Tolak Omnibus Law, PMII Lampung Ajak Elemen Masyarakat Ajukan Uji Materi ke MK

Ratusan aktivis PMII dari beberapa daerah di Lampung menggelar aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di Bundaran Tugu Adipura Bandarlampung, Jumat (9/10/2020).
Ratusan aktivis PMII dari beberapa daerah di Lampung menggelar aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di Bundaran Tugu Adipura Bandarlampung, Jumat (9/10/2020).
Bagikan/Suka/Tweet:

Zainal Asikin | Teraslampung.com

BANDARLAMPUNG–Aksi lanjutan menolak Omnibus Law atau UU Cipta Kerja dilakukan ratusan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Lampungdi Bundaran Tugu Adipura Kota Bandarlampung, Jumat (9/10/2020).

Aksi unjuk rasa damai yang diikuti sekitar 200 kader PMII Lampung dari 8 Kabupaten/Kota menyatakan sikap menolak tegas pengesahan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law, serta mengajak seluruh elemen masyarakat menggalang laporan penolakan masyarakat untuk dilakukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Lampung, Hadi Baladi Ummah, dalam orasinya mengatakan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law yang belum lama ini disahkan DPR RI, tidak menunjukkan keberpihakkan DPR kepada rakyat. Sejatinya, Badan legislative (Baleg) merupakan perwakilan rakyat untuk mengawasi kerja badan eksekutif.

“PMII secara struktur saat ini tengah melakukan kajian mendalam terkait Omnibus Law yang menuai banyak kontroversial tersebut. Hal ini dilakukan, agar Mahkamah Konstitusi (MK) segera melakukan judicial review atau uji materi untuk membatalkan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law,”ujarnya, Jumat (9/10/2020).

Menurut Hadi Baladi Ummah atau yang akrab disapa Pupung ini, dalam UU Cipta Kerja ini, banyak pasal yang condong mengabaikan hak buruh, kemanusiaan dan lingkungan hidup.

“Proses judicial review atau uji materi ini, harus dibangun dan diperjuangkan seluruh elemen masyarakat. Sehingga prosesnya, UU Cipta Kerja bisa dibatalkan dan dimenangkan oleh rakyat,”katanya.

Ia juga mengingatkan kepada seluruh elemen masyarakat yang melakukan penolakan terhadap Omnibus Law, untuk tetap fokus pada pergerakan penolakan saat melakukan aksi unjuk rasa.

“Elemen mayarakat tetap fokus saat menggelar aksi, hal ini dikarenakan akan terjadi provokasi dan mengakibatkan kericuhan dalam setiap aksi massa,”ungkapnya.

Pupung mengutarakan, sejak UU Cipta Kerja atau Omnibus Law masih dalam rancangan, sudah banyak penolakan dari berbagai kalangan masyarakat karena UU tersebut dianggap mementingkan investasi ketimbang kesejahteraan buruh dan kelestarian lingkungan.

“Penolakan sudah muncul dari berbagai kalangan, termasuk NU dan Muhammadiyah sebagai organisasi terbesar. Lalu untuk siapa sebenarnya Omnibus Law ini disahkan. Dengan ini, secara tegas PMII menolak dan meminta MK menggelar yudisial riview terkait Omnibus Law,”terangnya.

Selain itu, kata Pupung, sangat menyayangkan UU tersebut dipercepat pengesahannya, karena saat ini Indonesia kondisinya masih ditengah pandemi Covid-19 dan masih terus mengalami peningkatan wabah Covid-19 tersebut.

Menurutnya, pemerintah belum menunjukkan kerja yang maksimal penanganan Covid-19. Mestinya, penanganan Covid-19 ini jadi fokus utama pemerintah bukannya malah mengundang kerumunan massa dalam aksi unjuk rasa.

“Harusnya fokus pemerintah mengenai penanganan Covid-19, bukanya malah mempercepat pengesahan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law ini,”tandasnya.