Bisnis  

Terdampak Pandemi Virus Corona, Ini yang Dilakukan Grab

Supir taksi online melakukan pengisian daya mobil listrik di Jakarta, Kamis (13/2/2020). Bisnis -
Supir taksi online melakukan pengisian daya mobil listrik di Jakarta, Kamis (13/2/2020). Foto: Bisnis.com
Bagikan/Suka/Tweet:

TERASLAMPUNG.COM — Salah satu perusahaan rintisan (startup) raksasa di Asia Tenggara, yakni Grab Holdings Inc. baru-baru ini menjadi sorotan publik terkait laju bisnisnya, setelah adanya pandemi corona.

Hal itu bermula ketika CEO Grab, Anthony Tan, mengakui bahwa pandemi virus corona (Covid-19) menciptakan tantangan-tantangan signifikan bagi startup layanan transportasi berbasis daring tersebut.

Dalam memo yang dikirimkan ke investor dan mitranya awal pekan lalu, Tan mengakui perusahaan membutuhkan ‘keputusan-keputusan yang sulit’ terkait pemangkasan biaya dan pengelolaan modal lantaran terdampak pandemi virus corona.

“Covid-19 adalah krisis tunggal terbesar yang memengaruhi Grab dalam delapan tahun keberadaan kami,” ungkap Tan dalam suatu pesan kepada investor dan mitra pada Senin (20/4/2020), seperti dilansir melalui Bloomberg.

Dia mengakui bahwa wabah corona memberikan dampak negatif yang signifikan dan belum pernah dialami oleh Grab selama ini.

Kondisi itu dinilai wajar oleh sejumlah pihak, lantaran permintaan untuk layanan transportasi telah mengalami penurunan cukup besar di Asia Tenggara, setelah beberapa daerah di wilayah itu memberlakukan lockdown.

Grab pun berusaha mengimbangi penurunan ini dengan pengiriman makanan, yang mengalami lonjakan permintaan karena perintah bagi masyarakat untuk tinggal di rumah (stay at home).

“Akan ada banyak keputusan dan trade-off yang sulit untuk dibuat saat kami terus mengevaluasi dampaknya terhadap bisnis kami,” lanjut Tan.

Kekhawatiran mengenai gangguan wabah corona terhadap laju bisnis Grab pun mulai tampak pada Kamis (30/4/2020) lalu, ketika perusahaan dikabarkan mengumumkan rencananya untuk menawarkan kebijakan cuti tanpa dibayar kepada beberapa pekerjanya.

Berdasarkan laporan Bloomberg, Kamis (30/4/2020), Grab memutuskan melakukan kebijakan pengurangan jam kerja dan menawarkan pekerjanya untuk mengambil opsi cuti tanpa dibayar.

Langkah ini disebut-sebut dilakukan oleh Grab sebagai strategi perusahaan untuk menghindari keputusan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada karyawannya.

Perusahaan yang berbasis di Singapura dan didukung oleh SoftBank Group Corp ini mengatakan bahwa pihaknya telah memberikan pilihan bagi staf mereka di seluruh wilayah untuk mengambil opsi kerja yang fleksibel, termasuk cuti panjang. Tawaran itu terutama diberikan kepada divisi atau bagian yang mengalami kelebihan kapasitas pekerja.

“Kami mengambil langkah-langkah aktif untuk menghemat uang dan mengelola basis karyawan kami, sebelum kami mempertimbangkan PHK,” kata Grab, seperti dikutip dari Bloomberg, Sabtu (2/5/2020).

Perusahaan itu pun mengungkapkan ketidaktahuannya mengenai kedalaman dampak pandemi corona berikut dengan durasinya.

“Dan kita tidak tahu berapa lama resesi ekonomi akan berlangsung.”

Ketika dikonfirmasi oleh Bisnis, pihak Grab belum memberikan respons hingga saat ini. Adapun perusahaan tersebut tercatat memiliki valuasi di angka US$14 miliar dengan memiliki 6.000 karyawan.

Perusahaan yang berbasis di Singapura ini dikenal sebagai startup dengan valuasi paling tinggi di Asia Tenggara. Tak hanya transportasi, perusahaan telah menjelajahi bisnis pengiriman makanan dan layanan lainnya.

Pada Februari, Grab menghimpun lebih dari US$850 juta untuk ekspansi ke layanan finansial. Jumlah ini di antaranya diperoleh dari Mitsubishi UFJ Financial Group Inc., bank terbesar di Jepang, sebesar US$706 juta.

BISNIS