Unila Tambah Dunia Profesor

Rektorat Kampus Unila (dok unila.ac.id)
Bagikan/Suka/Tweet:
Gedung Rektorat Unila (ilustrasi)

BANDARLAMPUNG, Teraslampung.com —  Universitas Lampung (Unila) kembali mengukuhkan dua profesor dari Fakultas Pertanian dan Fakultas Hukum Universitas Lampung, Rabu (25/2). Mereka adalah Ir. Neti Yuliana, M.Si., Ph.D., yang dinobatkan sebagai Profesor Bidang Ilmu Teknologi Hasil Pertanian dan Dr. Muhammad Akib, S.H., M.Hum., sebagai Profesor Bidang Ilmu Hukum Administrasi Negara.

Sidang penerimaan jabatan guru besar (gubes) ini dipimpin langsung Ketua Senat Universitas Lampung Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku rektor.  Di Gedung Serbaguna Unila, kedua profesor yang telah dikukuhkan itu membacakan orasi ilmiahnya.

Pidato pengukuhan berjudul Ilmu dan Teknologi Pengolahan Durian Fermentasi (Tempoyak) disampaikan oleh Prof. Neti Yuliana, M.Si., Ph.D. Sedangkan Dr. Muhammad Akib, S.H., M.Hum., yang juga menjabat Wakil Direktur Bidang Akademik, Kemahasiswaan, dan Alumni Program Pascasarjana Unila ini menyampaikan orasi ilmiah bertajuk Aktualisasi Politik Hukum Lingkungan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah: Jalan Menuju Keberlanjutan Ekologi dan Kesejahteraan.

Menurut pria kelahiran 16 September 1963 ini, dirinya tertarik mengambil konsentrasi bidang ilmu hukum lingkungan karena keprihatinannya. Bidang ini, kata dia, jarang ditekuni. Padahal, persoalan-persoalan lingkungan terus bermunculan. ’’Saya berpikir, ke depan ilmu ini pasti diperlukan. Semakin maju pembangunan suatu negara, maka lingkungan tentu semakin terdesak,” terangnya.

Ilmu hukum lingkungan makin ditekuninya ketika melanjutkan studi S-2 di Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, pada 1992 silam. Kala itu, ia masih di bawah bimbingan Prof. Dr. Siti Sundari Rangkuti, S.H. Dari sisi hukum, Akib menilai lingkungan perlu memiliki instrumen yang baik. ’’Dari situlah, saya langsung mengambil topik tesis tentang perizinan lingkungan di bidang industri pada 1994,” imbuhnya.

Sementara itu bagi Neti Yuliana, meneliti tempoyak untuk disertasinya sudah dilakukan sejak 2004 lalu. Menurutnya, daging durian kebanyakan dimakan segar, dikonsumsi seperti sari buah atau digunakan untuk campuran es krim. Durian juga dapat diubah menjadi lempok, permen dan keripik. Selain pengolahan tersebut, durian dapat diolah secara fermentasi menjadi tempoyak. “Tempoyak merupakan makanan khas daerah suku Melayu,” ujarnya.

Tempoyak merupakan sebuah bentuk pengawetan pangan yang diolah secara tradisional. Karena proses fermentasi, tempoyak mempunyai aroma yang tajam dengan rasa sangat asam. Oleh karena itu jenis makanan ini digolongkan sebagai hasil fermentasi asam laktat.

Wanita kelahiran Pagaralam 25 Juli 1965 ini menilai, untuk mengembangkan produk makanan ini masih diperlukan kajian-kajian yang mengarah pada pengoptimalan proses pengolahan tempoyak.

Alumnus S-2 Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 1997 itu juga prihatin sedikitnya kalangan yang berminat meneliti dan mengembangkan tempoya lebih lanjut. Hingga saat ini referensi mengenai masalah tempoyak masih cukup sulit didapat.

Sumber: unila.ac.id