Feaby|Teraslampung.com
Kotabumi — Besaran tarif parkir kendaraan roda dua dan roda empat di Rumah Sakit Umum Ryacudu, Kotabumi, Lampung Utara yang kini telah dikelola oleh perusahaan penyedia mesin parkir disinyalir melanggar peraturan daerah (Perda).
Diketahui, tarif parkir kendaraan roda dua di RSUR Rp2.000 dan akan terus bertambah Rp1.000 tiap jamnya semenjak dikelola oleh pihak ketiga. Sementara besaran tarif parkir untuk kendaraan roda empat ialah Rp3.000/jam dan juga akan terus bertambah Rp1.000/jamnya.
Besaran tarif – tarif tersebut sangat tidak sesuai seperti yang diatur di dalam Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum.
Di dalam Perda itu disebutkan bahwa tarif parkir kendaraan roda dua hanya Rp1.000. Tarif parkir kendaraan seperti sedan, jeep, mini bus, pikap, dan sejenisnya hanya dipatok Rp2.000. Tarif Rp3.000 baru dikenakan jika kendaraan itu berjenis truk ganden, trailer, atau truk kontainer, dan alat besar lainnya.
Selain terindikasi melanggar soal retribusi tarif, kebijakan penambahan tarif tiap jamnya yang diberlakukan oleh pihak pengelola parkir disinyalir tak mempertimbangkan kemampuan masyarakat dan aspek keadilan sebagaimana yang diatur dalam Perda itu. Terlebih, Perda Nomor 8 Tahun 2011 sama sekali tak mengenal sistem penambahan retribusi tiap jamnya bagi kendaraan. Sebab, dalam Perda, para pemilik kendaraan hanya dikenakan retribusi satu kali saja dan bukan bertambah tiap jamnya.
Melihat berbagai indikasi pelanggaran tersebut, sudah barang tentu, eloknya Pemkab meninjau ulang atau bahkan membekukan sistem parkir elektronik di RSUR. Pemkab harus mempertimbangkan aspek hukum dan aspek sosial sebelum tetap melanjutkan kebijakan tersebut. Pasalnya, ditinjau dari aspek hukum, besaran tarif itu sangat tak sesuai dengan Perda. Ditinjau dari aspek sosial, tentu, penambahan retribusi tarif parkir kendaraan tiap jamnya cukup memberatkan warga.
Jangan sampai niat baik Pemkab untuk menambah perolehan Pendapatan Asli Daerah dari sektor retribusi parkir malah menimbulkan kesan Pemkab tak menaati peraturan yang telah mereka setujui bersama dengan DPRD pada tahun 2011 silam. Dan yang tak kalah pentinya, jangan sampai kebijakan ini malah kontra produktif dengan program kesehatan gratis Bupati sehingga berujung pada bertambahnya kesusahan rakyat yang ingin berobat.
Jika Pemkab memang bersikukuh pengelolaan retribusi parkir RSUR tetap dikelola oleh pihak ketiga, hendaknya Pemkab mencabut dulu Perda yang ada dan mempertimbangkan aspek sosial agar tak memberatkan warga. Jika hal itu belum dilakukan, maka selamanya nota kesepakatan antara Pemkab dan pihak perusahaan pengelola parkir RSUR berpotensi cacat hukum dan menyengsarakan rakyat.