Tokoh Pers-Pejuang Perempuan Herawati Diah Tutup Usia

Herawati Diah (dok kompasiana/arsip)
Bagikan/Suka/Tweet:

TERASLAMPUNG.COM — Innalillahi wa ina illaihi roji’un. Tokoh pers nasional Herawati Diah wafat di Rumah Sakit Medistra, Jakarta, Jumat dini hari (30/9/2016) pukul 05.15 WIB. Pejuang perempuan yang juga istri tokoh pers yang juga mantan Menteri Penerangan, Buhanuddin Moehammad Diah (BM Diah).

“Eyang meninggal di RS Medistri. Jenazah akan dikebumikan nanti sialng,” kata Antania, salah satu cucu Herawati.

Menurut Antania, saat ini jenazah perempuan berusia 99 tahun disemayamkan di rumah duka di Taman Patra Kuningan XI No.10, Jakarta. Jenazah tokoh perempuan yang masih terlihat energik di usia 90-an tahun itu akan dimakankan usai shalat Jumat.

Perempuan bernama lengkap Siti Latifah Herawati Diah itu lahir di Tanjung Pandan, Belitung, pada  3 April 1917.

Herawati berkesempatan mengecap pendidikan tinggi. Lepas dari Europeesche Lagere School (ELS) di Salemba, Jakarta, ia bersekolah ke Jepang di American High School di Tokyo. Ia kemudan belajar sosiologi di Barnard College, Amerika Serikat dan lulus pada tahun 1941.

Ia pulang ke Indonesia pada 1942 dan kemudian bekerja sebagai wartawan lepas kantor berita United Press International (UPI). Setelah itu Herawati  bergabung sebagai penyiar di Radio Hosokyoku.

Ia menikah dengan B.M. Diah, seorang wartawan di koran Asia Raja. Pada 1 Oktober 1945, B.M. Diah mendirikan Harian Merdeka. Di koran itulah Herawatiterlibat membangun dan membesarkan koran perjuangan tersebut.

Pada tahun 1955, Herawati dan suaminya mendirikan The Indonesian Observer, koran berbahasa Inggris pertama di Indonesia. Koran itu diterbitkan dan dibagikan pertama kali dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung, Jawa Barat, tahun 1955. The Indonesian Observer bertahan hingga tahun 2001, sedangkan koran Merdeka berganti tangan pada akhir tahun 1999.

Di usia senjanya Herawati masih aktif menekuni hobi bermain bridge. Tidak tanggung-tanggung, ia masih bisa bermain bridge  dua kali seminggu. Bahkan, ia pun masih sempat mengikuti turnamen bridge.

Menekuni hobinya itu, kata Herawati, adalah upaya baginya untuk mengasah kemampuan otak sehingga tidak diserang kepikunan.