Hukum  

Terkait Tewasnya Gajah Yongki, Tiga Warga Jadi Korban Penganiayaan Polisi

Istri Tarmizi (kedua dari kiri), Suparto (ujung kanan), dan para kerabatnya saat melaporkan ke Propam Polda Lampung terkait kasus penganiayaan dan salah tangkap yang dilakukan oknum polisi. Akibat kejadin itu, para korban, terutama Tarmizi, mengalami luka seriuus.
Bagikan/Suka/Tweet:

Zainal Asikin/Teraslampung.com

BANDARLAMPUNG-Tiga orang warga Pekon Pemerihan, Bengkunat Belimbing menjadi korban salah tangkap dan penganiayaan yang diduga dilakukan oleh oknum anggota polsi. Kasus tersebut, terkait dengan kematian gajah  jinak bernama Yongki di Taman Nasional Bukit Barisan (TNBBS), beberapa waktu lalu.

Ketiga warga tersebut adalah, Samingun (33), Suparto (35) dan Tarmuzi (33) ketiganya merupakan warga Pekon Pemerihan, Kecamatan Bengkunat Belimbing, Lampung Barat. Akibat salah tangkap, ketiga warga itu mengalami luka-luka memar di telinga, mata, dan kaki.

Dari ketiga warga yang menjadi korban salah tangkap, Tarmuzi (33) mengalami luka cukup serius hingga mengalami gegar otak dan harus dirawat di Rumah Sakit Umum Abdoel Moeloek Bandarlampung.

Akibat kejadian tersebut, Samingun, Suparto, dan istri  Tarmizi melapor ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Divisi Propam) Polda Lampung, Kamis (22/10) siang.

Salah satu korban salah tangkap dan penganiayaan, Samingun, menceritakan sebelum kejadian itu, awalnya ia sedang berada di rumah, Rabu (14/10) pagi lalu sekitar pukul 07.00 WIB. Tiba-tiba, datang empat orang yang mengaku sebagai anggota polisi berpakaian preman mendatangi rumahnya.

“Empat orang ini, membawa saya pergi dengan kendaraan mobil. Tapi saya sendiri belum tau mas, saya ini mau dibawa kemana dan ada masalah apa,”ucapnya di Mapolda, Kamis (22/10).

Setibanya di suatu pondokan,Mingun menuturkan, tepatnya tidak jauh dari Pondok Pesantren (Ponpes) sebelum Polsek Bengkunat. Di tempat itu, ia diturunkan dari kendaran dan ia dianiaya oleh salah satu orang oknum polisi.

“Waktu dipukuli, saya sambil ditanya soal tewasnya gajah yongki di Taman Nasional Bukit Barisan (TNBBS). Tapi orang yang membawa dan memukuli saya ini anggota polisi buser, tapi saya gak tau tugasnya dimana. Entah itu di Polsek atau Polres,”kata dia.

Setelah itu, ia dibawa dengan empat oknum polisi itu ke Polsek Bengkunat.  Setelah itu, empat orang yang membawanya ke Polsek Bengkunat pergi. Di Polsek ia sempat diperiksa, setelah selesai
diperiksa, ia dibawa oleh anggota dari Polsek Bengkunat kembali di pondokan tersebut. Selang tak lama kemudian, ia diantarkan pulang
kerumahnya.

“Jadi empat orang yang jemput dan menganiaya saya sudah pergi, saya pulang ke rumah diantar sama anggota polisi dari Polsek Bengkunat,”terangnya.

Akibat kejadian itu, ia mengalami luka dibagian telinga, sehingga pendengarannya rusak dan tidak jelas. Selain telinga, ia juga mengalami luka memar pada bagian mata kanan bagian bawah.

“Karena telinga saya sakit dan tidak bisa mendengar, lalu saya bersama teman saya Parto dan Tarmizi menjalani perawatan di RSUAM, Senin (20/10) malam lalu. Kalau saya sudah tiga hari dirawat, sementara teman saya Tarmizi masih dirawat karena lukanya cukup parah dia mengalami gegarotak,”ungkapnya.

Sementara dari pengakuan Suparto, dalam kejadian itu, ia mengalami luka memar pada kak kanannya akibat ditendang oleh oknum polisi. Selain ditendang ia juga dijenggut rambutnya, selain dirinya, temannya Tarmizi juga mengalami hal yang sama. Ketika itu, petugas juga menanyakan soal kematian gajah yongki.

