Tiga Anak Tewas di Kolam di Bekas Tambang Batu, Ini Kata Walhi Lampung

Kolam bekas tambang batu di Kelurahan Campang Raya, Kecamatan Sukabumi, Kota BandarlampungKelurahan Campang Raya, Kecamatan Sukabumi, Kota Bandarlampung. Foto: Walhi Lampung
Kolam bekas tambang batu di Kelurahan Campang Raya, Kecamatan Sukabumi, Kota BandarlampungKelurahan Campang Raya, Kecamatan Sukabumi, Kota Bandarlampung. Foto: Walhi Lampung
Bagikan/Suka/Tweet:

TERASLAMPUNG.COM — Tiga dari tujuh anak yang sedang bermain di kolam bekas galian tambang batu di Kelurahan Campang Raya, Kecamatan Sukabumi, Kota Bandarlampung tewas, Selasa lalu (23/6/2020). Meninggalnya tiga anak di bekas galian tambang itu, menurut Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung membuktikan bahwa Pemerintah Kota Bandarlampung dan Pemerintah Provinsi Lampung mengabaikan pengelolaan lingkungan.

Menurut Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri, sejak diterbitkannya UU Nomor 24 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pemkot Bandarlampung dan Pemprov Lampung saling lempar tanggungjawab dalam melakukan pengawasan dan penertiban aktivitas pertambangan.

“Kejadian meninggalnya tiga anak yang berenang di bekas galian tambang batu yang terletak di Kelurahan Campang Raya, Kecamatan Sukabumi adalah dampak buruk yang pertama kali terjadi akibat aktivitas pertambangan liar dan rendahnya komitmen pemerintah daerah dalam pengelolaan bukit dan pengawasan pertambangan,” kata Direktur Walhi Lampung Irfan Tri Musri, Jumat 26 Juni 2020.

Walhi Lampung menilai, meninggalnya  tiga anak tersebut bukan semata merupakan kelalaian pemilik lahan dalam mengelola dan menjaga lahanny.

Menurut Irfan, kejadian tersebut juga semakin memperjelas ketidaktegasan dan saling lempar tanggung jawab antara Pemprov Lampung dan Pemkot  Bandarlampung terkait dengan pengelolaan dan pertambangan bukit yang ada di Kota Bandarlampung.

Lokasi tiga anak tewas tenggelam di kolam bekas galian tambang batu di Kelurahan Campang Raya, Kecamatan Sukabumi, Kota Bandarlampung. (Foto: Walhi Lampung)

“Selama ini Pemkot  Bandarlampung selalu melempar permasalahan ini kepada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Lampung selaku instansi yang berwenang untuk menerbitkan izin dan melakukan pengawasan terhadap pertambangan,” kata Irfan Tri Musri

Dia juga mengungkapkan, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Lampung tidak pernah melakukan pengawasan dan penertiban aktivitas pertambangan di bukit-bukit yang ada di Kota Bandarlampung.

“Pengawasan dari ESDM lemah tapi bukan berarti Pemkot tidak memiliki kewajiban dalam pengawasan. Pemkot harus mengawasi keberadaan bukit dari aktivitas pertambangan dalam rangka mempertahankan fungsi lingkungan hidup, menjamin kesehatan dan keselamatan rakyat serta meminimalisir terjadinya bencana ekologis,” jelasnya.

Irfan Tri Musri mengingatkan kepada Pemkot Bandarlampung dan Pemprov Lampung untuk mengambil pelajaran dari meninggalnya tiga anak di Campang Raya itu untuk lebih tegas dalam pengelolaan bukit.

“Sudah saatnya pemerintah sadar akan keselamatan rakyat dan keberlanjutan lingkungan hidup dengan mempertahankan keberadaan bukit-bukit yang ada di Kota Bandarlampung dan menertibkan pertambangan-pertambangan liar yang ada di Kota Bandar Lampung,” tegasnya.

“Kalau tidak ada ketegasan baik oleh Pemkot Bandarlampung dan Pemprov Lampung dalam pengelolaan bukit maupun pengawasan pertambangan di Kota Bandarlampung, maka selama itu juga kota ini punya potensi besar dilanda bencana ekologis. Bencana ekologis tersebut dapat menimbulkan hilangnya nyawa manusia. Kalau sudah begitu,  lalu seperti apa dan di mana pertanggung jawaban pemerintah terhadap keselamatan warganya?” ujar Irfan Tri Musri.

Dandy Ibrahim