Oleh: Erina Noviani, ST., M.T.
Peneliti pada usat Studi Kota dan Daerah (PSKD) dan Mahasiswa S3 Ilmu Lingkungan Unila
Perubahan iklim (climate change) semakin nyata dampaknya di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Kenaikan suhu global, perubahan pola curah hujan, dan peningkatan frekuensi kejadian cuaca ekstrem menjadi tanda bahwa krisis iklim bukan lagi ancaman masa depan, melainkan kenyataan yang kita hadapi saat ini. Salah satu tantangan terbesar dari perubahan iklim adalah meningkatnya frekuensi dan intensitas bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan kekeringan. Fenomena ini tidak hanya mengancam ekosistem, tetapi juga berdampak pada perekonomian, ketahanan pangan, infrastruktur, serta kesejahteraan masyarakat secara luas. Tanpa mitigasi dan adaptasi yang tepat, perubahan iklim dapat memperburuk dampak sosial dan ekonomi, terutama di daerah dengan sistem tata kelola air yang belum optimal.
Di Indonesia, dampak perubahan iklim semakin terasa dengan meningkatnya curah hujan ekstrem yang menyebabkan banjir di berbagai daerah, sementara musim kemarau yang lebih panjang memperparah risiko kekeringan. Kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Bandar Lampung menghadapi tantangan besar akibat sistem drainase yang tidak memadai, alih fungsi lahan, serta penurunan daya dukung lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang matang, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, agar Indonesia, khususnya Bandar Lampung, dapat lebih siap dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang semakin kompleks.
Bencana Banjir dan Kekeringan
Banjir dan kekeringan merupakan dua fenomena yang saling berlawanan tetapi sama-sama berakar pada masalah iklim dan tata kelola lingkungan. Banjir sering kali terjadi akibat curah hujan ekstrem yang tidak mampu diserap oleh lingkungan sekitar, terutama di daerah dengan sistem drainase buruk dan alih fungsi lahan yang tidak terkontrol. Sementara itu, kekeringan terjadi ketika curah hujan yang rendah berkepanjangan menyebabkan berkurangnya ketersediaan air di sungai, waduk, dan akuifer.
Di Indonesia, kedua bencana ini semakin sering terjadi. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bahwa dalam beberapa tahun terakhir, banjir mendominasi kejadian bencana, terutama di wilayah perkotaan yang mengalami urbanisasi cepat tanpa perencanaan lingkungan yang baik. Di sisi lain, kekeringan juga semakin sering terjadi, terutama di daerah pertanian yang bergantung pada air hujan. Fenomena El Niño dan La Niña memperburuk kondisi ini, menyebabkan ketimpangan antara curah hujan tinggi dan musim kering yang lebih panjang.
Strategi Jangka Pendek Menghadapi Banjir dan Kekeringan
Untuk mengatasi dampak langsung dari banjir dan kekeringan, pemerintah dan masyarakat perlu mengambil langkah-langkah cepat dan tanggap. Beberapa strategi yang dapat diterapkan dalam jangka pendek meliputi sebagai langkah awal, mengurangi sampah plastik dan membuang sampah pada tempatnya, karena kebiasaan sederhana seperti ini dapat membantu mencegah penyumbatan saluran air yang sering menjadi penyebab banjir. Di samping itu, memanen dan menyimpan air hujan juga menjadi langkah penting, di mana pemanfaatan air hujan untuk kebutuhan sehari-hari seperti menyiram tanaman atau mencuci kendaraan dapat mengurangi ketergantungan pada air bersih saat musim kemarau.
Selain itu, menanam tanaman di pekarangan atau halaman rumah dapat membantu menyerap air hujan, mengurangi risiko genangan, serta menambah keteduhan di lingkungan sekitar. Tidak kalah penting, menggunakan air secara bijak juga harus diterapkan dengan menutup keran saat tidak digunakan, memanfaatkan air bekas, serta memperbaiki kebocoran pipa agar penggunaan air lebih efisien.
Di sisi lain, membersihkan dan memelihara saluran air secara rutin menjadi upaya kolektif yang dapat dilakukan dengan kerja bakti membersihkan selokan dan sungai agar air dapat mengalir lancar dan tidak memicu banjir. Tak hanya itu, mendukung program penghijauan dan reboisasi juga merupakan langkah strategis yang dapat dilakukan dengan berpartisipasi dalam kegiatan penghijauan atau mendukung kebijakan pemerintah terkait reboisasi untuk mengurangi risiko bencana hidrometeorologi.
Terakhir, menyebarkan kesadaran tentang perubahan iklim sangat diperlukan, karena edukasi kepada keluarga, teman, dan masyarakat sekitar mengenai pentingnya menjaga lingkungan dapat menciptakan perubahan positif yang berkelanjutan. Dengan menerapkan strategi-strategi ini secara konsisten, dampak banjir dan kekeringan dapat diminimalkan secara efektif.
