Opini  

Tambahan Penghasilan Pegawai Ujian Kredibilitas Pj Bupati Aswarodi

Bagikan/Suka/Tweet:

Oleh: Feaby Handana

Setiap tahun pembayaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) Pemkab Lampung Utara selalu  mengundang kegaduhan. Semua itu dikarenakan pembayarannya nyaris selalu menunggak. Pada  2024 ini pun kondisinya masih sama. Total tunggakan TPP-nya mencapai tiga bulan. Padahal, ada sekitar 1.000-an pegawai yang hanya mengandalkan kucuran TPP untuk menopang kehidupan keluarga mereka. Rata-rata mereka sudah tak lagi bergaji karena harus membayar cicilan bank tiap bulannya.

Jika TPP telat dibayarkan, tak jarang mereka harus berhutang ke sana-sini untuk keluarganya. Bayar utangnya tentu menunggu TPP cair. Sayangnya, menjelang akhir tahun, TPP yang telah lama dinanti tak kunjung cair.

Celakanya lagi, dari tiga bulan tunggakan yang ada, TPP yang akan dibayarkan hanya satu. Alasannya, kemampuan daerah baru sebatas itu. Dua bulan sisanya tidak jelas apakah akan hangus atau dibayarkan karena masih menunggu aliran dana masuk.

Ironinya, para pemegang kebijakan di pemkab saat ini sepertinya tak mau peduli dengan kegelisahan para bawahannya. Mereka malah mementingkan proyek-proyek megah nan ambisius ketimbang kesejahteraan para bawahannya. Kabar yang beredar, nilai pelbagai proyek saat ini disebut-sebut menyentuh angka sekitar Rp30-an miliar.

Angka ini lebih dari cukup jika digunakan untuk membayar tunggakan TPP tersebut. Bahkan, masih bersisa. Sebab, anggaran pembayaran TPP sendiri hanya sekitar Rp6-7 miliar dalam tiap bulannya. Artinya, hanya butuh Rp18-21 miliar untuk membayar tiga bulan tunggakan tersebut.

Tak seimbangnya pembangunan fisik dan kesejahteraan ini diakui tidak diakui pasti mengusik ketentraman hati para pegawai tersebut. Mereka merasa diperlakukan tidak adil. Di satu sisi mereka dituntut menjadi abdi negara yang profesional, di sisi lain, TPP yang menjadi ‘hadiah’ dari kerja keras mereka justru diabaikan.

Saat mereka mencoba ‘berdamai’ dengan keadaan, hati mereka kembali tersakiti dengan sikap nirempati dari salah seorang petinggi pemkab. Pejabat itu dengan entengnya menyebut bahwa TPP bukanlah hak yang wajib dibayarkan. Boleh dibayarkan sepanjang kemampuan keuangan daerah mendukung.

Gajak seperti ini tentu bukanlah yang mereka harapkan. Sebab, perkataan ini tak ubahnya menabur garam di atas luka. Bukannya segera membayar TPP malah mengoyak-oyak perasaan mereka. Meski begitu, mereka masih berharap seluruh TPP mereka akan dibayarkan saat mendengar masuknya dana tambahan sebesar Rp19,1 miliar belum lama ini.

Sayangnya, ibarat bunga, harapan itu layu sebelum berkembang. Pemkab berdalih, dana tambahan itu hanya untuk membayar tunggakan gaji ke-13 dan Tunjangan Hari Raya (THR) para guru tahun 2024.

Bagi mereka yang jeli, pernyataan pemkab ini tak ubahnya seperti sedang membohongi publik. Sebab, sulit rasanya akal sehat kita semua memercayai bahwa hak para guru itu belum dibayarkan sampai saat ini.

TPP saja yang penerimanya hanya seribuan orang, gaduhnya saja seperti ini, apalagi para guru yang jumlahnya mencapai sekitar 4.000 orang. Tentu, gaduhnya akan berkali-kali lipat dari ini. Tapi, nyatanya, guru-guru adem ayem saja sehingga dapat diartikan bahwa apa yang disampaikan oleh pemkab bisa jadi tak sesuai dengan fakta yang ada.

Kemungkinan ketidaksesuaian fakta ini jugalah yang akan menjerat leher pemkab di kemudian hari. Meskipun mungkin telah menerima gaji ke-13 dan THR tahun 2024, para guru itu bisa saja menuntut hak itu kembali pada tahun 2025 mendatang.Toh, yang menjanjikan hal itu kan pemkab juga. Dengan demikian, pada tahun 2025 mendatang, mereka wajib menerima gaji ke-13 dan THR ganda.

Kegaduhan dan potensi masalah di masa mendatang ini harus segera disikapi dengan bijaksana oleh Penjabat Bupati Aswarodi. Luruskan apa yang mesti diluruskan. Tujuannya, agar pemerintahannya yang singkat ini mampu meninggalkan kesan yang baik di hati para pegawai.

Tak ada jalan lain, segera salurkan TPP itu. Selain sangat berarti bagi kehidupan pegawai, dana TPP itu juga akan sangat berdampak bagi perputaran ekonomi Lampung Utara. Sebab, akan ada uang belasan miliar yang akan dibelanjakan oleh para pegawai tersebut di akhir tahun.

Jika langkah ini tidak dilakukan maka desas-desus yang beredar bahwa uang tersebut akan digunakan untuk membayar uang muka proyek itu benar adanya. Kalau sudah begitu, jangan salahkan sumpah serapah pegawai akan mengiringi akhir masa jabatannya. Sepuluh bulan kepemimpinannya tidak akan pernah diingat. Pun demikian, pembangunan maupun prestasi yang pernah dilakukan dan dicapainya untuk Lampung Utara.***