“Saya dibawa ke kantor polisi sama teman saya Tarmizi, kami diperiksa di ruangan berbeda. Tapi saya dengar Tarmizi berteriak dan merintih kesakitan, saya juga gak tau diapakan teman saya itu,”ungkapnya.

Suparto menceritakan, ketika itu ia dan Tarmizi pulang bekerja dari bengkulu dengan mengendarai sepeda motor, Jumat (16/10) malam. Dalam perjalanan pulang, kami melihat ada polisi sedang menggelar razia kendaraan. Karena tidak memiliki SIM dan takut ditilang, sepeda motor yang dikendarainya berbelok jalan untuk menghindari polisi agar tidak terkena razia.

“Karena ketahuan menghindar, polisi mengejar saya, karena gugup dan takut saya jatuh dari motor. Lalu saya dan Tarmizi di bawa petugas ke Polsek Pesisir Selatan,”ucapnya.

Sementara Yuntoro, SH selaku kuasa hukum ketiga korban, mengatakan, secara resmi pihaknya menerima kuasa berkaitan dengan dilaporkannya ada tiga korban dan kejadiannya hampir sama. Ketiga korban meminta perlindungan hukum, terkait dengan adanya tindakan-tindakan yang diduga dilakukan oleh oknum kepolsian Lampung Barat. Namun belum bisa memastikan, apakah oknum tersebut di Polsek atau di Polres.

“Jadi sudah di laporkan kejadian ini ke Propam Polda Lampung dengan nomor Laporan: STPL/B-63/X/2015/yanduan tanggal 22 Oktober 2015. Intinya, perkara ini meminta perlindungan hukum dari Propam Polda,”kata Yuntoro kepada wartawan.

Dikatakannya, pelaporan ini karena ada beberapa tindakan oknum polisi yang melakukan tindakan bertentangan dengan hukum yang berlaku sesuai dari keterangan korban. Hal ini berkaitan dengan proses pemeriksaan daripada pengungkapan kasus kematian gajah Yongki di TNBBS.

“Jadi dalam proses pemeriksaan itu, pelaksanaannya aparat oknum polisi diduga ada pelanggaran hukum,”ujarnya.

Yuntoro mengutarakan, jika dilihat dari ketiga korban pelanggarannya adalah, dalam proses dimintai keterangan, pemanggilan dan prosedur penggeledahan. Apalagi dalam proses itu, tidak adanya surat
penggeledahan.

“Dalam proses BAP, saat korban dimintai keterangan ada salah satu korban yang diborgol. Korban juga mengalami tindakan-tindakan kekerasan fisik, seperti dari proses BAP itu adanya pemukulan
kekerasan fisik dibagian mata dan kaki,”terangnya.

Untuk korban Tarmuzi, Yuntoro menuturkan, kondisinya sekarang ini sedang koma akibat kejadian tersbut dan sekarang korban sedang berada di RSUAM.

Selang berapa hari kemudian, tepatnya hari Minggu (18/10) lalu. Keluarga Tarmuzi, mendapat kabar dari pihak kepolsian kalau Tarmuzi sudah berada di RSUD Liwa.

Mendapat kabar tersebut, pihak kelurga mendatangi RSUD Liwa. Tapi pihak keluarga, tidak menemukan Tarmizi dirawat di ruangan apa. Bahkan dokter RS pun, ketika ditanya tidak mengetahui ada pasien bernama Tarmizi.

Ketika dicari kembali, akhirnya Tarmizi dapat ditemukan di salah satu ruangan. Ia dalam  kondisi luka yang cukup parah dan sudah tidak bisa apa-apa.

“Jadi saat dibawa ke RSUD Liwa sama petugas, namanya bukan Tarmizi melainkan Riki. Akibatnya, pihak keluarga mengalami kesulitan mencarinya,”kata dia.

Karena lukanya yang diderita Tarmizi ini cukup parah, keluarga kemudian membawa Tarmizi  ke RS Abdoel Moelok.

“Hasil pemindaian kepala,  ternyata Tarmizi mengalami luka cukup parah di bagian kepalanya. Ia mengalami gegar otak,”tandasnya.