|
Kampus UBL (dok wikipedia) |
BANDARLAMPUNG, Teraslampung.com — Tiga mahasiswa Program Studi Arsitektur UBL akan mengikuti program pengiriman mahasiswa serta ikut International Workshop and Conference on Redesigning Kurozaki–Low Carbon High Rise City.
Ketiga mahasiswa tersebut merupakan angkatan 2014 yang berkuliah disemester empat yakni Pernando (mahasiswa asal Tanjung Karang Timur,Bandar Lampung), bersama Jamaludin dan Vicky Antoni (sama-sama mahasiswa asal Labuhan Ratu, Bandar Lampung).
“Peserta cukup banyak dikisaran ratusan orang, tapi yang masuk babak seleksi 4 orang untuk dipilih (berangkat) 3 orang,” kata Pernando,di Gedung A, marketing dan Komunikasi (Markom), Gedung Drs. H. RM. Barusman, Kamis (31/12/2015).
Menurut Nando, selain dari UBL,dua wakil Indonesia lainnya dari Bandung,Jawa Barat yakni Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan Institut Teknologi Bandung (ITB),
“Kami satu-satunya yang berasal dari Lampung,”katanya.
Pernando mengaku ikut terlibat setelah melihat pengumuman dikampus setempat. Untuk proses pendaftaran dan pelengkapan pemberkasan maupun persyaratan memakan waktu beberapa bulan. Tapi,syarat utama terpilih selain Indek Prestasi Kumulatif (IPK)selama tiga semester terakhir diatas 3,00, tak hanya itu nilai mata kuliah Studi Perancangan Arsitektur minimal harus B.
Menurut Nando,saat ini dirinya berama anggota tim lainnya sedang membuat paper jurnal internasional untuk dipresentasikan.
“Saat ini persiapan sudah berjalan satu bulan. Itu dengan deadline submit 10 januari 2016 dengan jadwal keberangkatan 2 hari sebelumnya. “presentasinya awal Februari nanti sesuai jadwal yang kita terima masing-masing,”terangnya.
Sementara Jamaludin mengatakan terpilihnya para peserta dari semester 4 karena ada kesenergisan antara aplikasi materi dan prakteknya.
Disinggung persiapan, Jamal berujar pihaknya kini mempersiapakan kursus bahasa Inggris sebagai pengantar kuliah dan bahasa Jepang buat percakapan sehari-hari.
“Ada juga masukan buat pemahaman materi (kurikulum) seperti perancangan kota dan kawasan maupun desain bangunan tinggi. Titik fokusnya tak hanya bangunan modern tapi juga bangunan hingga kearifan lokal adat (tradisional) setempat. Kami tak hanya ingin menggali ilmu hingga kebudayaan yang baik disana dan bisa disharing disini.,”tuturnya.
Vicky menambahkan,sebelum pemberangkatan pihaknya sudah sharing program ini dengan para dosen dan senior. Itu juga termasuk sistem penilaian akademik, A dan B poinnya 3, dan C dan seterus poinnya 2 dan 1. Hingga standar cumlaudenya hanya 3,00. Sistem penilaian itu, tak hanya diperuntukan wakil Indonesia tapi juga negara lain dari benua Asia, Amerika, Afrika hingga Australia.
“Tidak seperti disini (Indonesia) 4,00. Jadi kami harus mengganti nilai-nilai sesuai kumulatif dan prosedural nilai disana (Jepang). Buat teknis perancangan tak hanya berpatokan model, juga rencanakan bahan materialnya. Kita akan coba menganalisa rancangan Kota Kuroshaki dengan langkah mensurvei, mendesain, hingga merancang bareng (kolaborasi) tim dari negara lain,”akunya.
Menurut Vicky, tahun program ini tidak menyertakan dosen pengawas dari UBL. Tim UBL hanya dibimbing Wakil dosen UBL di Univesitas Kitakyusu yakni Fritz A. Nuzir, ST, MA (LA).
“Di sana kami juga belajar (bertahan hidup)dengan biaya (hidup) perbulan hanya 80 ribu yen (Rp.8juta) dari Kitakyusu. Jika kita bertahan (survive) ini jadi langkah batu loncatan ambil S2 dan S3 di Jepang,”imbuhnya.