Opini  

Topik Infrastruktur dalam Pilkada Lampung

Ilham Malik. Foto: Istimewa
Bagikan/Suka/Tweet:

Oleh: Dr. Eng. Ir. IB Ilham Malik, IPM
Dosen Prodi PWK ITERA, Peneliti di Pusat Studi Kota & Daerah (PSKD)

Topik infrastruktur sudah pasti masuk dalam materi yang akan diperdebatkan oleh para calon dalam Pilkada Lampung 2024 ini. Ada beberapa kabupaten/kota dan juga provinsi yang akan melaksanakan Pilakda serentak 2024 dan ini memberikan peluang bagi berbagai pihak terutama masyarakat untuk menyuarakan pandangannya agar menjadi topik yang dibahas dalam debat para kandidat. Dan pihak KPU bersama dengan jajarannya tentu harus peka dengan apa yang menjadi isu yang diperbincangkan oleh masyarakat. Kepekaan ini yang nanti akan menjadi tema dan subtema dalam pembahasan di debat kandidat.

Tentu saja dalam menetapkan tema debat dan sub tema debatnya, harus menggunakan tata bahasa yang langsung, dalam artian tidak menggunakan bahasa-bahasa normatif. Sebab ketika bahasanya normatif maka para kandidat akan menerka-nerka dan akhirnya keluar dari substansi yang terjadi di daerahnya. Begitu juga bagi masyarakat, tema yang terlalu normatif akhirnya akan dinilai sebagai tema yang biasa-biasa saja padahal mereka ingin ada suatu topik yang menjadi bahasan yang benar-benar mewakili pandangan dan perhatian masyarakat.

Sebagai contoh adalah isu lingkungan hidup, misalnya. Saya sengaja tidak memberikan contoh di isu infrastruktur secara lansgung agar tidak terkesan mendikte tema dan subtema. Namun, saya perlu menyinggung ini agar isu infrastruktur dan tata ruang berkaitan dengan perencanaan wilayah, benar-benar menyentuh akar masalah dan akar kekhawatiran masyarakat. Karena itu saya akan memberikan contoh untuk isu infrastruktur, tata ruang dan perencanaan wilayah, dengan menjadikan isu lingkungan sebagai sampling cara menentukan tema dan subtemanya.

Untuk isu lingkan hidup, hal yang sangat mengkhawatirkan masyarakat adalah adanya perusakan atau pembalakan liar atas hutan-hutan yang ada dalam wilayah Provinsi Lampung. Walaupun mungkin bukan menjadi kewewenangan daerah, namun daerah harus memiliki perhatian dengan situasi itu sebagai warning light bagi pemerintah pusat untuk segera mengambil kebijakan dan langkah-langkah taktis. Dan tentu saja, selama lima tahun bahkan kurang, masalah ini sudah harus bisa terselesaikan oleh kepala daerah.

Tentu akan ada banyak yang skeptis dengan pembalakan hutan (lindung) atau taman nasional ini. Sebab ada anggapan, dan itu memang benar, itu menjadi kewenangan pemerintah pusat. Namun, kita sebagai warga Lampung tentu tidak boleh hanya sebagai penonton kerusakan hutan, karena jika hutannya baik maka kita juga yang akan merasakan manfaatnya. Responsibilitas seperti ini yang harus dipertontonkan oleh pemerintah daerah di masa depan kepada masyaratat dan pemerintah pusat. Sebab, kita tahu, hutan di mana-mana sudah gundul. Bagus di luar, namun rusak didalam. Walaupun bisa jadi hutan itu berubah menjadi kebun. Namun tetap saja akan ada dampak dan kebermanfaatan yang berbeda. Hutan biarlah menjadi hutan, dan kawasan perkebunan biarlah menjadi areal perkebunan.

Nah, maka tema yang disebutkan dalam debat adalah “kerusakan hutan akibat perambahan dan pencurian kayu”. Supaya si Cakada bisa langsung paham bahwa isu ini yang harus dia jelaskan kepada masyarakat. Dan saya yakin mereka juga, jika memang sudah ke daerah-daerah, sudah menangkap adanya isu ini. Dengan begitu tidaklah sulit bagi mereka untuk melakukan persiapan dan menjawabnya. Jawaban mereka inilah yang nanti akan dicantumkan dalam RPJM kepemimpinan mereka.

Ada juga isu kerusakan lingkungan di sungai-sungai. Kita tahu bahwa banyak sungai di Lampung yang sudah dijadikan tempat tambang emas (liar / ilegal). Dan memang sudah pasti mereka tidak berijin sebab meskipun mereka mengajukan ijin, tidak akan mungkin disetujui sebab ada banyak masalah yang muncul. Karena itu, mereka ini statusnya adalah penambang liar.Ini merusak lingkungan, menyebabkan sungai-sungai tidak lagi sehat bagi manusia dan ikan di dalamnya, dan tentu ekosistem menjadi rusak. Dan yang dapat uang adalah oknum dan orang luar daerah tambang liar tersebut. Sabab, ada sponsor-sponsor atau dalam bahasa ekonominya, ada investor dari luar yang memanfaatkan mereka untuk membuka dan melakukan penambangan emas di sungai-sungai.

Kerusakan sungai sudah sangat ekstrim. Coba kita telusuri ke sungai tersebut maka kita akan melihat kondiis sungai yang tercemar, tidak menarik untuk dinikmati lagi karena lingkungannya rusak, airnya berwarna coklat kelam, tidak ada lagi hewan-hewan sungai yang bisa kita nikmati, dan seterusnya. Jadi ini adalah masalah besar. Tambangnya ada di daerah hulu, kerusakannya dan dampak negatifnya hingga puluhan atau ratusan kilometer dari lokasi pengrusakan. Bahkan tambang liar ada di sepanjang sungai.

Nah, maka tema yang disebutkan dalam debat adalah “kerusakan lingkungan sungai oleh tambang emas liar”. Mungkin kesannya agak tidak familiar dengan bahasa-bahasa normatif di tema debat dulu-dulu. Memang iya, sebab tema debat sebelumnya dibuat seperti penulisan visi atau misi. Padahal isu yang disebutkan haruslah isu yang memang menjadi kegelisahan masyarakat. Misalnya isu ekonomi, sudah jelas bahwa kegelisahaan masyarakat ada di soal kemiskinan, pengangguran dan harga komoditas. Dan itu harus dijawab oleh KPU dengan bahasa yg lugas dan jelas. Misalnya: penurunan program kemiskinan melalui pertanian, dan semacamnya. Ini sebagai contoh.

Tapi ini semua bergantung pada KPU dan tim perumus. Adapun panelis bertugas untuk menterjemahkan tema tersebut dengan pertanyaan, untuk diajukan ke para calon kepala daerah. Topik infrastrukturnya bagaimana? Caranya seperti cara menentukan topik lain. Silakan diutak atik.***