Zainal Asikin/Teraslampung.com
BANDARLAMPUNG — Untuk melakukan pengusutan kasus secara tuntas terkait meninggalnya tiga pasien pascaoperasi di Rumah Sakit Mitra Husada (RSMH), Prigsewu beberapa waktu lalu, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Lampung berkordinasi dengan Mabes Polri untuk terus menyelidiki dan mendalami kasusnya.
“Kasusnya masih terus didalami, perkaranya akan digelarkan bersama Mabes Polri,”kata
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Lampung, Kombes Pol Dicky Patrianegara, di Polda Lampung, Senin (2/5/2016).
Dicky mengatakan, untuk mengungkap kematian ketiga pasien tersebut pihaknya telah meminta keterangan kepada para ahli. Dari keterangan para ahli menyebutkan semua yang dilakukan memang sudah sesuai dengan prosedur.
“Baik itu dari penanganan medisnya, obat yang digunakan maupun pemberian obat terhadap pasien tersebut,”ujarnya.
Meski demikian, kata Dicky, pihaknya akan terus menindaklanjuti perkaranya, agar kasusnya jelas dan terungkap sudah sesuai dengan prosedur atau tidak.
Ketika disinggung mengenai barang bukti adanya sisa obat. Diakuinya, pihaknya tidak mendapatkan obat yang digunakannya.
“Kami tidak dapatkan obatnya, karena obat itu telah habis digunakan,”katanya.
Terkait dengan apakah akan dilakukan otopsi terhadap ketiga jenazah pasien yang meninggal pasca operasi di RSMH, Dicky mengatakan, pihak keluarga menolak untuk di lakukan otopsi, mereka juga tidak mempersoalkan atas meninggalnya anggota keluarganya.
“Saya tidak tahu, pihak keluarganya tidak menginginkannya. Tapi meski demikian, kami akan tetap menindaklanjuti dan menggelarkan perkaranya agar kasusnya terungkap dengan jelas,”terangnya.
Diketahui, dalam kasus tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) lampung bersama Dinas Kesehatan dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), pada 8 April 2016 lalu telah melakukan investigasi terkait dengan meninggalnya tiga pasien RS Mitra Husada (RSMH), Pringsewu yang diduga terkait dengan obat anestesi Bupivacain.
Hasilnya dari enam sampel obat dari sarana distribusi PT Anugrah Argon Medica (AAM), PT Dos Ni Roha (Bupicacain Spinal Injeksi produk PT Bernofarm, PT Dexa Medica dan PT Pratapa Nirmala) tersebut memenuhi syarat. Selian itu juga, tim menguji retain sampel tertinggal untuk batch nomor PIL 20144 dari PT Bernofarm. Pengujian tersebut, pada 12 April 2016 terhadap identifikasi kadar dan PH (kadar kesamaan) sampel tersebut juga menunjukkan memenuhi syarat.
Hasil audit investigasi ke sarana produksi PT Bernofarm di Surabaya, tidak ada temuan kritikal mengarah pada kemungkinan kejadian yang tidak diinginkan akibat penggunaan produk bupivacain spinal injeksi. Sehingga secara umum, pemenuhan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dinilai sudah memadai.
Sementara Anggota Komisi IX DPR RI, Dede Yusuf mengatakan, bahwa kasus meninggalnya pasien tidak bisa dianggap remeh. Menurutnya, dalam kurun waktu tiga pekan, ada sekitar 10 pasien meninggal dunia yang tersebar di Rumah Sakit di tujuh kota di Indonesia. Diantaranya adalah, Lampung, Bengkulu, Denpasar, Padang, Mataram, Aceh dan Surabaya. Meninggalnya pasien tersebut, usai mendapat injeksi bupivacain.
“Jadi tidak bisa dikatakan kalau kasus ini sentinel, tapi ini merupakan siaga satu. Sebab obat jenis ini digunakan di seluruh Rumah Sakit di Indonesia,”kata Dede.
Tim penanganan Kejadian Sentinel Serius (KSS) menyebutkan, ada sekitar 12 kejadian yang tidak diharapkan usai pemberian injeksi bupivacain. 10 diantaranya meninggal dunia, dari ke 12 kasus tersebut, terjadi dalam kurun waktu selama tiga pekan sejak meninggalnya tiga pasien di RS Mitra Husada (RSMH), Pringsewu, Lampung.
Dari 10 kasus pasien meninggal dunia, tujuh diantaranya mendapat injeksi bupivacain produksi PT Bernofarm. Sedangkan dari lima kasus, mendapatkan produk buatan dari PT Dexa Medica.
Sebagai langkah preventif, Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, telah mengeluarkan surat edaran nomor HK.03.03/III/0843/2016 Telah melarang penggunaan dua produk injeksi bupivacain diduga bermasalah. Larangan tersebut, berlaku hingga batas waktu yang belum ditentukan.
Terkait dengan larangan tersebut, Dede Yusuf mendesak, agar kasusnya dapat ditelusuri sampai tuntas. Jika perlu, produk dari bupivacain diberhentikan dulu agar masalahnya benar-benar terungkap dengan jelas.
“Kasus ini, harus diambil langkah konkret tidak bisa hanya dua produk saja yang dilarang. Jika nantinya terjadi lagi hal serupa pada produk lainnya, meski bagaimana dan seperti apa,”ungkapnya.