Syamsurrizal Mukhtar dan Mimpi Horti Park Lampung

Syamsurizal Mukhtar (Foto: Batin Mangku).
Bagikan/Suka/Tweet:

BANDARLAMPUNG – Seluruh rambutnya yang lebat telah lama memutih. Namun, dengan perawakan tinggi besar, laki-laki tersebut masih melangkah cepat dan gagah. Syamsurrizal Mukhtar, separuh lebih usianya, dihabiskan “menjelajah” alam dan terjun ke masyarakat. Beliau tokoh senior pencinta alam dan lembaga swadaya masyarakat di Provinsi Lampung.

Alumnus Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, ini telah mendedikasikan separuh lebih usianya untuk kegiatan sosial utamanya yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan hidup. Alam tampaknya telah menempa fisik laki-laki asal Gunung Dempo, Empat Lawang, Sumatera Selatan yang lahir pada tahun 1957 ini, masih tampak prima.

Setelah melalangbuana puluhan tahun, kini, alumni Fakultas Pertanian Universitas Lampung ini menghabiskan hari-hari tuanya di Taman Hortikultura (Horti Park) Provinsi Lampung sejak dibangun Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura (PTPH) akhir tahun 2015 dan diresmikan 17 Februari 2016 oleh Gubernur Ridho Ficardo di Desa Sabah Balau, Kabupaten Lampung Selatan, tak jauh dari Padang Golf Sukarame, Bandarlampung.

Mantan Ketua Watala (Mahasiswa Pencinta Alam) periode 1982 – 1985 meninggalkan kegiatan terakhirnya membangun kawasan wisata “insitu” di Sedayu, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Tanggamus, agar bisa fokus membangun Horti Park Lampung. Alasan dia, tak bisa sambilan untuk mewujudkan mimpi memiliki Horti Park yang dapat menjadi kebanggaan masyarakat Provinsi Lampung.

Tanpa dana operasional, Syamsurrizal Mukhtar dan timnya berjuang mewujudkan visi dan misi Horti Park yang diasuh PKK Provinsi Lampung. Apalagi, lahan Horti Park berbatu dan kurang subur. Untuk dapat ditanami, lahan harus diolah dan dipupuk organik berupa kotoran hewan, mulsa, hingga obat-obatan alami pembasmi hama dan penyakit beberapa kali. Kegagalan awal penanaman adalah sukses yang tertunda, ujarnya.

Setiap hari, Kak Ijal, begitu panggilannya, bersama timnya, pagi hingga petang, mengolah, memupuk, dan memelihara puluhan jenis tanaman hortikultura. Dalam usia kebun yang baru setahun, Horti Park kini telah menjadi tempat yang menarik serta  menyenangkan bagi semua usia melalui kegiatan bercocok tanam dan panen/petik langsung buah-buah, sayur, bunga serta tanaman obat.

“Semakin beragam tanaman hortikultura yang bisa dibudidayakan, Horti Park semakin baik, sesuai visi dan misinya,” ujar anak kedua dari tujuh bersaudara pasangan Haji Ahmad Mukhtar Majid dengan Hajah Suhana.

Untuk menutupi kebutuhan operasional dan tambahan pendapatan timnya, Kak Ijal yang kulitnya tampak terbakar matahari, menjual hasil panennya dengan sepeda motor roda tiganya ke Lapangan Korpri Kantor Gubernur setiap Jumat, Dinas Pertanian setiap Selasa, Dinas Kesehatan setiap Rabu, dan Minggu di Pasar Tani, PKOR, Wayhalim, Bandar Lampung.

Hanya dengan totalitas dan keikhlasan Kak Ijal dan timnya, Horti Park mulai tertata dan bermanfaat bagi masyarakat, termasuk mahasiwa dan pelajar. Sabtu lalu (13/3/2016), sekelompok mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Lampung tampak sedang praktek membuat mulsa dari sisa tanaman padi. Secara rutin, para pelajar juga sering berkunjung dan ikut bercocok tanam.

Di lahan seluas 7,72 hektare, Kak Ijal dan timnya membagi empat wilayah tanaman hortikultura berupa buah-buahan sekitar 14 jenis, sayur-mayur sekitar 14 jenis, bunga (florikultura) sekitar 19 jenis, dan beberapa jenis tanaman obat-obatan atau biofarmaka. Untuk sayur-mayur, ada dua jenis, yakni sayuran yang dikonsumsi daunnya dan sayuran yang dikonsumsi buahnya.

