Tiga Kasus Pelecehan Seksual di Ponpes di Lampung, Ini Kata Kak Seto

Ketua umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi atau yang akrab disapa Kak Seto.
Ketua umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi atau Kak Seto
Bagikan/Suka/Tweet:

Zainal Asikin | Teraslampung.com

BANDARLAMPUNG–Memasuki awal tahun 2023, beberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung terjadi beberapa kasus kejahatan kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur. Ironinya, para pelaku kasus asusila terhadap anak tersebut manyoritas orang terdekat korban.

Berdasarkan catatan yang dihimpun teraslampung.com, ada beberapa kasus pelecehan seksual anak dibawah umur. Seperti yang terjadi di Pondok pesantren (Ponpes) di Kabupaten Tulangbawang Barat (Tubabar). Pelaku pelecehan seksual tersebut merupakan pimpinan Ponpes itu sendiri berinisial AA (45).

Saat melakukan aksi bejat itu, pelaku AA memanggil ketiga korban untuk masuk ke dalam rumahnya dengan dalih minta dibuatkan secangkir teh. Lalu pelaku memaksa ketiga korban untuk masuk ke dalam kamar. Untuk meyakinkan korban, pelaku membujuk korban dengan dalih akan mendapatkan barokah jika mau disetubuhi.

Kasus itu terbongkar, setelah salah satu keluarga korban melaporkan perbuatan bejat pelaku AA ke Mapolres Tulangbawang Barat. Dari laporan itu, polisi menangkap AA dan saat ini pelaku telah ditahan.

Selain itu, Polres Tulangbawang Barat juga menangkap pelaku berinsial SNJ (31) yang tega menyetubuhi anak kandungnya sendiri berusia 12 tahun. Aksi bejat itu dilakukan pelaku sejak tahun 2020 lalu atau saat korban masih duduk dibangku kelas 4 SD.

Saat melakukan perbuatan bejatnya, Pelaku mengancam korban menggunakan sebilah pisau dan akan membunuh korban jika tidak mau mengikuti kemauan pelaku. Kasus itu terbongkar, setelah korban menceritakan kejadian yang dialaminya kepada neneknya.

Tidak hanya itu saja, PolresTulangbawang Barat menangkap tiga orang pemuda pelaku pemerkosaan terhadap anak dibawah umur berinisial OV (14). Ketiga pelaku yang diamankan itu berinisial WL (20), TB (20) dan ED (19). Ketiga pelaku, menyetubuhi korban secara paksa dan bergilirian.

Sebelumnya, korban dijemput dirumahnya oleh teman wanitanya bernama Ayu, dengan tujuan untuk mengantarkan paket COD. Ternyata, korban dibawa menuju ke rumah pelaku WL. Dirumah itu, sudah ada lima orang lelaki. Saat itu, Ayu masuk ke dalam kamar bersama dua orang lelaki yang tidak dikenal.

Sementara korban dibawa ke dalam kamar oleh tiga pelaku, yakni WL, TB dan ED. Saat itu Pelaku WL membekap mulut korban dengan tanganya. Sedangkan dua pelaku lainnya membuka paksa pakaian korban, dan saat itulah ketiga pelaku menyetubuhi korban secara bergantian.

Akibat kejadian itu, korban menceritakan kepada orangtuanya. Korban didampingi kedua orangtuanya, melaporkan kejadian itu ke Mapolres Tulangbawang Barat. Dari laporan itu, polisi menangkap ketiga pelaku.

Kemudian kasus pelecehan seksual terhadap anak lainnya, terjadi di salah satu Ponpes di Kabupaten Lampung Selatan dimana pelakunya berinisial MI yang merupakan pimpinan di Ponpes tersebut.

Pada kasus tersebut, pelaku MI diduga melakukan pelecehan seksual terhadap tiga orang santriwatinya. Selanjutnya, MI dipanggil Polres Lampung Selatan berdasarkan laporan dari pihak keluarga korban untuk dilakukan pemeriksaan hingga akhirnya ditahan.

Kasus pelecehan seksual anak juga terjadi di Kabupaten Pringsewu. Mirisnya dalam kasus ini, pelakunya adalah ayah kandungnya sendiri. Pelaku berinisial S (45) tega meruda paksa putri kandungnya berusia 14 tahun yang masih duduk dibangku SMP.

Aksi bejat itu dilakukan pelaku S selama tiga tahun terakhir (2020-2022) di rumahnya sendiri. Bahkan pelaku juga mengancam korban untuk tidak melaporkan aksi bejatnya ke siapapun, termasuk ibunya. Polisi menangkap pelaku, berdasarkan atas laporan dari ibu kandung korban.