Strategi Jangka Panjang Menghadapi Banjir dan Kekeringan
Menghadapi tantangan perubahan iklim yang semakin kompleks, strategi jangka panjang menjadi kunci untuk memastikan ketahanan wilayah terhadap bencana hidrometeorologi. Pendekatan ini tidak hanya berfokus pada penanganan darurat, tetapi juga pada langkah-langkah berkelanjutan yang dapat memperkuat sistem lingkungan dan infrastruktur dalam menghadapi banjir dan kekeringan di masa depan.
Adapun strategi yang bisa dilakukan dalam jangka panjang adalah pertama, restorasi ekosistem dan lanskap, yang mencakup reforestasi, perlindungan ekosistem rawa, serta rehabilitasi lahan terdegradasi guna menahan air hujan, mengurangi risiko banjir, dan menjaga ketersediaan air saat musim kemarau. Kedua, revitalisasi ekosistem sungai dan daerah aliran sungai (DAS), yang dapat dilakukan melalui reforestasi di hulu serta penegakan aturan garis sepadan sungai agar risiko banjir berkurang dan pasokan air tetap terjaga. Selanjutnya, pembangunan kota berbasis Solusi Berbasis Alam (SBA) menjadi langkah penting dalam mewujudkan kota yang tangguh dengan menambah ruang terbuka hijau, hutan kota, serta sistem drainase alami untuk mengurangi dampak banjir.
Selain itu, penguatan kebijakan adaptasi iklim juga diperlukan dengan memperketat regulasi terkait tata guna lahan, pengendalian deforestasi, serta pengurangan emisi gas rumah kaca agar eksploitasi lahan yang berlebihan dapat dicegah.
Di sisi lain, inovasi teknologi untuk ketahanan air juga harus dikembangkan, seperti desalinasi air laut, pemanenan air hujan, serta daur ulang air limbah sebagai sumber alternatif untuk menghadapi kekeringan yang semakin sering terjadi. Lebih lanjut, peningkatan partisipasi masyarakat dan sektor swasta menjadi faktor kunci dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim melalui edukasi lingkungan serta keterlibatan sektor swasta dalam investasi hijau dan infrastruktur berkelanjutan.
Tak hanya itu, kolaborasi antar-pihak untuk pengelolaan sumber daya air juga harus diperkuat, melibatkan pemerintah, akademisi, komunitas lokal, serta sektor swasta untuk memastikan pengelolaan air yang lebih berkelanjutan melalui bank air tanah, konservasi hutan, dan pengelolaan bendungan. Di samping itu, pemeliharaan dan pemulihan sungai perkotaan juga menjadi langkah strategis, mengingat sungai perkotaan sering mengalami degradasi akibat pencemaran dan sedimentasi, sehingga perlu dilakukan normalisasi dan naturalisasi sungai, pembangunan taman air, serta peningkatan sistem drainase berbasis ekologi.
Terakhir, pembangunan kanalisasi untuk pengendalian air, sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Suparwoko dari UII, dapat membantu mengelola kelebihan air saat musim hujan serta mempertahankan pasokan air selama musim kemarau. Dengan strategi yang terintegrasi ini, ketahanan wilayah terhadap banjir dan kekeringan dapat ditingkatkan secara berkelanjutan.
Kolaborasi Multi-Pihak untuk Solusi Berkelanjutan
Perubahan iklim bukan lagi isu masa depan, melainkan kenyataan yang menuntut respons cepat dan strategis dari semua pihak. Banjir dan kekeringan yang semakin sering terjadi di Indonesia adalah bukti nyata bahwa adaptasi dan mitigasi harus menjadi prioritas dalam perencanaan pembangunan. Oleh karena itu, pemerintah, akademisi, sektor swasta, dan masyarakat perlu berkolaborasi dalam mengembangkan solusi berbasis alam, meningkatkan ketahanan infrastruktur, serta menerapkan kebijakan lingkungan yang berkelanjutan.
Selain itu, perlu adanya edukasi yang berkelanjutan agar masyarakat lebih sadar dan terlibat dalam upaya perlindungan lingkungan.
Dalam upaya menghadapi tantangan ini, sangat penting untuk melibatkan para ahli di berbagai bidang, seperti hidrologi, klimatologi, tata ruang, dan teknik sipil. Kontribusi mereka dalam merancang strategi pengelolaan sumber daya air, membangun infrastruktur yang tangguh terhadap perubahan iklim, serta mengembangkan sistem peringatan dini yang lebih efektif akan sangat menentukan keberhasilan dalam mengatasi banjir dan kekeringan dalam jangka panjang.
Dengan pendekatan yang komprehensif, berbasis data, dan didukung oleh kebijakan yang kuat, Indonesia dapat mengurangi risiko bencana hidrometeorologi serta memastikan kesejahteraan masyarakat di tengah perubahan iklim yang semakin kompleks. Keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini akan sangat bergantung pada kesadaran kolektif, inovasi teknologi, serta aksi nyata yang terus menerus dilakukan.
Komitmen jangka panjang dari semua pihak, termasuk peran aktif para ahli dan pemangku kepentingan, sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan ekosistem, memperkuat ketahanan wilayah, serta memastikan keberlanjutan kehidupan bagi generasi mendatang.