Selain berbagai jenis tanaman hortikultura, Horti Park dilingkapi kantor, jalan lingkungan atau “jogging track”, “screen house” rumah bayang, bangsal panen, ruang penyimpanan, dan kelengkapan lainnya. Kak Ijal khawatir jika tidak dikelola dengan kesungguhan hati gagasan bagus dan aset yang ada sia-sia. “Saya setahun mengubah cara berpikir timnya,” ujarnya.

Mereka, tim Kak Ijal, sebelumnya para buruh lepas perkebunan karet PTP VII yang dibayar berdasarkan pekerjaan yang diberikan pihak perusahaan. Sedangkan di Horti Park, mereka harus menjadi manager sekaligus pekerja terhadap tanaman yang menjadi tanggungjawabnya dari pengolahan lahan, penanaman, hingga panen dengan honor di bawah UMR, sama dengan honor yang diterima Kak Ijal.

“Dari hasil kebun itu, kami bisa sisihkan sedikit untuk tambahan kebutuhan hidup mereka,” kata Kak Ijal yang merintis PKBI (1987), gabung dengan WWF di Riau tahun 1995, International Centre for Research ini Agroforestry (ICRAF) di Lampung Barat 2002, menggarap kawasan wisata “insitu” di Sedayu, TNBBS, Kabupaten Tanggamus pada tahun 2009.

Dalam mengelola Horti Park, katanya, tak semata-mata profit yang ingin didapat. Jika Cuma mengejar keuntungan, tanam saja lahan secara monukultur dengan tanam yang hasil panennya bagus saat ini, seperti singkong atau jagung. Namun, Horti Park, harus mengendepankan keaneragaman tanaman untuk usaha taninya sesuai fungsi Horti Park.

Ada sembilan mimpi atau misi Horti Park Lampung, yakni sebagai kebun percontohan pengeloaan perkebunan horikultura yang baik dan benar, contoh penerapan budidaya ramah lingkungan hidup, penangkaran benih unggul dan bernilai komersial, pemberdayaan kelembagaan, pemasaran (pasar tani), edukasi atau pendidikan, penelitian dan pengembangan, tempat wisata, dan upaya kelestarian lingkungan hidup.

Kak Ijal dan timnya baru setahun berjuang mewujudkan mimpi tersebut. Beliau membuka diri pada siapa pun yang ingin berpartisipasi mewujudkan Horti Park milik masyarakat Lampung ini. Ada beberapa obsi, katanya, salah satunya menjadi bapak atau ibu asuh tanaman buah-buahan. Bapak atau ibu asuh diharapkan turut berpartisipasi pada kebutuhan pertumbuhan tanaman.

Di Horti Park, ada beberapa tanaman yang telah diasuh oleh para pejabat daerah ini. “Pihak swasta maupun perorangan, silakan menjadi bapak atau ibu asuh tanaman yang ada di Horti Park ini,” kata Kak Ijal.

Saat ini, Horti Park sedang menjajaki kemungkinan Ikatan Sarjana Pertanian (ISP) Fakultas Pertanian Universitas Lampung turut membudidayakan melon. Dulur Faperta 84, mahasiswa alumni Fakultas Pertanian Universitas Lampung angkatan 1984 sedang pula menjajaki turut memeriahkan Horti Park dengan tanaman buah-buahan, melon atau semangka.

“Mudah-mudahan, kami juga bisa bangga memiliki tanaman horti bersama walau jumlahnya tidak besar,” ujar Ir. Ibrohim Kholil, penanggungjawan unit usaha Dulur Faperta 84.

Menurut Johnson Clowor, alumni Faperta 84 juga, Horti Park tampaknya nyaman juga untuk lokasi ajang pertemuan alumni Faperta Unila.  Ada fasilitas ruang dan nuansa yang sesuai dengan disiplin ilmu, katanya.

Negeri ini, provinsi ini, butuh orang-orang seperti Kak Ijal yang punya motto hidup : “Orang Sukses Jika Bermanfaat Langsung bagi Orang Lain, dan Kesempurnaannya Bukan Atas Penguasaan Materi, Kebendaan, serta Kekuasaan.”

Masih banyak ide-idenya untuk petani, antara lain Pasar Tani yang merupakan gagasan Pemprov Lampung. Pasar Tani mencoba memperpendek rantai tata niaga dari petani k konsumen. Meski “sendiri”, Kak Ijal terus berjuang mewujudkannya. Menurut dia, para petani hortikultura terpaksa menjual hasil panen kepada para tengkulak dengan harga murah.

Semoga apa yang menjadi mimpinya dapat terwujud kelak. Amin.

Herman Mangku