Selanjutnya kasus kekerasan seksual anak lainnya, yakni terjadi di Kota Bandarlampung. Pelaku BR (57) merudapaksa anak tirinya berinsial VA yang masih berusia 10 tahun. Aksi bejat itu, dilakukan pelaku sebanyak delapan kali sejak tahun 2019 lalu saat korban masih kelas 1 SD hingga tahun 2022 lalu.

Pelaku BR mengancam korban untuk tidak melaporkan kepada ibunya. Aksi bejat pelaku itu terbongkar, setelah korban berani menceritakan kejadian yang dialaminya kepada ibunya. Selanjutnya, ibu korban melaporkannya ke Mapolsek Panjang. Dari laporan itu, petugas menangkap pelaku, Kamis (5/1/2023).

Kasus kekerasan seksual terhadap anak juga terjadi di Kabupaten Lampung Barat. Pelaku berinisial MH (40), merudapaksa korban berinsial AN berusia 5 tahun hingga korban mengalami sakit pada bagian sensitifnya. Perbuatan bejat pelaku, dipergoki oleh nenek korban.

Selanjutnya, ayah korban berinsial FK (28) melaporkan kejadian yang menimpa putrinya ke Polsek Pesisir Utara Polres Lampung Barat tanggal 4 Januri 2023. Atas laporan itu, petugas melakukan penangkapan pelaku MH, pada Kamis (5/1/2023).

Harus Ada Pemberatan Hukuman

Menanggapi seluruh peristiwa kejahatan seksual terhadap anak yang terjadi itu, Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi yang akrab disapa Kak Seto merasa prihatin, adanya beberapa kasus terhadap anak yang terjadi di Lampung di awal tahun 2023 ini. Ia juga mengecam para pelaku kejahatan kekerasan seksual terhadap anak tersebut.

“Sangat prihatin, kecewa dan menyesalkan adanya peristiwa itu. Kami (LPAI), mengecam para pelaku kejahatan seksual terhadap anak diberikan pemberatan hukuman,”kata Kak Seto melalui ponselnya kepada teraslampung.com, Minggu (8/1/2023).

Kak Seto mengatakan, beberapa kasus yang terjadi di Lampung tersebut, Ia meminta Polda Lampung dan Jajarannya (Polres/Polresta) bertindak tegas dan pelaku dihukum secara optimal sesuai peraturan perudangan. Pasalnya, pelaku yang semestinya dapat memberikan rasa aman terhadap anak dari tindakan kejahatan seksual, ini justru jadi predator anak.

“Kami mendorong proses hukum terhadap pelaku dilakukan secepatnya, dan meminta ada pemberatan hukuman terhadap para pelaku. Karena kejahatan seksual terhadap anak jika itu dilakukan orangtuanya sendiri baik itu kandung atau tiri, maka hukumannya ditambah 1/3-nya lagi,”kata dia.

Selain itu, Kak Seto juga meminta kepada masyarakat harus ikut mengawasi proses penanganan perkara tersebut yang ditangani oleh para penegak hukum, tidak menutup kemungkinan ada yang tidak tuntas penanganan perkaranya atau mungkin tuntutannya minim sekali.

“Jadi masyarakat harus ikut mengawasinya, dan harus berani bersuara jika benar itu ada. Tidak perlu takut, karena bisa laporkan persoalan itu ke Kompolnas,”ujarnya.

Kak Seto juga mengingatkan, kasus kejahatan seksual terhadap anak bahkan sampai terjadi kekerasan seksual, tidak hanya terjadi di Lampung saja dan marak terjadi dimana-mana dan. Bahkan Presiden Jokowi juga pernah menyatakan, bahwa Indonesia sedang darurat kejahatan seksual terhadap anak.

Dalam konteks itu, maka semua harus sadar dan bertanggungjawab penuh. Perlindungan terhadap anak, bukan hanya pemerintah, aparat kepolisian, LPAI, KPAI atau organisasi anak lainnya. Melainkan seluruh elemen masyarakat, termasuk juga keluarga dan salah satunya mulai dari keluarga.

“Kasus kejahatan seksual inikan seperti fenomena gunung es, yang tampil dipermukaan hanya tiga dan lima kasus saja. Tapi nun jauh disana, kasus yang tidak terungkap mungkin lebih banyak lagi,”ujarnya.

Dikatakannya, masyarakat perlu peduli, bahwa melindungi anak ini perlu satu kampung. Perangkat desa hingga tingkat RW/RT, harus diberdayakan. Sehingga perlu dibentuknya kesadaran warga, dan itu harus dimulai dari tingkat Rukun Tetangga (RT) untuk saling rukun dan peduli terhadap anak atau disebut juga Perlindungan anak dan rukun tetangga (Perata).

