Wartawan dan Politik

Bagikan/Suka/Tweet:

Zed Abidien

Johan Budi SP, jubir presiden Jokowi bakal punya profesi baru, yakni sebagai politisi PDIP. Namanya tercantum sebagai salah satu caleg DPR RI dari PDIP periode 2019-2024. Belum jelas Johan masuk dapil mana.

Sebelum jadi jubir presiden, Johan cukup lama menjadi jubir KPK. Sebelum di KPK Johan pernah bekerja di majalah Tempo dan majalah Forum Keadilan. Majalah Tempo didirikan oleh Goenawan Mohammad dkk dan majalah Forum Keadilan pernah dikelola oleh PT Grafiti Pers yang tak lain juga perusahaan pendiri Tempo (sebelum dibredel Suharto tahun 1994).

Baik Tempo maupun Forum, sama-sama majalah politik, hanya Forum condong ke politik-hukum karena majalah ini dipimpin oleh Karni Ilyas, wartawan senior Tempo yang menguasai masalah hukum. Setelah tidak lagi di Forum, Karni Ilyas menjadi pemimpin redaksi TVOne milik pengusaha Aburizal Bakrie. Jadi, kalau Johan masuk di dunia politik, tidak terlalu mengejutkan. Sebab dunia politik tidak bisa dipisahkan dari pekerjaan wartawan. Setidaknya politik dari segi ide, cita-cita, pemikiran.

Pada masa kolonial Belanda dan prakemerdekaan, banyak pendiri bangsa ini, seperti HOS Tjokroaminoto, Sukarno dan Hatta adalah para pejuang, politisi dan sekaligus seorang wartawan atau penulis kolom di surat kabar. PSI, partai politik Islam pertama di Indonesia yang didirikan dan dan dibesarkan Tjokroaminoto.

PSI didirikan untuk memperjuangkan nasib para buruh, pedagang dan umat Islam yang terpinggirkan oleh politik kolonial. Setelah PSI surut, perjuangan PSI diteruskan oleh Sukarno dengan mendirikan PNI. Tujuan PNI lebih lebih luas dari PSI, yakni memerdekan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda lewat perjuangan politik seperti mendidik kader partai, melakukan rapat umum dan menulis di surat kabar. Akibat tindakannya, Tjokro, juga Sukarno dan Hatta dipenjara oleh pemerintah Hindia Belanda. Bahkan Sukarno, selain dipenjara di penjara Sukamiskin, juga dibuang di Ende, Bengkulu dan Padang.

Bagi Tjokro, Sukarno dan Hatta, berpolitik — dengan segala resikonya, adalah alat untuk mempersatukan dan memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Tujuan akhir dari pendiri bangsa itu adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur seperti yang dirumuskan dalam Pancasila dan UUD 45 oleh pendiri bangsa ini.

Lalu apa cita-cita para politisi di era sekarang ? Semoga kekuasaan hanya dipakai sebagai alat perjuangan dan bukan sebagai tujuan akhir berpolitik.***

*Jurnalis, purna tugas di Majalah Tempo