TERASLAMPUNG.COM, BANDARLAMPUNG — Pada peringatan hari Kebebasan Pers Internasional (World Press Freedom Day), Rabu (22/5/2017). Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung menyoroti sejumlah kasus kekerasan terhadap jurnalis yang belum terselesaikan khusunya di Lampung.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandarlampung, Padli Ramdan, mengatakan kasus kekerasan terhadap jurnalis yang belum terselesaikan, yakni terhadap Yudi salah satu wartawan Trans Lampung. Yudi menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh oknum polisi, saat melakukan peliputan penangkapan terhadap pelaku pengrusakan Mapolsek Tegineneng pada April Lalu.
“Kasusnya sudah dilaporkan ke Propam Polda Lampung, meski Kapolda Lampung Irjen Pol Sudjarno sudah meminta maaf. Tapi oknum polisi tersebut, belum mendapatkan sanksi hukum,”kata Padli dalam rilisnya yang diterima teraslampung.com, Rabu (3/5/2017).
Dalam hal ini, AJI Bandar Lampung meminta agar Kapolda Lampung agar segera menuntaskan kasus tersebut sesua dengan janji yang disampaikan beberapa waktu lalu. Praktik impunitas kepada pelaku kekerasan terhadap jurnalis, haruslah segera dihentikan. Pelaku harus dihukum sesuai dengan UU Pers No. 40 Tahun 1999.
Terus berulangnya kasus kekerasan terhadap jurnalis, kata Padli, karena penegak hukum tidak pernah serius dalam mengusut kasus yang terjadi. Penegak hukum seakan lemah pada pelaku kekerasan terhadap jurnalis. Selama tahun 2017 hingga April ini, terjadi dua kasus kekerasan terhadap jurnalis.
“Dua kasus kekerasan itu, selain kasus yang menimpa Yudi ada satu kasus lagi kasus yang juga menimpa jurnalis saat meliput sidang korupsi di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang. Jurnalis tersebut, mengalami kekerasan verbal yang dilakukan oleh terdakwa kasus korupsi,”terangnya.
Padli juga mengingatkan, bahwa kebebasan pers adalah bagian dari kebebasan untuk mendapatkan informsi. Oleh karena itu, semua media harus terus memberikan informasi yang akurat, komprehensif dan independen. Sehingga, warga bisa menentukan sendiri informasi yang ingin diketahuinya. Pers juga harus menempatkan kepentingan warga dan kepentingan publik sebagai keberpihakan utama, bukan kepentingan pemilik dan kepentingan pemasangan iklan.
“Diminta semua pihak agar menjaga kebebesan pers, dan berekspresi dengan penuh tangngjawab sehingga terwujudkanya tatanan demokrasi yang lebih baik,”jelasnya.