Pentas  

Yogi: “Stand-up Comedy Baru Dinikmati Kelas Menengah ke Atas”

Bagikan/Suka/Tweet:

Isbedy Stiawan ZS, Iwan J Sastra/Teraslampung




Yogi (Foto: Teraslampung.com/Isbedy Stiawan)



KALIANDA– “Mbak boleh saya lihat telapak kaki mbak? Saya mau lihat surga bagi anak-anakku,” kata Yogi, seniman stand-up comedy, di Panggung Apresiasi Malioboro Kalianda, Rabu (31/12) malam. Joke-joke yang ditampilkan Yogi menjadi penutup acara malam itu.

Komedian  dari Standup Comedy Indonesia Lampung itu  tampil lima menit dan mendapat sambutan hangat. Penonton dibuatnya tertawa.

Komedian kelahiran Bandarlampung 1989 ini memulai terjun di dunis komedi sejak 2011 di Stand-up Comedy Indonesia Lampung. Alumni Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Lampung masih menjadikan dunianya ini sebagai hobi.

Stand-up comedy ini belum bisa sebagai komoditas dan dapat dijadikan profesi,” kata Yogi santai, Kamis pagi ,1 Januari 2015 di Hotel Kalianda.

Yogi mengaku, stand-up comedy sampai saat ini masih dinikmati kelas menengah ke atas. Artinya, imbuh Yogi, stand-up comedy cenderung eksklusif atau belum bisa menjangkau semua kalangan.

“Padahal stand-up comedy sudah dikenal sangat lama di Amerika, dimulai pada masa Charlie Caplin. Sedangkan di Indonesia dimulai pads era Taufik Savalas,” ujar dia.

Menurut Yogi, stand-up comedy kini sudah banyak digandrungi para remaja. Komedi ini kerap ditampilkan di dalam ruang (indoor). Misalnya  di kafe ataupun media televisi. Komedi indoor lebih cepat diterima dibandingkan dihadirkan di outdoor.

“Waktu tampil semalam (31/12/2014), lebih sulit membangun semse of humor penonton. Beda kalau tampil di dalam ruang, antara komedian dengan penonton dekat dan suasananya pun terfokus,” jelas Yogi.

Menurut Yogi, menjadi komedian di stand-up comedy lebih berat karena tampil sendiri dan sifatnya monolog. “Kalau tidak hati-hati bisa menyerempet SARA. Kalau di luar negeri SARA biasa saja. Tapi kalai di Indonesia masih dianggap tabu dan bisa sangat berbahaya,” kata pebisnis kaos klub-klub sepak bola dunia di lantai dua Pasar Bambu Kuning ini.

Yogi berharap stand-up comedy ke depannya semakin dikenal dan disukai banyak orang, sehingga bisa dijadikan profesi. Untuk itu, komonuitas komedian ini terus berupaya menyosialisasikannya.

“Kalau sudah disukai tanpa kelas, barulah komedian ini bisa memghidupi,” ujarnya.

Diakui Yogi, bahan “lucuan” di stand up comedy cenderung cerdas, ada renungan, karena itu tidak bombastis apalagi pornografis. “Itulah sulitnya saat kami mencari bahan bahasan untuk stand-up comedy.”

Meski begitu, katanya, ia tidak pernah kehabisan materi untuk dibahas di panggung. Tinggal lagi mengemas saja agar tetap cerdas, ada renungan, dan tidak terkesan basi dan diulang-ulang.

“Sepanjang perjalanan Bandarlampung-Kalianda saja, banyak yang dapat dijadikan materi komedi,” kata Yogi.