Supriyanto/Teraslampung.com
Para ibu anggota Winaka memamerkan aneka produk berbahan baku lele. |
GUNUNGSUGIH- Winaka, tentu sebuah nama yang unik. Itu bukanlah nama orang. Apalagi, nama tokoh dalam pewayangan. Winaka tak lain adalahi Wanita Mina Karya Luhur (Winaka), yaitu Kelompok Pengolah Dan Pemasar (Poklahsar) hasil perikanan. Kelompok ini beralamat di Kampung Kotagajah Timur Kecamatan Kotagajah, binaan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Lampung Tengah.
Walaupun dalam usia masih terbilang cukup belia, kelompok yang berdiri tahun 2013 ini telah menunjukkan karya nyata dalam membantu meningkatkan pendapatan keluarga petani.
Terbentuknya kelompok ini, melihat besarnya minat dari kelompok serta dinamika yang cukup bagus, maka pada tahun 2013 juga diusulkan untuk mendapatkan Program Pengembangan Usaha Mina Pedesaan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (PUMP-P2HP) langsung dari Kemeterian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dikelola oleh kelompok sendiri.
”Poklahsar ini ini telah terregister di Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Lampung Tengah dan mendapatkan pelatihan teknis pengolahan hasil perikanan dari Dinas secara mandiri,”ungkap Kabid Bina Usaha Perikanan, Dinas Perikanan dan Peternakan Lampung Tengah, Titin Sumarsih, Rabu (23/12).
Untuk semakin mendorong perkembangan usaha kelompok, pada tahun 2014 telah difasilitasi peralatan pengolahan dari Dinas Peternakan dan Perikanan, sehingga saat ini telah dapat berproduksi.
Usaha Kelompok ini telah mendapatkan SPP-IRT (Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga), sedang Sertifikat Halal Majelis Ulama Indonesia (MUI) masih dalam tahap pengusulan.
Dahulu ikan lele identik dengan comberan, air limbah, kotor, sehingga mendengar ikan lele dan membayangkan bentuknya saja sebagian orang sudah antipati. Tapi sekarang di tangan Winaka lele menjadi panganan yang sehat. Selain bisa diolah menjadi beragama makanan olehan, ikan lele juga dibudidayakan dengan standar CBIB (Cara Budidaya Ikan Yang Baik). Pelaku yang membudidayakan dinilai dan dievaluasi untuk mendapatkan sertifikat CBIB dari KKP.
”Terlebih sekarang kita harus mempertimbangkan sumber pangan yang sehat, bergizi, aman, dan berkelanjutan,”kata Titin.
Menurut Titin, kelompok yang beranggotakan baru 12 orang ini, kegiatannya mengkhususkan olahan lele. Beberapa varian makanan olahan ikan lele diproduksi Poklahsar Winaka Kotagajah, meliputi nugget lele, bakso lele, krispi lele, keripik kulit lele, keripik tulang lele, dan abon lele. Winaka juga menerima pesanan olahan lainnya seperti sate lele, dawet lele, donat lele.
”Mengenai rasa, jangan tanya, silahkan saja coba. Harga untuk nugget dan bakso lele dijual Rp65.000, per kg, tersedia juga kemasan ekonomis dengan ukuran ¼ kg,”kata Titin, bak tenaga pemasaran, meyakinkan.
Dikatakannya, untuk menjangkau konsumen kelompok ini juga berinovasi membuat produk dengan grade yang berbeda, dengan memperhatikan komposisi bahan baku/fillet ikan lele dan bahan lainnya, sehingga harganya menjadi lebih murah dan terjangkau, dengan rasa yang tidak jauh berbeda.
Untuk keripik tulang, dan kulit biasa dijual Rp10 ribu per kemasan alumunium foil seberat 1 ons. Abon lele per kemasan kecil Rp15 ribu- Rp20 ribu .
”Semua produk dijamin sehat dan aman, karena tanpa pengawet dan MSG. Bagi yang berminat dapat menghubungi ketua Poklahsar Winaka Kotagajah Andayani no. 081379197296 atau ke nomor kontak Winaka di 081377709233,”tandasnya.
Lele Sumber Protein
Kabupaten Lampung Tengah penghasil ikan lele dan ikan air tawar lainnya yang pemasarannya terbesar di Provinsi Lampung, bahkan menjadi pemasok bagi daerah sekitarnya seperti Sumatera Selatan, dan Jambi.
Budidaya ikan lele selain memiliki nilai yang cukup ekonomis juga kandungan proteinnya yang tinggi. Lele, cenderung lebih gurih dan enak dan dagingnya pun lebih banyak. Untuk menjadikan lele sebagai bahan baku olahan diperlukan ukuran yang “big size,” yaitu sekilo 2 ekor – 3 ekor.
Dari sini daging lele akan di-fillet, diambil dagingnya untuk dijadikan bahan olahan nugget, bakso, abon, krispy dan lainnya. Dari satu kg lele jika difillet rata-rata hanya menjadi 1/3 kg atau tergantung ukuran ikan yang di-fillet, sehingga hasil olahan ini harganya masih tinggi tergantung komposisi campuran bahan baku ikan lele dan bahan lainnya.
Saat ini, makan ikan lele tidak lagi hanya dalam bentuk utuh yang tersaji di meja, tapi banyak yang telah menjadi makanan olahan siap saji. Dengan makanan lele yang telah menjadi olahan akan menjadi menarik terutama bagi anaka-anak yang kurang suka makan ikan.
”Usaha yang dikembangkan kelompok Winaka ini harus terus di dorong untuk menciptakan olahan yang bervarasi agar dapat di terima masyarakat, sekaligus menumbuhkan masyarakat yang Gemar Makan Ikan, serta meningkatkan pendapatan kelompok pengolah,”tandas Titin.