Bisnis  

Tarif Baru AS Hantam Tambak Rakyat, Pemerintah Diam?

Bagikan/Suka/Tweet:

Teraslampung.com, Rawajitu Timur, 9 April 2025 – Para petambak udang di Indonesia kini semakin dihimpit rasa cemas seiring dengan diberlakukannya kebijakan tarif ekspor baru oleh Amerika Serikat (AS).

Kebijakan ini menjadi pukulan tambahan bagi industri budidaya udang nasional, khususnya bagi petambak kecil yang beroperasi di areal tambak lama seperti kawasan eks Dipasena, Lampung dan sekitarnya.

Udang merupakan komoditas unggulan ekspor perikanan Indonesia. Pada tahun 2023, nilai ekspor udang ke AS mencapai USD 1,1 miliar, mencakup 58,1% dari total ekspor perikanan ke negara tersebut, dan lebih dari 64% dari total ekspor udang Indonesia ke dunia.

Namun, tuduhan praktik dumping dari pemerintah AS sejak 2024 telah mengguncang kestabilan harga.

Meskipun tarif antidumping sempat diturunkan dari 6,3% menjadi 3,9% pada Oktober 2024, dampaknya di lapangan masih terasa berat bagi petambak.

“Udang ini tidak seperti ayam atau sapi yang mudah terserap pasar domestik. Konsumsinya rendah di dalam negeri, jadi begitu ekspor tersendat, kami langsung kena imbas,” ujar Arie Suharso, pengurus DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) sekaligus petambak udang aktif di Rawajitu Timur, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung, Rabu (9/4/2025).

Menurutnya, kondisi petambak udang skala kecil saat ini sudah sangat berat bahkan sebelum persoalan tarif ini muncul. Serangan penyakit seperti AHPND dan EHP yang terus bermutasi, kondisi tambak yang makin tua, minimnya akses teknologi dan permodalan, serta ketergantungan pasar pada eksportir besar menjadikan posisi petambak kian terpinggirkan.

Arie menyayangkan belum terlihatnya langkah konkret dari pemerintah pusat, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dalam melindungi para pembudidaya kecil dari dampak kebijakan internasional seperti ini.

“Kami berharap ada dukungan nyata, seperti program perbaikan infrastruktur tambak, pelatihan pengendalian penyakit, penguatan Kelompok Pembudidaya Ikan dan akses pasar yang lebih luas — bukan hanya membuat target produksi dan andalkan ekspor ke AS,” tegasnya.

KNTI mendorong pemerintah untuk mempercepat upaya perlindungan petambak skala kecil melalui pendekatan pembangunan berbasis keadilan. Tanpa keberpihakan nyata, Indonesia berisiko kehilangan ratusan ribu  hektar unit usaha tambak rakyat yang selama ini menopang produksi udang nasional secara konsisten dari balik layar industri.