikat tanah bagi masyarakat lewat program nasional agraria (Prona) yang diduga telah di koordinir oleh pihak BPN dan Konsorium.

Koordinator Aksi Hery Prasojo dalam orasinya mengatakan, kegiatan prona pada prinsipnya merupakan salah satu wujud upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat golongan ekonomi lemah sampai dengan menengah.

Menurutnya, biaya sumber anggaran kegiatan prona tersebut berasal dari anggaran  pendapatan dan belanja negara (APBN) yang dialokasikan dalam DIPA Kantor Pertanahan kabupaten/kota. Sedangkan, lanjutnya, untuk program pengelolaan pertanahan itu, sudah ditetapkan ke dalam Peraturan Menteri (Permen) Agraria RI No.1 Tahun 2015 pasal 12 ayat 1,2,3 tentang program nasional agraria.

“Tetapi kenyataanya, kami menemukan adanya pungutan di desa terkait pembuatan sertifikat tanah melalui prona yang biayanya sangat tinggi mulai dari Rp600 ribu sampai dengan Rp1 juta. Dengan tingginya biaya pembuatan sertifikat tanah lewat prona tersebut, sudah barang tentu akan membebani masyarakat,” pekiknya.

Senada diungkapkan Ketua Umum Fusvom Lamsel Deny Galih Riazy, Ia mengatakan, kegiatan prona yang dilaksanakan oleh BPN sudah seharusnya untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat kurang mampu.

“Namun nyatanya, dalam praktik dilapangan prona tidak berjalan sesuai aturan yang sudah ditetapkan oleh pihak kementerian agraria. Dimana banyak oknum yang memanfaatkan program tersebut untuk memperoleh keuntungan lewat pungli pembuatan sertifikat dengan biaya yang bervariasi,” ungkapnya.

Sementara itu, Kasubag Tata Usaha BPN Lamsel Herman Ladopitindas secara terang-terangan membantah tuduhan yang disampaikan oleh para mahasiswa terkait adanya keterlibatan pihak BPN dengan kegiatan pungli prona. Bahkan Ia menegaskan, bahwa BPN Lamsel tidak pernah bekerja sama dengan pihak manapun dan siapapun terkait kegiatan prona di kabupaten serambi pulau sumatera ini.

“Kami sudah menjelaskan dan membalas surat yang dikirimkan oleh adik-adik mahasiswa ini. Semuanya sudah kami jelaskan, bahwa BPN tidak pernah membuat kontrak kerjasama dengan pihak manapun terlebih dengan konsorsium yang dimaksud oleh adik-adik mahasiswa. Jadi silahkan saja adik-adik mahasiswa jika ingin menuntut mereka (konsorium, red) yang diduga telah melakukan pungli pembuatan sertifikat tanah kepada masyarakat,” tegasnya.

Usai mendapat jawaban dari pihak BPN Lamsel, akhirnya puluhan mahasiswa tersebut meninggalkan Kantor BPN dan kembali melanjutkan aksi unjuk rasa di Kantor Kejaksaan Negeri Kalianda, sekaligus melaporkan adanya dugaan pungli dalam kegiatan prona di Lampung Selatan.