“Dengan adanya Perata ini, untuk mengingatkan kepada warga jangan pernah ada kejahatan seksual terhadap anak apalagi terhadap anaknya sendiri. Jadi orangtua harus melindungi, bukan melakukan kejahatan seksual terhadap anaknya baik itu orang tua kandung atau bukan (tiri),”ungkapnya.

Masih Banyak Kasus Anak, Predikat KLA Dirasa Belum Layak

Selain beberapa kasus pelecehan seksual anak dibawah umur yang terjadi di awal tahun 2023 ini, pada tahun sebelumnya (2022) kasus yang sama pun banyak terjadi di beberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung. Namun beberapa daerah tersebut, mendapat predikat sebagai Kabuapten Layak Anak (KLA) dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Dari 15 Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung, masing-masing menerima kategori penghargaan sebagai Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tahun 2022 adalah sebagai berikut. Selain itu, Provinsi Lampung juga menerima penghargaan sebagai Provinsi Layak Anak (Provila).

Penghargaan Pratama: Kabupaten Pesisir Barat, Mesuji dan Tulangbawang Barat. Penghargaan Madya: Kabupaten Lampung Selatan, Pesawaran, Pringsewu, Lampung Tengah, Lampung Barat dan Lampung Utara dan Penghargaan Nindya : Kota Bandarlampung, Kota Metro, Kabupaten Lampung Timur, Tanggamus, Tulangbawang dan Way Kanan.

Terkait predikat KLA itu, banyak kalangan masyarakat mempertanyakan. Pasalnya beberapa daerah yang mendapat predikat KLA, masih banyak terjadi kasus kejahatan dan kekerasan seksual terhadap anak.

Kak Seto mengatakan, mengenai beberapa Kabupaten/Kota Provinsi Lampung yang mendapat predikat Kabupaten Layak Anak (KLA), dirasa belum layak jika memang masih banyak terjadi kasus kejahatan dan kekerasan seksual terhadap anak. Predikat KLA, perlu ditinjau lagi oleh Kementerian Pemeberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

“Untuk menuju sebagai KLA, perlu adanya evaluasi yang tepat. Jika masih banyak terjadi pelanggaran terhadap hak anak dan kekerasan seksual terhadap anak, maka perlu ditinjau kembali. Ini mohon koreksi dari pejabat daerah masing-masing,”kata dia.

Selain itu, masyarakat juga harus berani suara, mendesak Kementrian Pemeberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk mencabut predikat KLA itu jika dirasa belum pantas karena belum ramah anak dan masih banyak ditemui kasus kejahatan seksual terhadap anak.

“Kami akan koordinasikan hal ini dengan LPAI Lampung. Kalau perlu bersuara, nanti kami (LPAI Pusat) yang mewakili masyarakat dan menyampaikan kepada Kementerian Pemeberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk mencabut predikat KLA tersebut,”ujarnya.

Kak Seto mengutarakan, untuk menuju Kabupaten Layak Anak (KLA), itu bisa saja karena itu sebagian daripada program dan memang harus betul-betul serius dilakukan untuk KLA tersebut. Selain itu, perlu adanya Perda untuk membangun masyarakat agar tidak terjadi lagi adanya pelanggaran hak terhadap anak dan kekerasan terhadap anak.

“Kategori KLA itu, apabila jumlah kejahatan seksual terhadap anak minim. Ini harus jadi poin penting masing-masing pimpinan kepala daerah untuk bisa tau mengenai persyaratan itu,”ungkapnya.

Kemudian untuk mendapat predikat layak anak, kata Kak Seto, banyak yang perlu dipenuhi serta ada poin-poin tertentu yang memang benar-benar mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak. Misalnya ke sekolah dan sekolahnya ramah anak, pesantrennya ramah anak dan tempat ibadah juga ramah anak.

Selain itu, ada ruang terbuka ramah anak yakni dengan dibangunnya tempat bermain anak dan gratis. Sehingga bisa dimanfaatkan untuk bermain anak-anak dengan cara-cara yang menyenangkan. Adanya pengawasan, pastinya jauh dari adanya kasus kejahatan terhadap anak.

“Untuk menjadikan KLA, tentunya harus benar-benar layak untuk anak. Dimana anak-anak tidak merasa khawatir, dan takut terjadi kekerasan terhadap mereka. Bisa berinteraksi belajar dan bermain dengan rasa aman, nyaman tanpa ada rasa takut menjadi korban kejahatan kekerasan seksual, pisik ataupun psikisnya,”kata dia.

Artinya, lanjut Kak Seto, kita harus menyadari, bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mencintai atau menghargai serta melindungi anak-anak dari tindakan kejahatan dan kekerasan seksual.

“Ini kalau kata Bung Karno kan pahlawannya, menghargai masa lampu atau masa lalu. Kita juga jangan lupa masa depan, dan masa depan itu siapa? ya anak-anak itu tadi,”pungkasnya.