TERASLAMPUNG.COM — Sidang lanjutan kasus pembunuhan dan mutilasi anggota DPRD Bandarlampung M. Pansor dengan terdakwa Brigadir Medi Andika yang digelar di PN Tanjugkarang, Selasa (7/3/2017) kembali diwarnai ‘drama’.
Alur persidangan yang seakan memaksa kelurga korban mengikuti kisah sadistis yang menewaskan anggota keluarganya itu. Selain kemarahan istri almarhum Pansor, dalam sidang tadi juga menggambarkan reaksi terdakwa Medi Andika saat hakim menunjukkan foto beberapa potongan tubuh Pansor setelah dibunuh.
“Drama” terjadi ketika hakim Yus Enidar meminta Medi Andika maju ke meja majelis hakim. Saat Medi sudah di depan meja hakim, Medi pun ditunjukkan foto potongan kepala Pansor.
Yus Enidar bertanya apakah terdakwa Medi Andika yang memotong kepala Pansor. Medi menjawab bukan dirinya yang memotong kepala Pansor.
BACA: Polisi Temukan Ponsel Pansor di Tempat Rongsokan di Cikupa
Meski mengaku tidak memotong kepala Pansor, Medi tiba-tiba menangis ketika hakim Yus Enidar bertanya,”Kamu pasti tertekan kan duduk disini?”
Saat Medi menangis, hakim Yus kembali bertanya.
“Kenapa kamu menangis? Kamu menyesal?” tanya hakim Yus Enidar.
Medi mengaku menyesal. Namun, ia tidak mau mengatakan apa sebabnya dia menyesal.
Cecaran pertanyaan juga dillancarkan jaksa penuntut umum. Ialah ketika jaksa menunjukkan bukti-bukti bahwa surat izin mengemudi (SIM) Medi dan catatan pensil Pelabuhan Merak.
Jaksa Sukaptono mengungkapkan Brigadir Medi Andika pernah menyeberang ke Pulau Jawa bersama Tarmidi dengan menggunakan mobil Toyota Innova milik Pansor.
BACA: Brigadir Medi Andika Masukkan Potongan Tubuh Pansor ke Dalam Dua Kardus
Untuk membuktikan itui, jaksa Sukaptono menunjukkan bukti catatan pensil Pelabuhan Merak. Dalam catatan pensil itu tertera hasil pemindaian SIM Medi di pintu masuk Pelabuhan Merak.
Sukaptono memperlihatkan bukti hasil pindai SIM Medi ke majelis hakim. Majelis hakim kemudian memanggil Medi untuk melihat bukti tersebut.
“Kamu pernah pinjamkan SIM kamu ke orang lain?” tanya Sukaptono.
BACA: Mayat Korban Mutilasi di OKU Timur Dipastikan Anggota DPRD Bandarlampung
Medi menjawab, ia tidak pernah meminjamkan SIM miliknya kepada orang lain.
“Lalu, mengapa SIM saudara ada di catatan manifes Pelabuhan Merak?” tanya Sukaptono.
Medi pun terdiam.
Hakim ketua Minanoer Rachman kembali mengulangi pertanyaan jaksa, mengenai keberadaan SIM Medi yang tercatat di manifes Pelabuhan Merak.
Medi kembali hanya diam dan hanya menggelengkan kepala.
Saat jaksa Sukaptono menanyakan soal kartu ATM milik Tarmizi yang ditemukan di dompet Medi, Medi mengaku dirinya tidak pernah menyimpan ATM Tarmizi.
BACA: Keluarga Pansor Akui Brigadir Medi Andika Dekat dengan Korban
Namun, Sukaptono kemudian mengungkapkan bahwa terdaksa Medi pernah mengambil uang menggunakan ATM Tarmidi sebesar Rp 45 juta. Uang itu adalah uang hasil penjualan mobil Pansor yang ditransfer anggota TNI ke rekening Tarmidi.
Medi kemudian mengakui pernah mengambil uang menggunakan ATM Tarmidi bersama Tarmidi. Alasannya saat itu ia meminjam uang Tarmidi.
“Mengapa kamu yang mengambil uangnya bukan Tarmidi?” ujar Minanoer.
Medi mengaki hal itu karena Tarmidi yang memberikan kartu ATM-nya kepada dirinya.
“(Ia)… menyuruh saya ambil sendiri,” kata Medi.
TL/Tim
Ikuti perkembangan berita kasus ini di: Pembunuhan Anggota DPRD Bandarlampung