Zainal Asikin | Teraslampung.com
LAMPUNG SELATAN-Masih banyak masyarakat Lampung dan khususnya Lampung Selatan, begitu awam dan tidak mengetahui atau mengenal sejarah dari Keratuan Ratu Darah Putih yang menjadi awal mulanya penyebaran syariat islam dan di Keratuan itulah tonggak lahirnya para pejuang bangsa yang gagah berani melawan penjajah Belanda dari tanah Lampung yang kaya akan hasil rempah-rempahnya.
Budiman Yaqub gelar Khadin Kusuma Yuda, seorang budayawan dan sejarawan Lampung Selatan yang yang juga kerabat Radin Inten II, saat ditemui Teraslampung.com belum lama ini, mengungapkan banyak fakta menarik terkait Keratuan Darah Putih dan Radin Inten II yang belum diketahui publik.
Menurut Budiman, Keratuan Darah Putih yang berada di Desa Kuripan, Penengahan, Lampung Selatan berdiri sekitar abad ke 15. Adanya Keratuan Darah Putih tersebut, berawal dari dimulainya perjalanan seorang Sultan dari tanah Cirebon dan juga Banten yakni Syarif Hidayatulloh atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati.
“Sunan Gunung Jati menapakkan kakinya pertamakali di tanah lampung di Keratuan Pugung lantaran melihat sinar (kilat) memancar tegak menembus langit berada di wilayah timur. Sinar itu artinya, adanya hal baik dan putri yang cantik serta baik di tanah Lampung,”ujarnya saat ditemui di rumah tua (Lamban Balak) peninggalan sejarah di Desa Kuripan, Penengahan, Lampung Selatan.
Keratuan Pugung adalah sebuah kerajaan kecil yang makmur, aman dan tentram yang berada di wilayah timur pada kala itu atau sekarang ini dikenal dengan sebutan Pugung Raharjo, Lampung Timur. Secara arkeologi di Taman Purbakala di Pugung Raharjo, memang terdapat istana yang luasnya sekitar 2,5 hektare.
Pada zaman itu, kata Budiman, Keratuan Pugung di pimpin oleh seorang Raja (dipanggil dengan sebutan Khatu atau Ratu) bernama Ratu Galuh yang kala itu menganut agama Hindu. Kedatangan Sunan Gunung Jati di kerajaan tersebut, kerana melihat adanya sinar (kilat) yang memancar tegak menembus langit dan juga untuk menyebarkan ajaran Islam. Mulai sejak saat itulah, Syarif Hidayatulloh atau Sunan Gunung Jati tertambat hatinya dengan seorang Putri dari Keratuan Pugung bernama Putri Sinar Alam.
Sultan menyampaikan hasrat hatinya kepada sang Ratu Keratuan Pugung, yakni ingin mempersunting Putri Sinar Alam sebagai istrinya. Raja menerima lamaran sang Sultan, akan tetapi karena dalam aturan tatanan adat kerajaan bahwa seorang putri tertua dari Keratuan Pugung, dilarang menikah dengan seorang yang bukan keturunan ataupun masih kerabat dari Keratuan Pugung.
Agar tidak mengecewakan Sultan Syarif Hidayatullah, maka Ratu (Raja) Keratuan Pugung menikahkan Sultan dengan putri Kandanga Rarang yang merupakan anak dari Minak Rio Jalang atau Minak Raja Jalan adik dari Ratu Keratuan Pugung dan Sultan menyetujuinya. Dalam pernikahannya dengan Putri Kandanga Rarang, di anugerahi seorang putra yang diberi nama Minak Gejala Bidin.
“Karena masih mengemban tugas menyebarkan Agama Islam, Sunan Gunung Jati meninggalkan istri dan putranya Minak Gejala Bidin untuk pergi ke beberapa daerah lainnya untuk menyebarkan syariat ajaran agama islam. Lalu Sultan kembali lagi ke daerah pemerintahannya, di Kesultanan Cirebon dan Banten,”ucapnya.
Sekitar setahun kemudian, sang Sultan kembali lagi ke Keratuan Pugung untuk menemui istri dan putranya serta melihat perkembangan penyebaran ajaran agama islam di wilayah tersebut. Sultan kembali bertemu dengan Putri Sinar Alam, seorang wanita yang pertamakali dilihatnya dan ingin nikahinya saat Sultan menginjakkan kakinya di Keratuan Pugung.
Ternyata Putri Sinar Alam yang membuat jatuh hati Sultan pertama kali belum juga menikah, Sultan masih tetap memiliki hasrat untuk tetap mempersunting Putri Sinar Alam menjadi istrinya.
Sultan menyampaikan maksud niat baiknya itu kepada sang Raja Keratuan Pugung, untuk mempersunting Putri Sinar Alam tersebut atau kakak sepupu dari istri pertamanya sebagai istri keduanya di Keratuan Pugung.
Raja pun tidak bisa mengelak permintaan Sultan, berdasarkan kepentingan untuk mempererat pertalian keluarga (persaudaraan). Sehingga Raja beranggapan, kalau Sultan Syarif Hidayatulloh bukanlah orang lain lagi dan sudah menjadi keluarga dari Keratuan Pugung, berdasar atas perkawinan pertamanya dengan Putri Kandanga Rarang yang juga keluarga dari Keratuan Pugung.
Raja Keratuan Pugung akhirnya menikahkan Putri Sinar Alam dengan Sultan Syarif Hidayatulloh atau Sunan Gunung Jati.
Dari buah perkawinannya dengan Putri Sinar Alam, Syarif Hidayatulloh dianugerahi seorang anak laki-laki yang diberi nama Minak Gejala Ratu. Namun pada saat Putri Sinar Alam mengandung hingga melahirkan, Syarif Hidayatulloh tidak berada di Keratuan Pugung karena kembali lagi ke Sultanan Banten.
“Saat putra Sultan Syarif Hidayatullah yang diberi nama Minak Gejala Ratu itu lahir, Sultan memang tidak pernah melihatnya bahkan hingga putranya itu tumbuh besar hingga remaja,”paparnya.