Oleh : Zulfikar Halim Lumintang, SST
Kemiskinan merupakan masalah multidimensi yang dialami oleh banyak negara berkembang di dunia. Kemiskinan juga menandakan adanya ketimpangan pendapatan dan pengeluaran masyarakat di sebuah wilayah. Kalau boleh memilih, semua orang pasti tidak ingin masuk dalam kategori miskin. Namun, yang terjadi di lapangan adalah ketika ada pembagian Bantuan Sosial dari pemerintah, mereka yang tidak masuk kategori miskin masih ingin menerima bantuan tersebut. Yang lebih parah adalah ketika data dari Dinas Sosial setempat salah dalam memasukkan nama mereka ke dalam kategori Keluarga Penerima Manfaat, mereka diam saja dan menerima bantuan tersebut.
Data kemiskinan secara mikro memang sangat penting dalam penyaluran Bantuan Sosial. Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai penyedia data kemiskinan makro, ditunjuk oleh Presiden pada tahun 2015 untuk memperbaiki data kemiskinan mikro melalui Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT). Setelah itu, dan sampai saat ini, perbaruan atau updating data kemiskinan makro dilaksanakan oleh Dinas Sosial setempat. Oleh karena itu, updating data kemiskinan mikro harus terus berjalan. Agar data yang dihasilkan juga akurat.
Banyak konsep di dunia ini dalam mengkategorikan penduduk miskin. Seperti halnya konsep basic needs approach, yang digunakan oleh BPS. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin menurut BPS adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Dari pendekatan tersebut, mungkin sebagian besar kita sudah terbayang, apa saja faktor yang menyebabkan seseorang masuk ke dalam kategori miskin.
Faktor Penyebab Kemiskinan
Berbicara mengenai kemiskinan, memang seperti tidak ada habisnya, tidak ada ujungnya. Namun, kemiskinan akan selalu menjadi topik hangat yang akan selalu diperbincangkan, karena menjadi salah satu indikator sosial. Selain itu, kemiskinan juga menjadi penting, karena berkaitan dengan keberhasilan seorang pemimpin dalam memimpin sebuah daerah administrasi.
Banyak faktor penyebab kemiskinan. Di antaranya adalah jumlah anggota rumah tangga. Jumlah anggota rumah tangga tentu berbanding lurus dengan jumlah pengeluaran rumah tangga. Jumlah rumah tangga yang banyak, tidak akan menjadi masalah selama kepala rumah tangga, selaku orang yang bertanggung jawab dalam perekonomian rumah tangga, mampu memenuhi kebutuhan dasar minimal seluruh anggota rumah tangganya.
Kebutuhan dasar minimal dalam rumah tangga berupa sandang, pangan dan papan mutlak wajib dipenuhi oleh kepala rumah tangga. Karena jika salah satu saja tidak bisa terpenuhi, maka akan mengganggu aktivitas kehidupan anggota rumah tangga. Misalnya saja pangan. Pangan yang dimaksud di sini adalah kebutuhan makan dan minum. Kita sama-sama mengetahui bahwa, melalui makanan dan minuman lah berbagai macam zat yang penting bagi tubuh bisa menyuplai seluruh aktivitas kita.
Sebut saja kalori. Kalori sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia, salah satu manfaatnya adalah sebagai penghasil energi yang digunakan manusia untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Dan kandungan kalori paling banyak terdapat pada beras. Sehingga, rumah tangga yang kecukupan kalori nya tidak bisa terpenuhi, bisa jadi rumah tangga tersebut juga mengalami kekurangan dalam mengkonsumsi nasi. Jadi, sangat tepat sasaran jika bantuan sosial untuk penduduk miskin adalah bantuan berupa beras.
Diantara faktor internal lain yang memengaruhi kemiskinan adalah faktor pendidikan kepala rumah tangga. Seorang kepala rumah tangga tentu sangat vital perannya dalam menunjang keberlangsungan hidup rumah tangganya. Sebagai kepala rumah tangga, mereka berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan hidup seluruh anggota rumah tangganya. Seorang kepala rumah tangga yang berpendidikan rendah tentu akan sangat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangganya, mengingat tidak banyak pilihan pekerjaan yang dia bisa lakukan.
Meski tidak sedikit juga para kepala rumah tangga yang berpendidikan rendah, namun memiliki usaha yang omset perbulannya diatas rata-rata. Namun, kebanyakan dari mereka adalah meneruskan usaha dari orang tuanya terdahulu. Sekarang yang mungkin jadi pertanyaan adalah, apakah hal tersebut juga berlaku ketika kepala keluarga miskin, maka akan mewariskan kemiskinannya ke anak-anaknya?
Kemiskinan Anak
Studi menunjukkan bahwa anak-anak yang lahir dari keluarga miskin. Sebanyak 40% dari mereka akan tumbuh menjadi orang miskin. Banyak yang perlu dilakukan untuk membuat anak-anak dari keluarga miskin ini tidak tumbuh jadi miskin lagi. Ini penanggulangan kemiskinan jangka panjang karena itu adalah strategi memutus pewarisan kemiskinan
UNICEF menjelaskan bahwa kemiskinan bukan hanya tentang pendapatan. “Anak-anak yang tumbuh dalam kemiskinan kurang memiliki akses ke tempat penampungan, air bersih dan sanitasi, pelayanan kesehatan, pendidikan dan pencatatan kelahiran. Seringkali mereka juga jauh lebih terkena risiko bahaya, pelecehan, dan eksploitasi. Karena itu, mengurangi kemiskinan sangat penting untuk memenuhi hak-hak anak,” jelas Angela.
Dari dua penelitian tersebut kita dapat simpulkan bahwa kemiskinan yang “mewaris” merupakan permasalahan yang kompleks. Seorang anak yang masih membutuhkan perlindungan harus mendapatkan haknya secara utuh dari orang tuanya. Namun, dalam kenyataannya banyak anak-anak yang miskin “berkeliaran” di jalanan entah itu memungut sampah, mengamen, menjadi pengemis dan lain sebagainya. Tentu saja hal ini sangat jauh dari pemenuhan hak seorang anak.
Kebijakan perlindungan hak anak harus segera ditegakkan secara penuh, demi memutus warisan kemiskinan. Bisa dimulai dengan sekolah dengan asrama gratis bagi mereka anak miskin. Harapannya dengan adanya asrama, anak-anak tersebut bisa terjaga pergaulannya dan lebih terjaga pula pendidikan karakter yang bisa diterima.
Selain itu, anak-anak miskin juga memerlukan akses yang memadai terhadap pemenuhan kesehatan badannya. Sebagaimana yang kita ketahui, kebanyakan anak yang hidup di keluarga miskin, dia lebih memilih untuk hidup di jalanan. Udara panas dan dingin, serta makanan seadanya menjadi rutinitas sehari-hari. Sekuat apapun seseorang, dia harus tetap membutuhkan asupan gizi yang cukup, utamanya dalam fase pertumbuhan. Dengan adanya asrama bagi mereka anak miskin, tentu kebutuhan pangan yang bergizi akan tercukupi.
Jadi, seorang anak merupakan harapan bagi orang tuanya. Orang tua tentu ingin bahwa anaknya akan memiliki kehidupan yang lebih baik dibandingkan dirinya. Namun, pilihan ini seakan terbatas bagi mereka orang tua yang masuk dalam kategori miskin. Bantuan berupa materil dan moril harus tetap digaungkan dan diwujudkan dalam tindakan nyata dalam memutus rantai warisan kemiskinan ini.
*Penulis merupakan Statistisi Ahli Pertama BPS Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara